Share This Article
Hari Kanker Sedunia yang kita peringati 4 Februari lalu mengajak kita untuk bahu-membahu dalam menutup kesenjangan dalam perawatan kanker, penyakit yang kompleks dan mengubah hidup pasien dan orang-orang terdekatnya secara drastis.
Sebagai penyedia layanan kesehatan berbasis teknologi, Good Doctor Technology Indonesia berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya kanker melalui edukasi berupa artikel-artikel kesehatan dan telekonsultasi untuk memastikan gejala-gejala yang dirasakan pasien sekaligus memberikan ketenangan dan rekomendasi untuk melakukan deteksi dini, pengobatan hingga perawatan lanjutan setelah selesai pengobatan.
Studi terhadap pasien kanker di Singapura, Qatar, dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa telemedicine dapat memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan mereka. Pusat Kanker Nasional Singapura (the National Cancer Centre Singapore) menerapkan telekonsultasi sejak Juni 2020. Studi terhadap 278 responden di sana yang berusia rata-rata 59 tahun, mayoritas perempuan, menerima kemoterapi parenteral dan obat oral antikanker, serta belum pernah menggunakan telemedicine menunjukkan sebagian besar pasien puas dengan layanan telemedicine. Para responden setuju bahwa telemedicine memungkinkan mereka menerima dukungan yang lebih nyaman, menghemat biaya perjalanan, dan memperoleh perawatan yang lebih tepat waktu untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Sebuah studi mengenai pengalaman dan kepuasan pasien menggunakan telemedicine untuk layanan rawat jalan di Pusat Perawatan dan Penelitian Kanker Nasional Qatar (the National Center for Cancer Care and Research, Qatar) selama COVID-19 menunjukkan lebih dari 80% pasien merasa puas dengan kualitas telekonsultasi yang disediakan, 87% merasa bahwa telemedicine dapat memenuhi kebutuhan perawatan mereka, dan 90% akan tetap melakukan telekonsultasi di masa depan. Partisipan dalam studi ini terdiri dari 297 pasien berusia di atas 18 tahun, sebagian besar perempuan, memiliki keganasan tumor padat, kondisi hematologi jinak, dan keganasan hematologi, serta belum pernah melakukan telekonsultasi.
Dikutip dari National Cancer Institute (NCI), meskipun tidak dapat sepenuhnya menggantikan perawatan langsung, telehealth menawarkan kenyamanan pasien, penghematan waktu dan biaya, penjadwalan yang fleksibel, akses ke spesialis yang jauh, dan mengurangi paparan kuman. Hal ini telah dirasakan oleh satu keluarga dengan anak perempuan berusia 7 tahun bernama Eva yang didiagnosis tumor Wilms stadium lanjut pada 2020.
Kanker merupakan penyakit yang membutuhkan pengobatan jangka panjang, biaya yang besar, dan mental yang kuat. Begitu banyak pemeriksaan yang harus dijalani pasien sebelum memulai proses pengobatan kanker. Setelah pengobatan selesai, pasien kembali menjalani sejumlah pemeriksaan untuk memastikan bahwa tubuhnya sudah bersih dari kanker. Begitu pun ketika pasien dinyatakan sembuh dari kanker, mereka tetap membutuhkan perawatan kesehatan. Dikutip dari gooddoctor.co.id, seorang penyintas kanker membutuhkan Survivor Care Plan (rencana perawatan kesehatan) yang meliputi catatan kanker dan riwayat pengobatan, pemeriksaan atau tes lanjutan yang dibutuhkan, dan rencana perawatan kelangsungan hidup di masa mendatang. Selain itu, dapat mencantumkan kemungkinan efek jangka panjang dari perawatan serta rencana untuk tetap sehat.
Dalam IG Live #GoodTalkSeries bertema “A-Z Survivor Care Plan untuk Penyintas Kanker” yang diselenggarakan Good Doctor, Clara Sambudiono, penyintas kanker nasofaring, mengatakan dia mengetahui dirinya terkena kanker nasofaring pada 2011 saat dia masih SMA. Kanker nasofaring adalah jenis kanker yang tumbuh di rongga belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. “Awalnya saya merasa hidung tersumbat sehingga tidak bisa bernapas dengan normal; saya perlu posisi-posisi tertentu agar bisa bernapas dengan normal. Pilek saya tidak sembuh-sembuh, pusing, tulang punggung terasa sakit seperti ada beban, kemudian muncul benjolan di leher kanan, beberapa bulan kemudian muncul juga benjolan di sebelah kiri. Akhirnya, saya memeriksakan diri ke dokter dan dokter menyatakan saya terkena kanker nasofaring stadium 3B.”
Di dalam tubuh setiap orang terdapat sel dengan DNA yang rusak yang berpotensi menjadi sel kanker. Hanya banyak faktor yang dapat memicu sel rusak itu akan berkembang menjadi penyakit kanker atau tidak, yaitu gaya hidup, genetik, dan virus. Pada kasus Clara, dokter menyatakan bahwa penyebabnya adalah virus EBV (Epstein-Barr virus). Banyak pemeriksaan yang harus Clara jalani sebelum memulai pengobatan. Dimulai dari biopsi, berkonsultasi dengan beberapa dokter untuk mengetahui efek samping dari proses pengobatan yang akan dijalani, MRI, CT-Scan, endoskopi, dan operasi gigi geraham. Setelah itu, Clara menjalani kemoterapi dan radioterapi. Clara menjalani proses pengobatan itu selama delapan bulan. Selesai proses pengobatan, selama enam bulan Clara masih menjalani berbagai pemeriksaan. Kemudian, proses pemeriksaan mulai dikurangi jangka waktunya hingga setelah dua tahun dari terdiagnosis, Clara baru dinyatakan sembuh dari kanker nasofaring. Namun, Clara tetap melakukan cek kesehatan secara rutin karena dia mengingat bagaimana susahnya dulu untuk sembuh dan dukungan keluarga serta teman-teman yang luar biasa untuknya. Itulah yang selalu dikatakan Clara untuk memotivasi para penyintas kanker apabila mereka mulai malas melakukan check-up.
Sebagai penyintas kanker, Clara mengakui bahwa dukungan caregiver seperti orang tua, keluarga, dan teman-teman sangat membantu dia mengatasi ketakutan dalam menjalani perawatan, termasuk semangat yang diberikan oleh dokter, perawat, dan tenaga kesehatan. Pasien kanker sangat membutuhkan dukungan mental yang luar biasa sehingga tidak menyerah dalam menjalani pengobatan. Ketakutan dan asumsi dari diri kita sendiri dapat membatasi kita menerima perawatan yang maksimal. Kemajuan teknologi kesehatan seperti telemedicine dapat dimanfaatkan pasien kanker atau orang yang mendampingi pasien untuk membantu mengatasi hambatan-hambatan itu.
Pasien kanker dapat melakukan telekonsultasi untuk sharing mengenai ketakutan-ketakutan mereka sehingga mereka merasa nyaman dan menyadari bahwa mereka tidak sendirian menghadapi penyakit itu. Daripada berasumsi sendiri mengenai gejala-gejala yang mereka rasakan, lebih baik melakukan telekonsultasi dengan para ahli untuk mengetahui kebenarannya. Telekonsultasi mempermudah pasien karena dapat dilakukan kapan saja, di mana saja, tanpa harus ke luar rumah. Keterbatasan tenaga menjadi kendala bagi pasien untuk ke luar rumah dan mengantre di fasilitas kesehatan offline.
Dalam acara yang sama, dr. Elizabeth C. Palar, Medical Quality Manager Good Doctor Technology Indonesia, membagikan pengalamannya melakukan telekonsultasi dengan pasien kanker yang selesai kemoterapi serta mengalami mual dan muntah. “Pasien kanker yang masih dalam masa pengobatan juga dapat melakukan telekonsultasi melalui aplikasi Good Doctor. Kami akan memberikan arahan terbaik sesuai dengan kaidah medis yang kami miliki. Arahan mengenai obat-obatan yang bisa dikonsumsi sementara waktu untuk meringankan gejala, langkah-langkah selanjutnya yang perlu dilakukan, serta memberikan ketenangan mental kepada pasien sehingga pengobatan bisa berjalan lancar dan pasien bisa sembuh.”
Ditulis oleh: Lenny Situmeang, Prasanti Dewi, Revi Renita