Share This Article
Budaya tempat kerja tradisional telah mengalami perubahan besar akibat pandemi COVID-19 dan telah mempercepat penggunaan teknologi digital untuk bekerja dari jarak jauh sambil tetap terhubung dengan rekan kerja. Banyak divisi sumber daya manusia (SDM) juga harus menyesuaikan dan mengadaptasi kebijakan tempat kerja mereka agar sesuai dengan pengaturan kerja di masa depan. Di satu sisi, mereka harus memastikan keberlanjutan perusahaan dan di sisi lain memastikan pemeliharaan keselamatan dan kesehatan karyawan yang bekerja dari jarak jauh. Menurut Survei Krisis Global PWC 2021, 80% pemimpin perusahaan di seluruh dunia mengatakan organisasi mereka menyadari pentingnya menjaga kesejahteraan karyawan mereka, baik secara fisik maupun mental selama pandemi. Di Indonesia Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, menilai Human Resource Management (HRM) memiliki peran sangat penting dalam mendukung pemerintah memajukan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Ia menambahkan, “Kesehatan karyawan menjadi kunci utama bagi keberlangsungan usaha di saat pandemi. Perusahaan khususnya divisi HR diharapkan mampu memitigasi risiko dan memastikan keselamatan dan kesejahteraan karyawan di perusahaannya,” saat menyampaikan sambutan kunci pada Corporate Rating Award Human Capital on Resilience Award 2021.
Salah satu bentuk manfaat yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya adalah melalui pertanggungan asuransi kesehatan. Perubahan yang terjadi akibat pandemi COVID-19 telah mengubah sistem jaminan kesehatan yang selama ini kita kenal. Penyedia asuransi besar seperti Great Eastern Life Indonesia (GELI) semakin memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan layanan mereka terhadap nasabah di era normal baru. Berbicara pada webinar New Normal Era Insurance Services yang baru-baru ini diselenggarakan, Daniel H. Putranto, WMI, AAAK – Head of Group Insurance and Affinity GELI berbagi, “Setahun terakhir ketika Pandemi Covid-19 terjadi, kesadaran masyarakat akan pentingnya proteksi semakin meningkat disertai dengan perubahan perilaku nasabah dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya secara simpel dan cepat, salah satunya melalui teknologi digital. Menyadari hal ini, GELI beradaptasi dan menjawab kebutuhan proteksi nasabah di era normal baru ini, dengan meluncurkan berbagai produk asuransi digital yang simpel dan mudah untuk didapatkan, mulai dari asuransi jiwa, asuransi kesehatan hingga investasi melalui kemitraan dengan berbagai platform kesehatan terkemuka di Indonesia”.
Sejalan dengan strategi bisnis tersebut, GELI bersama dengan PT Good Doctor Technology Indonesia (Good Doctor) bekerja sama untuk meningkatkan pengalaman pengguna, dengan pengoptimalan manfaat rawat jalan yang lancar dan bebas repot. Danu Wicaksana, Managing Director Good Doctor Technology Indonesia yang menjadi pembicara di acara yang sama, menyampaikan bahwa perusahaan teknologi kesehatan digital ini mengutamakan kualitas layanan dan kecepatan respon. “Good Doctor memiliki lebih dari 50 dokter full time sehingga kapan pun nasabah GELI ingin berkonsultasi, selalu ada dokter yang siap melayani. Bahkan, untuk kerja sama B2B seperti ini, Good Doctor menyediakan priority doctor. Artinya, dokter yang melayani merupakan dokter pilihan, tidak akan diganti secara random saat pasien ingin berkonsultasi kembali. Selain itu, Good Doctor beroperasi seperti rumah sakit. Setelah merekomendasikan obat ke pasien, tiga hari kemudian, dokter akan menghubungi pasien untuk mengetahui perkembangan pasien. Apabila belum ada perkembangan, dokter akan melakukan follow up consultation. Kami menyebutnya dengan push care management. Dengan demikian, pelayanan yang kami berikan bersifat end to end.”
“Kami bangga melayani Pemegang Polis GELI dengan menyediakan layanan kesehatan digital tanpa batas seperti fitur cashless with real time benefit deduction kami yang mendukung pengguna akhir dan perwakilan SDM yang menjadi klien GELI. Dimungkinkan oleh kemitraan kami dengan AdMedika dan pendekatan digital kami untuk mengelola layanan kesehatan di Indonesia, kami tidak hanya menyediakan layanan kesehatan yang tepat waktu kepada lebih banyak orang yang sangat membutuhkannya, tetapi juga memainkan peran kami dalam memastikan bahwa pembiayaan perawatan kesehatan dan pembayaran terkelola dengan baik secara elektronik,” tambah Danu. Dalam semangat memperjuangkan inovasi perawatan kesehatan digital-first untuk meningkatkan aksesibilitas dan keterjangkauan layanan medis tepat waktu bagi masyarakat Indonesia, Good Doctor juga baru-baru ini mengumumkan kolaborasi mereka dengan MNC Life Group dan AdMedika, untuk memberi pelanggan MNC Life akses ke layanan kesehatan digital mereka seperti telemedis. Berbicara dalam acara peluncuran itu, Febriyani Sjofjan Yahya, Direktur MNC Life, mengungkapkan, “Pandemi seperti saat ini, membuat masyarakat cenderung memilih cara yang aman dalam mendapatkan layanan kesehatan tanpa perlu khawatir akan risiko penularan COVID-19 ketika di rumah sakit. Melihat kondisi seperti ini, MNC Life melakukan inovasi menggandeng AdMedika dan Good Doctor melalui layanan telekonsultasi terutama bagi Nasabah MNC yang bergabung dengan produk MNC Sehat.”
Danu Wicaksana, Managing Director PT Good Doctor Technology Indonesia menyampaikan, “Good Doctor merasa bangga dapat memberikan layanan telekonsultasi dan tebus obat bagi para nasabah MNC Life, di mana nasabah dapat mengakses layanan kami dengan dokter umum selama 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, juga dengan dokter spesialis kami dari 26 departemen yang berbeda.” Danu menambahkan, “Layanan telekonsultasi dan tebus obat dari Good Doctor diharapkan dapat memberikan kenyamanan dan keamanan lebih bagi para nasabah MNC Life terutama di masa pandemi dan menuju normal baru ini.” Dengan kerja sama ini, semakin banyak orang yang dapat menikmati layanan kesehatan digital yang berkualitas. Hal itu sekaligus membuktikan bahwa apa pun kondisinya, yakin kita bisa menjaga kesehatan dan mendukung kinerja perusahaan menjadi lebih produktif.
Praktik Terbaik Sebelum dan Sesudah Vaksinasi COVID-19 Agar Tetap Sehat dan Bugar
Vaksinasi menjadi salah satu cara untuk melindungi diri pribadi dan orang-orang di sekitar kita dari COVID-19. Semakin banyak yang divaksinasi semakin cepat negeri ini pulih. Meski angka kasus COVID-19 di Indonesia mengalami tren melandai, namun cakupan vaksinasi sejatinya belumlah maksimal. Data per tanggal 12 Oktober 2021 dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan jumlah penduduk Indonesia yang mendapat vaksin dosis 1 baru mencapai 48,6% dan 28,04% untuk vaksin dosis 2. Persentase itu belum mencapai persentase yang diperlukan untuk membentuk kekebalan kelompok (herd immunity). Dalam situs Infeksi Emerging Kemenkes RI dinyatakan bahwa “Bergantung pada seberapa menular suatu infeksi, biasanya 70% hingga 90% populasi membutuhkan kekebalan untuk mencapai kekebalan kelompok.”
Masih dalam situs yang sama dinyatakan bahwa “Herd immunity” adalah ketika sebagian besar populasi kebal terhadap penyakit menular tertentu sehingga memberikan perlindungan tidak langsung atau kekebalan kelompok bagi mereka yang tidak kebal terhadap penyakit menular tersebut. Misalnya, jika 80% populasi kebal terhadap suatu virus, empat dari setiap lima orang yang bertemu seseorang dengan penyakit tersebut tidak akan sakit dan tidak akan menyebarkan virus tersebut lebih jauh. Dengan cara ini, penyebaran penyakit tersebut dapat dikendalikan.” Oleh karena itu, berbagai upaya terus dilakukan untuk mengoptimalkan cakupan vaksinasi agar semua masyarakat terlindungi dari COVID-19.
Perubahan Regulasi untuk Penyintas COVID-19
Dalam acara #GoodTalkSeries IG Live kolaborasi Good Doctor dengan Sentra Vaksinasi Serviam, Kamis 14 Oktober 2021, dr. Jeffri Aloys Gunawan, Sp.PD, dari Good Doctor, menyatakan, “Bagi penyintas, ada perubahan regulasi.” Perubahan regulasi itu terdapat dalam Surat Edaran Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit tanggal 29 September 2021 tentang Vaksinasi COVID-19 bagi Penyintas, dengan ketentuan sebagai berikut:
- Penyintas dengan derajat keparahan penyakit ringan sampai sedang, vaksinasi diberikan dengan jarak waktu minimal 1 (satu) bulan setelah dinyatakan sembuh.
- Penyintas dengan derajat keparahan penyakit yang berat, vaksinasi diberikan dengan jarak waktu minimal 3 (tiga) bulan setelah dinyatakan sembuh. Jenis vaksin yang diberikan kepada penyintas disesuaikan dengan logistik vaksin yang tersedia.
Jika setelah vaksin pertama, terkena COVID-19, setelah sembuh, langsung lanjutkan dosis kedua. Tidak perlu diulang. “Jangan menganggap tidak perlu dosis kedua karena sudah dapat ‘vaksin dosis kedua’ saat terkena COVID-19. Ada studi yang menunjukkan bahwa kekebalan yang muncul dari infeksi alami, tidak sama dengan yang muncul dari vaksinasi. Studi itu menyebutkan, kekebalan yang terbentuk lebih bagus dari vaksin, karena di dalam vaksin ada ajuvan (zat tambahan) khusus, yang membuat efek kekebalannya jauh lebih bagus daripada infeksi alami. Meski sudah kena varian Delta, tetap saja harus vaksinasi. Apalagi kalau yang baru dapat 1 dosis,” tegas dr. Jeff.
“Untuk pilihan vaksinnya, bisa apa saja yang tersedia,” ujar dr. Jeff. Dilansir dari gooddoctor.co.id, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) tidak merekomendasikan satu vaksin di atas yang lain. Untuk itu, tidak disarankan untuk menunggu merek tertentu karena setiap vaksin memiliki efektivitas yang berbeda sesuai dengan persyaratan uji klinisnya.
Memang sempat ada pemberitaan mengenai pembesaran payudara akibat efek samping vaksinasi COVID-19. Dilansir dari gooddoctor.co.id, vaksin berjenis mRNA (messenger-RNA) mengirimkan kode genetik untuk menginstruksikan sel mereplikasi lonjakan protein di permukaan virus. Hal ini akan mengaktifkan sistem imun sebagai perlindungan. Kelenjar getah bening memiliki sel B yang menggunakan informasi tersebut untuk menghasilkan antibodi sebagai respons terhadap zat asing, dalam hal ini adalah virus. Kadar antibodi yang meningkat bisa memicu penumpukan hingga membuat kelenjar getah bening membesar. Hal itulah yang membuat payudara terasa lebih besar setelah melakukan vaksinasi berjenis mRNA seperti Pfizer. Meski begitu, hal tersebut sebaiknya tidak perlu dikhawatirkan karena merupakan mekanisme yang normal. Ada lagi yang mengaitkan efektivitas vaksin dengan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Semakin berat KIPI-nya berarti semakin efektif vaksinnya. Dalam acara yang sama, Prof. Dr. dr. Rini Sekartini SpA(K), Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, menegaskan, “Antara KIPI dan efektivitas vaksin tidak ada hubungan. Benar-benar tidak ada hubungan. Setiap vaksin memiliki KIPI, dari yang ringan hingga yang berat, sedangkan efektivitas tidak hanya dari vaksin, tetapi juga dari orangnya. Orang dengan gizi kurang kalau divaksin, antibodi yang terbentuk akan berbeda dengan orang yang gizinya baik, antibodinya tinggi. Untuk vaksin, yang pertama dinilai adalah safety (keamanan), KIPI-nya serendah mungkin; kedua, efektivitas. Dua-duanya dinilai, tetapi penilaiannya berbeda. Jadi, tidak benar kalau KIPI-nya berat, vaksinnya lebih bagus dibandingkan vaksin yang KIPI-nya tidak banyak. Baik KIPI maupun efektivitas memang ada di dalam vaksin, tetapi tidak berhubungan.”
Ibu Hamil dan Menyusui
Selain untuk melindungi dirinya sendiri, sebagai orang terdekat dalam kehidupan anak, ibu hamil dan menyusui harus divaksin agar dapat melindungi buah hatinya yang belum bisa divaksin.
“Menurut studi, ibu hamil yang kena COVID-19, risiko kematian meningkat sampai 70%. Jadi segeralah divaksin. Syaratnya, minimal 13 minggu kehamilan. Vaksinasi COVID-19 tidak boleh dilakukan di trimester 1 kehamilan,” ujar dr. Jeff. Untuk sementara ini, baru ada 3 jenis vaksin untuk ibu hamil yang disetujui di Indonesia, yaitu Pfizer, Moderna, dan Sinovac. Diharapkan akan lebih banyak lagi vaksin yang disetujui untuk ibu hamil, agar mereka mempunyai lebih banyak pilihan. Tambah dr. Jeff, untuk ibu menyusui, lebih leluasa. Bisa memakai vaksin yang ada di Indonesia. Masih banyak yang takut, nanti ada komponen vaksin yang masuk ke ASI lalu ditelan oleh bayi. Hal ini tidak benar. Dari penelitian, tidak terbukti terjadinya hal tersebut. Yang masuk ke bayi melalui ASI hanyalah antibodi yang terbentuk dari hasil vaksin pada ibu. Jadi ibu tidak perlu takut, bisa menyusui seperti biasa. Jauh lebih baik divaksin daripada tidak divaksin.
Vaksin Gotong Royong
Hal lain yang dapat mempercepat semakin banyak orang memperoleh vaksinasi adalah hibah pemberian vaksin seperti yang dilakukan oleh AXA Mandiri dan AXA kepada masyarakat Kota Denpasar pada September 2021 dan Semarang pada pertengahan Oktober ini. Hibah vaksin COVID-19 Gotong Royong yang merupakan kegiatan CSR perusahaan bekerja sama dengan Good Doctor disambut antusias dan positif oleh Pemerintah Kota Semarang serta Dinas Kesehatan setempat.
“Vaksinasi membuat masyarakat merasa lebih tenang dalam beraktivitas dan bekerja, dan kami sangat mengapresiasi AXA Mandiri dan AXA yang telah memfasilitasi dan memperhatikan kesehatan masyarakat Kota Semarang melalui inisiatif CSR ini,” ungkap Walikota Semarang Hendrar Prihadi.
Di acara yang sama, Danu Wicaksana, Managing Director Good Doctor Technology Indonesia mengatakan, “Kami bangga dapat mendukung AXA Mandiri Financial Services dan AXA di Indonesia dalam memerangi COVID-19 melalui Program Vaksin Gotong Royong (VGR) untuk karyawan mereka serta untuk CSR mereka untuk Kota Semarang. Sangat menyenangkan menjadi bagian dari perjalanan mereka sementara pada saat yang sama, kami juga berkomitmen untuk memberikan solusi perawatan kesehatan digital kami kepada nasabah AXA.”
Tidak Ada Alasan Lagi untuk Tidak Mau Divaksin
Pilihan vaksin makin beragam karena semakin banyak vaksin yang memperoleh persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Semakin mudah juga memperolehnya dengan diadakannya berbagai sentra vaksinasi massal yang memanfaatkan teknologi digital untuk mempermudah peserta vaksinasi dalam melakukan pendaftaran dan skrining tes—seperti yang dilakukan Good Doctor bekerja sama dengan berbagai pihak. Sekarang, tinggal kemauan diri sendiri untuk divaksin. Apabila masih enggan untuk divaksin karena takut terhadap jarum suntik (trypanophobia) atau karena kekhawatiran akan efek samping vaksin, berikut 5 tips yang bisa dilakukan, dilansir dari gooddoctor.co.id:
- Cari informasi sebanyak-banyaknya
- Persiapkan mental
- Ceritakan kekhawatiranmu dengan orang yang kamu percayai
- Alihkan perhatian
Ingat, manfaat vaksin lebih besar
Dilakukan setelah vaksin:
Ada 6 rekomendasi dari UNICEF yang dikutip dari gooddoctor.co.id:
- Jaga hidrasi tubuh
- Konsumsi makanan bergizi seimbang
- Tetap menerapkan protokol kesehatan
- Tidur minimal 7—8 jam
- Tetap pantau kesehatan dengan dokter
- Mulai persiapkan kesehatan diri untuk dosis kedua.
Sekalipun sudah divaksinasi dua dosis, tetap harus mematuhi protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan rajin mencuci tangan karena tidak ada vaksin yang memiliki tingkat keberhasilan 100 persen. Kita mungkin bisa saja tertular COVID-19 bahkan setelah vaksinasi, tetapi kemungkinan infeksinya akan jauh lebih ringan apabila kita sudah divaksin.
Setelah melakukan vaksinasi baik dosis pertama maupun kedua, kita akan memperoleh sertifikat vaksin. Sertifikat ini sangat penting karena menjadi syarat dalam melakukan perjalanan ataupun akses ke fasilitas publik, seperti mal. Oleh karena itu, silakan unduh aplikasi PeduliLindungi.
Jaga Kesehatan Mental Anda dengan Lebih Baik untuk Meningkatkan Imunitas dan Melindungi Jantung
Protokol kesehatan dan vaksinasi sudah kita lakukan untuk terlindung dari COVID-19. Lalu, bagaimana dengan kesehatan mental kita? Karena ternyata kesehatan mental mempengaruhi daya tahan tubuh dan kesehatan jantung kita.
“Virus—termasuk virus Corona—memerlukan tempat tinggal,” kata Dr. dr. I Gusti Putu Suka Aryana, SpPD-KGer, dokter penyakit dalam dan konsultan geriatri RS Sanglah, Bali dalam webinar bertema “Tips for Healthy Living Before and After Vaccination”. Dia melanjutkan, “Kita yang menjadikan diri kita menjadi tempat mereka hidup. Virus masuk ke tubuh, berkembang biak, dan menyebar ke orang lain. Kalau saja semua melindungi dirinya masing-masing untuk tidak terkena virus, virus tidak bisa berkembang, tidak bisa hidup, akan lenyap dengan sendirinya.”
Berbicara dalam webinar #goodhealthgoodknowledge, dokter spesialis penyakit dalam dari Good Doctor ini menyatakan bahwa sangat mudah membunuh virus saat berada di luar tubuh kita, misalnya saat virus ada di tangan kita. Virus ini memiliki lapisan luar berupa lapisan lemak yang akan mati jika terkena sabun. Namun, jika virus masuk ke tubuh kita, sulit untuk dilawan. Oleh karena itu, kita harus melindungi diri kita sendiri agar virus tidak masuk ke tubuh. Virus masuk ke tubuh melalui saluran pernapasan, mulut, hidung, dan mukosa mata. Selain itu, kita harus meningkatkan imunitas agar ketika virus masuk ke tubuh, tubuh cukup kuat untuk melawannya.
Dr. I Gusti Putu memberikan tips untuk meningkatkan imunitas dengan cara:
- Berpikir positif, bersyukur, jangan stres, menjaga hubungan sosial sehingga kita bisa menikmati kehidupan kita,
- Mengonsumsi nutrisi beragam seimbang,
- Berolahraga sesuai dengan kondisi kesehatan.
Stres sebenarnya menghancurkan sistem kekebalan tubuh kita. Dr. I Gusti Putu Suka Aryana bersaksi, “Sebagian besar memburuknya pasien COVID di rumah sakit adalah karena stres, panik, dan tingkat kecemasan yang tinggi sehingga kekebalannya jauh menurun. Akibatnya, virus akan mampu mengalahkan sistem kekebalan tubuh dan memenangkan pertempuran di tubuh pasien. Oleh karena itu, kita harus bisa rileks, kita harus bisa mengelola stres dengan baik.”
Sekalipun imunitas tubuh kita baik, kita tetap harus divaksin COVID-19. “Vaksinasi sebagai salah satu upaya mengatasi pandemi COVID-19. Vaksinasi juga merupakan jawaban untuk menghilangkan sebuah penyakit dari muka bumi ini. Tidak ada seorang pun yang aman sampai setiap orang aman,” tambah Dr. I Gusti Putu dalam webinar bekerja sama dengan Good Doctor dan LSPR Communication & Business Institute ini.
Meski sudah divaksin, bukan berarti kita tidak perlu lagi menjalankan tips dari Dr. I Gusti Putu. “Baik sebelum dan sesudah divaksin maupun selama pandemi ini, kita tetap melaksanakan protokol kesehatan secara disiplin dan meningkatkan imunitas dengan pikiran positif, nutrisi beragam seimbang, dan olahraga.”
Tiga tips dari Dr. I Gusti Putu sebenarnya berlaku juga untuk kesehatan jantung kita. Serangan jantung yang selama ini dianggap sebagai penyakit orang tua, yang biasa terjadi pada usia 50-an dan 60-an ke atas ternyata bisa menyerang orang muda. Dalam Good Talk Series bertema “Waspada, Serangan Jantung Tak Pandang Usia!”, dr. Siska Suridanda Danny, Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah, mengatakan, “Terminologi serangan jantung di usia muda kalau terjadi di usia 40 tahun ke bawah. Kondisi ini semakin banyak kita jumpai akhir-akhir ini. Usia rata-rata orang Indonesia terkena serangan jantung 8—10 tahun lebih muda dibandingkan populasi Amerika dan Eropa. Rata-rata orang Amerika dan Eropa terkena serangan jantung pada usia 60-an, yaitu 63 tahun pada laki-laki dan 68 tahun pada perempuan sedangkan rata-rata orang Indonesia terkena serangan jantung adalah 53—58 tahun.”
Dokter Siska Suridanda Danny, Pengurus Bidang Medis Yayasan Jantung Indonesia, dalam Good Talk Series, seminar publik online kolaborasi Good Doctor dan Yayasan Jantung Indonesia menyebutkan bahwa penyebab serangan jantung adalah interaksi dari berbagai faktor, yaitu faktor genetik yang tidak dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diubah. Faktor risiko seperti hipertensi, diabetes, obesitas/kegemukan, ketidakseimbangan kadar kolesterol, dan merokok. “Pada laki-laki usia muda (20-an akhir atau awal 30-an) sering kali tidak ditemukan faktor risiko apa pun, kecuali merokok, sedangkan faktor risiko yang kuat pada perempuan muda adalah autoimun serta kadar kolesterol dan lipid darah yang sangat tidak seimbang,” katanya.
Disease Control and Prevention (CDC) menyatakan bahwa orang yang memiliki tekanan darah tinggi dan diabetes dapat sangat meningkatkan risiko penyakit jantung. Dokter Siska menekankan, “Salah satu penyumbang utama kematian kardiovaskular adalah tekanan darah tinggi atau hipertensi. Hipertensi merupakan silent killer, penyakit tanpa gejala, kecuali jika menimbulkan komplikasi. Oleh karena itu, tidak ada cara lain untuk mendiagnosis hipertensi selain dengan memeriksa tekanan darah. Kita harus memeriksakan kesehatan kita pada usia yang lebih muda mengingat rata-rata usia orang Indonesia yang terkena serangan jantung lebih muda daripada populasi Amerika dan Eropa. Rekomendasi di Amerika dan Eropa adalah pemeriksaan jantung dilakukan setahun sekali untuk orang berusia 40 tahun ke atas. Artinya, kita harus lebih muda lagi untuk mendeteksi dini tanda-tanda penyakit jantung.
Lebih lanjut ia menjelaskan, serangan jantung terjadi karena ada sumbatan total pada salah satu arteri koroner, yaitu pembuluh darah yang memberi makan otot-otot jantung. Sumbatan total itu menyebabkan sebagian otot jantung tidak mendapatkan oksigen, tidak mendapatkan makanan sama sekali. Nyeri dada hebat yang dirasakan merupakan alarm dari otot jantung yang meminta “pertolongan”.
Nyeri dada hebat merupakan tanda serangan jantung yang paling sering dikeluhkan. “Nyeri terberat yang pernah dirasakan seumur hidup, seperti tertimpa gajah atau lemari. Kadang disertai keringat dingin, mual, muntah, berdebar, sesak napas mendadak, dan pandangan gelap. Apabila dalam 12 jam sejak nyeri dada itu terjadi datang ke RS untuk memperoleh pertolongan, otot jantung yang terkena serangan jantung bisa pulih. Namun, apabila lewat dari 12 jam, otot jantung biasanya sudah mengalami kerusakan permanen. Jantung dan saraf berbeda dengan jaringan tulang yang mempunyai kemampuan untuk memperbaiki dirinya. Jantung apabila rusak karena serangan jantung atau saraf apabila rusak karena stroke, tidak bisa memperbaiki dirinya lagi. Oleh karena itu, pencegahan merupakan jalan terbaik apabila berbicara mengenai stroke dan serangan jantung.”
Pencegahan yang dilakukan adalah perubahan gaya hidup. “Perubahan gaya hidup menjadi nomor 1 untuk penyakit tidak menular, salah satunya darah tinggi dan jantung. Komponen perubahan gaya hidup secara umum, yaitu berhenti merokok, pola makan yang bergizi dan bervariasi, serta berolahraga. Obat dewa untuk semua penyakit tidak menular adalah olahraga.”
Dokter Siska menganjurkan agar orang berusia di atas 40 tahun dengan hipertensi atau ada riwayat serangan jantung menghindari olahraga yang bersifat kompetitif, model yang mau menang seperti tenis, basket, dan futsal karena olahraganya tidak seberapa berat, tetapi rasa ingin menang, emosi atau kesal dapat meningkatkan adrenalin berkali-kali lipat yang berpotensi memberatkan kerja jantung. Olahraga yang jelas aman adalah jalan kaki, renang, dan bersepeda. Intensitasnya disesuaikan dengan kemampuan individu masing-masing. Lakukan olahraga 3—5 kali per minggu dengan durasi 30 menit setiap latihan karena jantung membutuhkan waktu untuk memperoleh manfaat dari olahraga yang kita lakukan. Kita harus melakukan olahraga yang benar-benar kita niatkan, bukan sekadar aktivitas fisik di rumah atau berjalan menuju tempat kerja. Olahraga yang diniatkan ini akan mengeluarkan hormon endorfin yang berbeda dari aktivitas fisik biasa yang mengeluarkan adrenalin dan dopamin. Meningkatnya hormon endorfin akan mengurangi depresi. Dilansir dari gooddoctor.co.id, meski termasuk dalam gangguan mental, tapi ternyata depresi juga berpengaruh pada kesehatan jantung. Di mana depresi melepaskan hormon stres dan meningkatkan bahan kimia yang menyebabkan penyempitan arteri. Depresi juga berdampak pada gaya hidup, seperti pola makan. Makan makanan tidak sehat dapat memperburuk kondisi kesehatan, apalagi ditambah tidak berolahraga.
Selain kesehatan mental, COVID-19 juga berpengaruh pada kesehatan jantung. “Virus yang tadinya menyerang paru-paru, bisa secara langsung menyerang jantung atau bisa mencetuskan suatu serangan jantung karena kondisi infeksi sistemik atau infeksi yang berat, jelas dr. Siska. Dengan kata lain, terkena COVID-19 bisa mencetuskan masalah jantung yang sebelumnya tidak ada atau memperparah masalah jantung yang sebelumnya sudah ada.