Share This Article
Kanker, penyakit ginjal kronis, penyakit jantung, obesitas, hipertensi hingga diabetes tipe 2 adalah sejumlah penyakit yang berisiko tinggi terkena COVID-19.
Tapi bagaimana dengan pasien hepatitis B? Apakah juga berisiko tinggi terkena COVID-19? Berikut penjelasannya.
Apa itu hepatitis B?
Hepatitis B adalah terjadinya peradangan pada liver atau hati. Peradangan tersebut disebabkan oleh hepatitis B virus (HBV). Jika tak ditangani dengan cepat, kondisi ini dapat memburuk dan berkembang menjadi gagal hati, kanker dan komplikasi lain.
Tidak cuma dapat mengancam jiwa, hepatitis B juga menular. Penularan terjadi melalui darah, kontak pada luka terbuka atau cairan tubuh orang yang memiliki virus hepatitis B.
Uniknya, jika seseorang terkena penyakit ini saat dewasa ada kemungkinan untuk disembuhkan. Sementara jika sudah memiliki kondisi ini sejak lahir, maka kemungkinan hilang sangat kecil.
Seperti apa gejala hepatitis B?
Tidak semua orang dengan hepatitis B langsung menunjukkan gejala. Bisa saja gejala baru muncul setelah 1 hingga 6 bulan terinfeksi HBV. Berikut adalah gejala-gejala hepatitis B:
- Jaundice (ditandai dengan bagian putih mata menjadi kuning dan kencing berubah menjadi coklat atau oranye)
- Kotoran berwarna terang
- Demam
- Kelelahan yang berlangsung selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan
- Kehilangan nafsu makan, mual, dan muntah
- Sakit perut
Bagaimana mengobati hepatitis B?
Umumnya setelah didiagnosis hepatitis B, dokter akan memberikan vaksin dan suntikan globulin imun hepatitis. Protein ini meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan membantu melawan infeksi virus. Selain itu, dokter akan meresepkan obat-obatan untuk hepatitis B, seperti:
- Entecavir (Baraclude)
- Tenofovir (Viread)
- Lamivudine (3tc, Epivir A / F, Epivir HBV, Heptovir)
- Adefovir dipivoxil (Hepsera)
- Interferon alfa (Intron A, Roferon A, Sylatron)
Apa yang terjadi jika seorang pasien hepatitis B tertular COVID-19?
Dilansir dari CDC hingga saat ini belum ada informasi resmi mengenai kaitan hepatitis B dengan COVID-19. Namun, orang lanjut usia dengan kondisi medis serius, termasuk dengan penyakit hati, mungkin berisiko lebih tinggi.
Sebuah penelitian pada pasien COVID-19 yang memiliki riwayat hepatitis B mengungkapkan, bahwa COVID-19 menyebabkan perubahan status mental dan peningkatan level enzim hati.
Ini menunjukkan hati mungkin menjadi organ target COVID-19 dan pasien dengan fungsi hati yang tidak normal cenderung memiliki risiko lebih tinggi terinfeksi.
Bagaimana pasien hepatitis B mencegah COVID-19
Meski belum diketahui pasti apakah COVID-19 dapat memperparah kondisi pasien hepatitis B, namun tetap perlu dilakukan pencegahan penularan virus corona. Langkah-langkah yang perlu dilakukan antara lain:
- Jika kamu dalam pengobatan hepatitis B atau hepatitis C, tetap menjalankan pengobatan seperti biasa.
- Pastikan stok obat mencukupi, sehingga mengurangi frekuensi keluar rumah untuk membeli obat. Ini juga dapat melindungi dari penularan.
- Selain menjalani pengobatan seperti biasa, kamu juga haru melakukan protokol kesehatan yang telah ditetapkan.
- Protokol kesehatan yang umum dilakukan adalah rajin mencuci tangan setidaknya 20 detik dengan sabun dan air mengalir.
- Gunakan masker saat berada di luar rumah.
- Hindari kerumunan dan selalu menjaga jarak.
- Serta rutin membersihkan barang-barang yang sering disentuh, menggunakan desinfektan.
- Pasien hepatitis B juga harus mempertahankan gaya hidup sehat, agar kondisi kesehatan tetap terkontrol.
Apa yang harus dilakukan jika menunjukkan gejala COVID-19?
Gejala umum COVID-19 antara lain:
- Demam
- Batuk kering
- Nyeri tubuh
- Sesak napas
Jika kamu mengalami gejala-gejala tersebut, segera hubungi petugas medis untuk mendapatkan bantuan. Kamu perlu melakukan isolasi untuk mencegah penularan COVID-19.
Konsultasi lengkap seputar COVID-19 di Klinik Lawan COVID-19 dengan mitra dokter kami. Yuk, klik link ini untuk download aplikasi Good Doctor!