Share This Article
Demam batuk dan kelelahan adalah ciri-ciri umum dari COVID-19. Selain itu, sakit tenggorokan, nyeri badan serta kehilangan kemampuan mencium juga menjadi gejala lain yang seringkali muncul pada pasien COVID-19.
Sementara pada kondisi yang serius, gejala akan muncul seperti sesak napas, tidak bisa bicara, kehilangan mobilitas atau merasa linglung dan nyeri dada.
Ciri-ciri tersebut secara resmi dikeluarkan oleh World Health Organization (WHO) untuk diketahui secara global. Namun bagaimana dengan hidung tersumbat, apakah benar akan menjadi gejala baru COVID-19?
Munculnya permintaan menambah daftar gejala COVID-19
Sebuah surat terbuka ditujukan untuk penasihat medis senior, Susan Hopkins dan untuk kepala petugas medis Inggris, Chris Whitty. Surat tersebut dituliskan oleh Alex Sohal, seorang dokter umum mengenai pengalamannya berinteraksi dengan pasien COVID-19.
Dilansir dari The BMJ, Alex Sohal meminta adanya peninjauan ulang untuk mengenali gejala awal atau gejala ringan pada pasien COVID-19. Karena menurutnya ada beberapa gejala lain berkaitan dengan COVID-19, tapi belum dikategorikan gejala COVID-19 oleh WHO.
Sebagai seorang dokter, Alex rutin meninjau kondisi pasien dengan keluhan hidung tersumbat, hidung meler, sakit tenggorokan, sakit kepala, kelelahan, mialgia dan suara serak, yang kemudian ternyata positif COVID-19.
Gejala-gejala tersebut seolah membuat pasien tidak waspada pada COVID-19. Mereka tidak mengisolasi diri, padahal mungkin saja mereka positif COVID-19 dan dapat menularkan orang lain.
Peninjauan ulang gejala agar mengurangi penularan COVID-19
Dalam surat terbuka Alex Sohal juga dituliskan, jika kampanye publisitas di Inggris hanya berfokus pada gejala COVID-19 seperti batuk, demam dan hilangnya kemampuan mencium dan merasa sebagai gejala yang harus diwaspadai.
Ini membuat beberapa pasien dengan gejala seperti hidung tersumbat atau hidung meler tidak memikirkan kemungkinan COVID-19. Lagipula, hanya orang dengan gejala batuk, demam dan hilangnya kemampuan mencium atau merasa yang dapat melakukan tes COVID-19.
Dengan menambahkan hidung tersumbat atau hidung meler sebagai salah satu gejala COVID-19, pencegahan dapat dilakukan secara luas. Namun belum ada tanggapan lebih lanjut mengenai permintaan tersebut.
Perhatian untuk kasus COVID-19
Diperkirakan ada delapan juta orang di Inggris yang tetap harus bekerja di luar rumah. Mereka adalah orang-orang dengan pekerjaan yang berhubungan dengan publik.
Orang-orang tersebut mungkin tidak merasa was-was saat mengalami hidung tersumbat atau meler. Mereka juga tidak mewaspadai adanya gejala ringan. Sehingga penting untuk menginformasikan kepada siapa saja bahwa mereka bisa saja positif COVID-19.
Karena itu Alex Sohal, sebagai dokter umum sekaligus dosen senior di Queen Mary University London, meminta peninjauan untuk mengubah definisi kasus COVID-19 di Inggris dan memasukkan hidung tersumbat dan meler sebagai gejalanya.
Perlu juga diberikan penyuluhan pada orang-orang yang masih bekerja di luar rumah bahwa tidak boleh mengabaikan gejala ringan. Bukan cuma batuk, demam atau kehilangan kemampuan mencium atau merasa, tetapi semua gejala yang mungkin muncul tetap harus diwaspadai.
Kasus COVID-19 di Inggris
Pandemi COVID-19 di Inggris masih terjadi, sama seperti di negara lainnya. Menurut data dari situs resmi pemerintah Inggris, per 4 Februari 2021, total ada 3.892.452 orang yang dinyatakan positif COVID-19.
Seperti negara lainnya juga. Inggris berusaha untuk menekan penambahan kasus tersebut. Selain dengan pembatasan kegiatan, Inggris juga melakukan vaksinasi untuk mencegah penularan COVID-19.
Hingga 4 Februari 2021, tercatat ada 10.490.487 orang yang sudah menerima vaksin COVID-19 dosis pertama dan sebanyak 501.957 orang sudah menerima dosis kedua. Pemberian vaksin masih akan terus dilanjutkan sesuai yang ditargetkan pemerintah.
Munculnya mutasi baru
Sementara itu, di lain sisi, masyarakat Inggris juga masih harus berhati-hati dengan temuan-temuan baru mutasi virus penyebab COVID-19.
Mutasi terbaru di Inggris itu disebut E848K, yang sudah terdeteksi sebelumnya di Afrika Selatan. Di Inggris sendiri, E484K sudah ditemukan beberapa wilayah. Kasus terkonfirmasi sejauh ini ada 11 di Bristol dan 32 di Liverpool.
Dilansir dari BBC, penelitian perlu terus dilakukan untuk memantau mutasi, karena virus akan terus bermutasi dan berubah. Karena itu perlu dilakukan aturan lockdown yang harus dipatuhi sepenuhnya.
“Jika tidak virus bukan cuma akan menyebar, tapi juga berkembang,” ujar dokter Julian Tang, ahli virus dari Universitas Leicester.
Konsultasi lengkap seputar COVID-19 di Klinik Lawan COVID-19 dengan mitra dokter kami. Yuk, download aplikasi Good Doctor di sini!