Share This Article
Setelah vaksin COVID-19 dijalankan, Amerika Serikat melakukan pemantauan keamanan vaksin mulai 14 Desember 2020 hingga 13 Januari 2021. Hasilnya, dari dua jenis vaksin yang digunakan, yaitu Pfizer BioNTech dan Moderna, tidak ada masalah serius yang terdeteksi.
Namun, ada temuan unik bahwa wanita cenderung merasakan efek samping yang lebih kuat setelah penyuntikan vaksin, dibanding pria. Seperti apa efek tersebut dan bagaimana menurut ahli? Berikut penjelasan selengkapnya.
Wanita merasakan efek samping yang lebih kuat setelah vaksin COVID-19
Pasangan suami istri Shelly dan Scott Blomgern. Keduanya, bercerita kepada Healthline tentang pengalaman mereka sebagai orang yang menerima vaksin COVID-19 pada Januari 2021 lalu.
Setelah menerima suntikan kedua, Shelly mengatakan suaminya baik-baik saja. Sementara dirinya merasakan efek samping yang cukup kuat selama dua hari.
“Saya merasakan sakit badan terburuk selama hidup saya,” kata Shelly. Sakit badan itu juga disertai dengan demam, menggigil dan kelelahan. Sementara suaminya baik-baik saja, hanya menggigil yang tak seberapa.
Untungnya, dua hari kemudian Shelly dan suaminya sudah kembali pulih dari efek samping vaksin. Apa yang dialami oleh Shelly bukan hal yang aneh karena ternyata, sebuah laporan mencatat jika vaksin COVID-19 memang lebih memengaruhi wanita dibanding pria.
Hasil laporan pemantauan keamanan vaksin
Centers for disease control and prevention (CDC) atau pusat pengendalian dan pencegahan penyakit Amerika Serikat merilis laporan pemantauan pemberian vaksin yang dilakukan pada 14 Desember 2020 hingga 13 Januari 2021. Selama periode tersebut sebanyak 13.794.904 dosis vaksin telah diberikan di Amerika Serikat.
Dari pemberian vaksin Pfizer BioNTech dan Moderna, faktanya 79 persen laporan efek samping dialami oleh wanita. Padahal hanya 61 persen dari total vaksin yang diberikan kepada wanita.
Namun menurut ahli, walau angka efek samping yang dialami wanita tergolong tinggi, hal tersebut tidak mengkhawatirkan. Justru itu dapat menjadi tanda sistem kekebalan tubuh membangun imunitas yang lebih baik.
Di lain sisi, laporan efek samping bisa lebih tinggi karena wanita cenderung melaporkan efek samping atau mencari bantuan medis, dibandingkan pria.
Kata ahli tentang efek samping vaksin COVID-19 pada wanita
Para ahli menduga, wanita memiliki kadar estrogen yang membantu mengaktifkan respons kekebalan terhadap penyakit, terlebih pada wanita premenopause.
Sebaliknya, pria memiliki hormon testosteron yang lebih banyak. Hormon ini justru agak memperlambat respons kekebalan terhadap suatu penyakit.
Mudahnya, tubuh wanita memiliki respons yang lebih kuat dan cepat mengaktifkan kandungan yang dibawa oleh vaksin ke dalam tubuh. Kondisi ini bukan hanya terjadi pada vaksin COVID-19.
“Pada wanita, ada respons sehat dan lebih kuat terhadap banyak vaksin,” kata Dr. Larry Schlesinger, presiden dan kepala eksekutif Texas Biomedical Research Institute di San Antonio.
Di masa lalu, wanita juga menunjukkan respons yang lebih kuat saat diberikan vaksin demam kuning, DPT, influenza dan penyakit lainnya.
Menurut Larry Schlesinger, estrogen adalah faktor yang mendorong tubuh memproduksi sel reaktor yang melindungi wanita, saat vaksin diperkenalkan di dalam tubuh. Itu sebabnya respons wanita terlihat lebih kuat.
Apakah ini hal yang perlu diwaspadai?
Ini adalah tantangan yang sesungguhnya, karena perlu menyampaikan adanya efek samping yang lebih kuat pada wanita tanpa menimbulkan kekhawatiran. Karena sebenarnya efek samping yang timbul adalah tanda yang baik dari tubuh.
Para ahli berharap, munculnya informasi tentang efek samping yang kuat pada wanita tidak memengaruhi orang-orang untuk mendapatkan vaksin COVID-19. Karena bagaimanapun, vaksin harus dilakukan.
“Penyakit COVID-19 dapat menyebabkan komplikasi serius bahkan kematian. Vaksinasi adalah alat pencegahan yang penting untuk melawan penularan dan komplikasi,” kata Julianne Gee, MPH, petugas medis di kantor keamanan imunisasi CDC.
Vaksin tetap harus dilakukan
Sepakat dengan Julianne Gee, DR, William Schaffner, seorang ahli penyakit menular dan profesor di Vanderbilt University School of Medicine di Tennessee mengatakan vaksin tetap harus berjalan.
William Schaffner ingin wanita memahami bahwa memang ada perbedaan respons setelah mendapatkan suntikan vaksin. Tetapi, seharusnya hal tersebut bukan menjadi alasan untuk para wanita menolak pemberian vaksin.
Pertimbangannya adalah, efek yang kuat mungkin akan dirasakan. Tetapi itu hanya bersifat sementara dan sebagian besar hilang dalam 24 jam. Sementara tanpa vaksin, ancaman tertular COVID-19 bisa menyebabkan seseorang dalam kondisi gawat darurat, bahkan kematian.
Vaksin adalah pilihan efektif, di mana selain untuk memulihkan kondisi juga dapat memberikan perlindungan jangka panjang dari penularan COVID-19. Jangan ragu untuk mendapatkan vaksin COVID-19, ya.
Konsultasi lengkap seputar COVID-19 di Klinik Lawan COVID-19 dengan mitra dokter kami. Yuk, klik link ini untuk download aplikasi Good Doctor!