Share This Article
Langkah-langkah untuk mencegah penyebaran virus COVID-19 tengah diupayakan oleh pemerintah salah satunya dengan menciptakan vaksin hasil buatan anak bangsa. Vaksin ini disebut sebagai vaksin Nusantara dan berikut deretan fakta yang harus kamu ketahui.
Fakta-fakta vaksin Nusantara
1. Awal mula vaksin Nusantara
Perlu kamu ketahui terlebih dahulu, bahwa vaksin ini digarap oleh PT Rama Emerald Multi Sukses. Walaupun teknologi dendritik didapat dari kerja sama dengan AIVITA Biomedical Inc. asal California, AS.
Namun, produksi dan distribusinya dilakukan secara mandiri, yaitu mengandalkan alat dan bahan yang dipasok sendiri.
Vaksin Nusantara ini terdiri dari peneliti di RSUP dr Kariadi Semarang, Universitas Diponegoro (Undip), Universitas Sebelas Maret (UNS), dan UGM. Tim UGM diketahui kemudian mengundurkan diri, dikutip dari Tirto.id.
Awalnya, vaksin ini diberi nama Joglosemar dan disebut-sebut telah mendapat dukungan dari mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
Melansir penjelasan dari laman Voi, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) turut serta membiayai penelitian Vaksin Nusantara yang dikembangkan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, khususnya untuk uji klinis tahap pertama.
2. Tim UGM mengundurkan diri
Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM mengajukan pengunduran diri dari tim penelitian uji klinis vaksin sel dendritik SARS-Cov-2 atau Vaksin Nusantara.
FK-KMK UGM merasa dicatut namanya karena tak pernah dilibatkan dalam penelitian vaksin yang diinisiasi oleh mantan Menkes Terawan Agus Putranto.
Surat pengunduran diri yang ditujukan kepada Menteri Kesehatan menyebutkan alasan pengunduran diri FK-KMK UGM. Alasannya, para peneliti sejauh ini tidak dilibatkan dalam proses uji klinis, termasuk dalam penyusunan protokol.
3. Vaksin Nusantara menggunakan metode sel dendritik
Dalam wawancara Metro TV dengan peneliti vaksin Nusantara, Yetty Movieta Nency menuturkan vaksin ini dikembangkan dengan berbasis sel dendritik autolog. Vaksin ini menggunakan komponen dari sel darah putih.
Dengan menggunakan metode ini, pemberian vaksin bertujuan untuk merangsang respons sistem kekebalan tubuh, khususnya antigen spike dari SARS CoV-2.
Sel dendritik yang telah mengenali antigen akan diinjeksikan ke dalam tubuh. Ini akan memicu sel-sel imun lain untuk membentuk sistem pertahanan memori demi melawan virus Corona.
Diketahui bahwa prosedurnya vaksin ini dari subjek akan diambil darahnya, sel darah putihnya, beserta sel dendritiknya. Kemudian di dalam laboratorium dikenalkan dengan recombinan dari virus SARS CoV-2.
Setelah proses pengenalan tersebut, sel dendritiknya menjadi lebih pintar untuk bisa mengenali. Selain itu, sel ini sudah tahu bagaimana mengantisipasi virus di dalam tubuh, dan kemudian akan disuntikkan kembali.
4. Diklaim sebagai vaksin dengan metode sel dendritik pertama di dunia
Metode pengembangan vaksin dengan sel dendritik ini diklaim sebagai metode pertama di dunia.
Namun, selama ini teknologi sel dendritik masih dilakukan untuk pengobatan kanker melalui teknik rekombinan dengan mengambil sel. Lalu dikembangkan di luar tubuh, sehingga dengan teknik tersebut, dapat dihasilkan vaksin.
Dalam dunia medis, sel dendritik adalah sel imun yang menjadi bagian dari sistem imun tubuh. Dimana proses pengembangbiakan vaksin COVID-19 dengan sel dendritik akan terbentuk antigen khusus, kemudian membentuk antibodi.
Kemudian, vaksin ini juga diklaim akan memberikan sistem kekebalan dalam waktu yang lama. Pasalnya, vaksin ini menggunakan ramuan serum darah dari masing-masing individu.
5. Vaksin Nusantara telah melalui uji klinis tahap 1
Vaksin Nusantara ini juga sudah dilakukan terhadap 27 relawan dalam uji klinis fase 1. Selama berlangsungnya uji klinis fase 1 tidak ada keluhan usai vaksinasi dari para relawan dan telah selesai pada akhir Januari 2021.
Baca juga: Ketentuan Baru Kemenkes: Pemberian Vaksin COVID-19 untuk Lansia dan Ibu Menyusui
6. Alasan BPOM belum beri izin untuk vaksin Nusantara
Penny K Lukito selaku Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebut vaksin Nusantara tidak melalui uji praklinis terhadap binatang. Namun, langsung masuk uji klinis I hanya terhadap manusia.
Alasan ini yang membuat BPOM tak segera mengeluarkan perizinan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis II terhadap vaksin Nusantara.
Oleh sebab itu, BPOM perlu mengumpulkan bukti ilmiah sevalid mungkin agar kemudian bisa memberikan perizinan untuk vaksin Nusantara ini.
Menurut CNN Indonesia, juru bicara vaksinasi dari BPOM, Lucia Rizka Andalusia menjelaskan bahwa BPOM telah mengetahui dengan metode dendritik.
Namun, djelaskan bahwa dendritik biasanya hanya digunakan untuk penyakit kanker, bukan untuk virus baru seperti COVID-19.
Disebutkan juga BPOM ingin memastikan terhadap tim peneliti, bahwa seluruh tahapan klinis penelitian dan pengembangan vaksin harus sudah terlaksana sesuai standar operasional prosedur.
Konsultasi lengkap seputar COVID-19 di Klinik Lawan COVID-19 dengan mitra dokter kami. Yuk, klik link ini untuk download aplikasi Good Doctor!