Share This Article
Salah satu faktor yang memengaruhi peningkatan angka positif penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) adalah rasa aman yang palsu. Kondisi inilah yang membuat orang percaya diri untuk keluar rumah dan berkumpul sekalipun masih dalam masa pandemi.
Kejadian rasa aman palsu yang berkembang di masyarakat ini terjadi di berbagai belahan dunia. Padahal, hingga saat ini, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat saja masih menyebut interaksi di luar ruangan masih berisiko menularkan virus.
Kasus di Indonesia
Kantor nasional Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Indonesia menyebut salah satu rasa aman palsu yang terjadi di Indonesia adalah hasil rapid test COVID-19 yang dijadikan rujukan untuk melakukan penerbangan.
Dilansir The Jakarta Post, WHO tidak merekomendasikan tes antibodi itu sebagai persyaratan untuk melakukan perjalanan udara. Alasan lainnya adalah akurasi dari hasil tes yang rendah sehingga hasil non reaktif itulah yang menghasilkan rasa aman palsu.
WHO menyarankan agar setiap orang yang hendak melakukan perjalanan lebih baik menguatkan protokol kesehatan. “Dan yang terpenting orang yang tidak sehat jangan bepergian dulu,” ucap WHO professional officer, Dina Kania.
WHO sendiri secara resmi sudah menerbitkan scientific brief pada tanggal 8 April yang menyebut mereka tidak merekomendasikan jenis tes ini untuk kebutuhan penanganan pasien. Dan rasa aman palsu bisa timbul karena jenis tes ini sehingga orang lupa akan protokol kesehatan.
Rasa aman palsu ditinjau dari aspek psikologis
Dilansir Kompas.com, Psikolog Adityana Kasandra menilai rasa aman palsu yang membuat masyarakat yakin untuk keluar rumah disebabkan oleh tiga hal sebagai berikut:
- Euforia setelah masa karantina: Masyarakat tidak mampu mengendalikan emosi setelah sekian lama harus menjalani isolasi mandiri
- Kehilangan sense of crisis: Sejak awal memang sudah tidak percaya terhadap COVID-19
- Tidak paham masalah pandemi: Masalah ini diperparah dengan keadaan finansial yang membuat masyarakat lebih takut putus rantai kehidupan daripada harus menjalankan prosedur COVID-19
Perlu komunikasi yang kuat dari pemerintah
Untuk mengatasi masalah rasa aman palsu ini, pemerintah selaku otoritas tertinggi diminta untuk memperkuat komunikasi terkait pandemi ini. Salah satunya adalah menjelaskan bahaya, efek dan skala COVID-19 ini pada masyarakat.
Hal itu disampaikan grup masyarakat sipil sebagaimana dilansir Tempo.co, yang menamakan diri mereka sebagai Indonesian People’s Society Against COVID-19. Grup ini terdiri dari beberapa epidemiolog dan organisasi sosial lainnya.
Grup tersebut secara khusus meminta agar pemerintah melakukan komunikasi yang jujur dan transparan dan memberi tahu realitas terkait krisis COVID-19 yang terjadi demi menghindari rasa aman yang palsu bagi masyarakat.
Kisah hampir serupa dari Inggris
Serupa tapi tidak sama, rasa aman palsu juga terjadi di Inggris yang melibatkan penerbangan udara. Akan tetapi, di negara ini rasa aman palsu terjadi karena tes COVID-19 yang dilakukan di bandara terhadap orang yang baru mendarat.
Dilansir BBC.com, hasil tes tersebut diperlukan untuk memangkas waktu karantina terhadap para traveller yang tiba di bandara. Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson dalam laman tersebut mengatakan kalau tes itu hanya dapat mengidentifikasi 7 persen kasus COVID-19.
Sisa 93 persennya adalah rasa aman palsu dan percaya diri yang tercipta akibat hasil tes di bandara. Untuk itu, dia tidak setuju usulan pemangkasan waktu karantina terhadap orang yang baru bepergian hanya berdasar hasil tes tersebut.
“Sistem karantina yang sudah ada harus tetap menjadi bagian penting dari langkah kita dalam melawan COVID-19,” Kata Boris Johnson dalam laman tersebut.
Jadi apa yang harus dilakukan?
Cara paling mudah untuk memutus rantai penyebaran penyakit ini adalah dengan sebisa mungkin menghindari kontak dengan banyak orang. Tapi jika kamu harus keluar rumah, CDC menyarankan kamu tetap menjalankan protokol pencegahan pribadi.
Beberapa hal yang wajib kamu pakai adalah masker, dan sebisa mungkin bawa tisu serta hand sanitizer dengan kandungan alkohol minimal 60 persen. Selain itu, pahami beberapa hal berikut ini ketika kamu harus keluar rumah:
- Memahami potensi dan risiko jika keluar rumah, termasuk terpapar COVID-19
- Pahami bahwa kontak dekat dengan orang lain akan meningkatkan risiko penularan
- Tetap di rumah jika kamu sakit
Demikianlah penjelasan tentang rasa aman palsu yang berkembang pada saat pandemi ini. Sekiranya kamu tetap bisa tinggal di rumah jika tidak ada keperluan yang mendesak yang membuat kamu harus keluar rumah, ya!
Konsultasikan masalah kesehatan Anda dan keluarga melalui Good Doctor dalam layanan 24/7. Mitra dokter kami siap memberi solusi. Yuk, download aplikasi Good Doctor di sini!