Share This Article
Pada dasarnya, COVID-19 adalah penyakit akibat infeksi virus yang menyerang pernapasan dan dapat menyebabkan kerusakan saraf. Meski demikian, COVID-19 diketahui juga dapat memengaruhi bagian tubuh lainnya.
Kerusakan bagian tubuh ini biasanya terjadi ketika gejala COVID-19 berlanjut cukup lama setelah fase akut berlalu, atau disebut long COVID-19.
Nah, untuk mengetahui bahaya akibat long COVID-19 lainnya, yuk simak penjelasannya berikut.
Baca juga: Beredar Permen Jahe yang Diklaim Bisa ‘Melarutkan’ Virus COVID-19, Hoax atau Fakta?
Bagaimana gejala long COVID–19?
Dilansir Science Direct, gejalanya dapat mencakup dada sesak, batuk, kelelahan, jantung berdebar, sesak napas, nyeri otot, atau kesulitan fokus. Peneliti juga mencatat bahwa COVID-19 menyebabkan gejala neurologis.
Beberapa gejala neurologis yang dimaksud meliputi sakit kepala, kehilangan rasa atau penciuman, mati rasa, pusing, dan nyeri karena masalah pada sistem saraf. Setidaknya, 1 dari 10 orang yang terinfeksi COVID-19 akan mengembangkan long COVID-19.
Meskipun tidak yakin akan bahaya long COVID-19, namun virus SARS-CoV-2 diketahui dapat mempengaruhi sistem saraf. Karena itu, long COVID-19 kini telah dikaitkan dengan efek baru, yakni rusaknya saraf kornea pada mata.
Benarkah long COVID-19 menyebabkan kerusakan saraf kornea mata?
Menurut studi baru di British Journal of Ophthalmology, orang yang mengembangkan gejala neurologis setelah infeksi menunjukkan kehilangan serat saraf kecil di kornea.
Terlebih lagi, tingkat kerusakan serat saraf berkaitan dengan keparahan gejala COVID-19 yang diderita.
Penelitian telah dilakukan untuk menganalisis kerusakan serat saraf pada kornea mata dan menghubungkannya dengan neuropati serta fibromyalgia. Untuk menganalisis kornea, para peneliti menggunakan proses yang disebut mikroskop confocal kornea.
Selain mengungkapkan kerusakan serat saraf, metode ini juga akan menunjukkan tingkat sel dendritik.
Perlu diketahui, para peneliti sebelumnya telah menemukan bahwa peningkatan sel-sel memiliki hubungan dengan neuropati diabetes dan multiple sclerosis.
Rayaz Malik dari Departemen Kedokteran di Weill Cornell Medicine-Qatar, Doha, mengatakan jika gejala long COVID-19 belum sepenuhnya dipahami. Long COVID-19 umumnya berkembang pada sekitar satu dari 10 orang setelah pemulihan COVID-19.
Gejala utama long COVID-19 selama infeksi akut adalah pernapasan dan kardiovaskular. Namun, setelah infeksi COVID-19 akut, biasanya gejala neuropati dan muskuloskeletal akan mendominasi.
Studi lain mengenai kerusakan saraf akibat long COVID-19
Studi terkontrol dilakukan dengan merekrut 40 orang yang telah menderita COVID-19 selama 1 sampai 6 bulan terakhir dan 30 orang bertindak sebagai kontrol.
Para peneliti meminta 40 orang yang telah pulih dari COVID-19 untuk mengisi kuesioner guna mengidentifikasi gejala pada 4 dan 12 minggu.
Kuesioner ini mencakup gejala umum serta gejala pernapasan, psikologis, muskuloskeletal, neurologis, gastrointestinal, hidung, telinga, tenggorokan, dan kulit. Semua peserta juga menjalani mikroskop confocal kornea.
Dari studi ini, para peneliti menemukan bahwa peserta yang melaporkan gejala neurologis pada 4 minggu memiliki lebih banyak kerusakan serat saraf dan peningkatan sel dendritik daripada peserta kontrol.
Sementara itu, peserta yang telah pulih dari COVID-19 tetapi tidak melaporkan gejala neurologis memiliki serabut saraf serupa dengan kelompok kontrol. Namun, para peneliti menemukan bahwa peserta tersebut juga mengalami peningkatan kadar sel dendritik.
Secara lebih umum, para peneliti menemukan korelasi kuat antara hasil kuesioner terkait long COVID-19 dan kerusakan saraf kornea. Meskipun begitu, Malik mengatakan bahwa temuan ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mengonfirmasi dan memperluas temuan awal.
Baca juga: Minum Es Setelah Vaksinasi COVID-19, Boleh atau Tidak?
Konsultasi lengkap seputar COVID-19 di Klinik Lawan COVID-19 dengan mitra dokter kami. Yuk, klik link ini untuk download aplikasi Good Doctor!