Share This Article
Penyebaran COVID-19 saat ini sudah semakin cepat sehingga penanganan infeksinya juga ditingkatkan. Selain menggunakan obat-obatan, terdapat cara lain yang dilakukan untuk mengatasi COVID-19 yakni terapi IVIG.
IVIG sendiri merupakan terapi COVID-19 yang bisa didapatkan, namun harganya masih relatif mahal. Nah, untuk mengetahui lebih lanjut mengenai terapi COVID-19 dengan IVIG yuk simak penjelasannya berikut.
Baca juga: Daftar Makanan yang Perlu Dikonsumsi Sebelum dan Sesudah Vaksinasi COVID-19
Apa itu IVIG?
Dilansir American College of Rheumatology, Intravenous Immunoglobulin atau IVIG adalah pengobatan terapi untuk pasien dengan defisiensi antibodi. Obat terapi ini dibuat dari kumpulan imunoglobulin atau antibodi plasma ribuan donor sehat.
Imunoglobulin dibuat oleh sistem kekebalan orang sehat untuk tujuan melawan infeksi. Meskipun IVIG berasal dari plasma atau produk darah, namun sangat murni sehingga kemungkinan tertular infeksi melalui darah sangat rendah.
IVIG bekerja dengan berbagai cara untuk mencegah tubuh menyerang dirinya sendiri dan mengurangi beberapa jenis peradangan dalam tubuh. Hal ini dianggap aman untuk digunakan selama kehamilan dan menyusui.
Mengapa harga terapi IVIG mahal?
Dikutip dari IDX Channel, terdapat daftar harga eceran tertinggi atau HET untuk jenis pengobatan COVID-19 dengan terapi IVIG.
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin memberikan beberapa keterangan harga dari terapi ini, yaitu IVIG 5 persen 50ml infus memiliki HET Rp3.262.300, IVIG 10 persen 25ml dengan HET Rp3.965.00, dan IVIG 10 persen 50ml dengan HET Rp6.174.900.
Dari fakta ini, Dokter Relawan COVID-19, Muhammad Fajri Adda’i memberikan penjelasan mengenai alasan mengapa IVIG bisa sangat mahal. Dokter Fajri menjelaskan bahwa IVIG merupakan kumpulan dari berbagai antibodi yang disusun oleh manusia.
Ia kemudian melanjutkan jika satu IVIG terdiri dari ribuan hingga puluhan donor. Karena alasan inilah, harga terapi IVIG bisa dibanderol mahal bahkan hingga mencapai jutaan rupiah.
Manfaat terapi IVIG dalam pengobatan COVID-19
IVIG pertama kali dilisensikan di Amerika Serikat pada 1980 dan merupakan terapi yang sangat efektif untuk pencegahan infeksi pada pasien dengan defisiensi imun primer serta sekunder.
Terapi IVIG telah digunakan untuk mengobati infeksi kronis, seperti infeksi parvovirus dengan komplikasi anemia. Saat ini, pengalaman penggunaan IVIG dalam pengobatan infeksi SARS-CoV-2 sangat terbatas.
Namun, terapi ini tetap dilakukan karena alasan modulasi inflamasi. Beberapa mekanisme anti-inflamasi IVIG dapat mengurangi respons inflamasi pada infeksi SARS-CoV-2 yang parah, termasuk adanya antibodi autoreaktif yang mengikat sitokin atau variabel antibodi lain.
Jika kamu mendapatkan IVIG, maka dapat membantu memperkuat sistem kekebalan sehingga mampu melawan infeksi dan tetap sehat. Cara mendapat IVIG adalah melalui infus yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah.
Kemudian, obat ini akan mengalir dari kantong melalui tabung ke lengan. Biasanya, terapi ini membutuhkan waktu sekitar 2 hingga 4 jam. Untuk hasil maksimal, kamu perlu menjalani perawatan setiap 3 hingga 4 minggu agar sistem kekebalan tetap terjaga dengan kuat.
Perlu diketahui, darah mungkin memecah sekitar setengah dari imunoglobulin selama periode sehingga kamu memerlukan dosis lain untuk terus melawan infeksi.
Dosis IVIG tergantung pada berat badan, di mana biasanya dosis awal standar adalah 400 hingga 600 mg/kg berat badan per bulan.
Adakah efek samping yang mungkin terjadi?
Kebanyakan orang mentolerir IVIG dengan baik, namun efek samping biasanya dapat pula terjadi. Beberapa efek samping bisa termasuk demam ringan, nyeri otot atau sendi, dan sakit kepala setelah infus.
IVIG terkadang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah yang berisiko meningkatkan serangan jantung atau stroke. Tak hanya itu, terapi juga bisa meningkatkan risiko pembekuan pada darah.
Jika kamu memiliki sakit kepala yang tidak membaik setelah minum obat, ada baiknya untuk segera menghubungi dokter. Dapatkan bantuan medis darurat apabila kamu mengalami gatal-gatal, perasaan sesak di dada, atau mengi.
Ketika efek samping dari IVIG sudah parah, kamu mungkin dapat beralih ke jenis perawatan lain yang disebut terapi immunoglobulin subkutan atau SCIG. Terapi dalam bentuk suntikan ini bisa didapatkan dengan jumlah kecil di bawah kulit baik seminggu sekali atau setiap beberapa hari.
Perlu diketahui, IVIG dapat memengaruhi bagaimana sistem kekebalan bereaksi setelah vaksinasi apapun dan membuat keefektifan vaksin berkurang. Untuk itu, sebaiknya hindari vaksinasi setidaknya enam minggu setelah menjalani IVIG.
Penggunaan obat anti-inflamasi non steroid atau NSAID, seperti ibuprofen dan obat penghilang rasa sakit harus diperhatikan baik-baik bersama dengan IVIG. Selalu periksa dengan dokter sebelum memulai pengobatan baru.
Baca juga: Benarkah Mencampur Vaksin COVID-19 Pfizer dan AstraZeneca Menghasilkan Antibodi yang Lebih Kuat?
Konsultasi lengkap seputar COVID-19 di Klinik Lawan COVID-19 dengan mitra dokter kami. Yuk, klik link ini untuk download aplikasi Good Doctor!