Share This Article
Saat ini badai sitokin pada pasien COVID-19 menjadi perbincangan hangat karena menimbulkan risiko kematian yang tinggi. Tetapi apakah benar setiap pasien COVID-19 akan mengalami badai sitokin? Lalu, orang dengan kondisi seperti apa yang rentan mengalami hal ini?
Apa itu badai sitokin?
Melansir penjelasan dari laman NCBI, badai sitokin adalah istilah umum yang digunakan untuk pelepasan sitokin maladaptif sebagai respons terhadap infeksi dan rangsangan lainnya.
Patogenesisnya kompleks tetapi mencakup hilangnya kontrol regulasi produksi sitokin proinflamasi, baik pada tingkat lokal maupun sistemik. Penyakit ini berkembang pesat, dan menimbulkan tingkat kematian yang cukup tinggi.
Beberapa bukti menunjukkan bahwa, selama epidemi penyakit COVID-19, penurunan kondisi yang cukup parah terjadi pada beberapa pasien juga telah dikaitkan erat dengan pelepasan sitokin yang tidak teratur dan berlebihan.
Gejala sindrom badai sitokin
Hal ini dapat menyebabkan banyak gejala yang berbeda. Terkadang ini hanya gejala ringan seperti flu. Di lain waktu, ini bisa parah dan mengancam jiwa. Gejala yang terjadi pada pasien biasanya meliputi:
- Demam dan kedinginan
- Kelelahan
- Pembengkakan ekstremitas
- Mual dan muntah
- Sakit otot dan sendi
- Sakit kepala
- Ruam
- Batuk
- Sesak napas
- Napas cepat
- Kejang
- Getaran
- Kesulitan mengkoordinasikan gerakan
- Kebingungan dan halusinasi
- Merasa lesu dan respons yang buruk.
Tekanan darah yang sangat rendah dan peningkatan pembekuan darah juga bisa menjadi tanda dari sindrom yang parah. Jantung mungkin tidak memompa sebaik biasanya.
Akibatnya, hal ini dapat memengaruhi beberapa sistem organ, berpotensi menyebabkan kegagalan organ dan kematian.
Orang dengan kondisi seperti apa yang paling rentan mengalaminya?
Dokter spesialis penyakit dalam, dr. Ceva Wicaksono Pitoyo, SpPD-KP menjelaskan bahwa hingga saat ini setelah dilihat dari beberapa kasus pada pasien COVID-19, kondisi badai sitokin ini banyak dialami orang yang berusia 55-65 tahun.
Jadi faktor usia sangat memengaruhi seseorang bisa mengalami badai sitokin atau tidak.
Orang yang berusia 55-65 tahun rentan mengalami badai sitokin kemungkinan karena semakin bertambahnya usia seseorang, kemampuan sel kekebalan tubuh untuk cerdas meregulasi respons imunnya akan semakin menurun.
Baca juga: Mengenal Badai Sitokin, Gangguan Imun yang Dialami Raditya Oloan
Cara mencegahnya pada pasien COVID-19
Menurut penjelasan dari laman Frontiers in Immunology, ada tiga tahap progresif pada infeksi SARS-CoV-2, yaitu:
- Infeksi awal
- Fase paru
- Fase hiper-inflamasi.
Kemudian perawatan yang dibutuhkan untuk mencegah terjadinya hal ini, dan tahap infeksi awal tanpa atau gejala ringan adalah periode kunci untuk pengobatan aktif dalam mengendalikan kerusakan lebih lanjut.
Obat antivirus yang menghambat transmisi virus dan menghancurkan replikasi virus dapat mengurangi kerusakan sel langsung yang disebabkan oleh COVID-19.
Kombinasi yang tepat dengan terapi imunoregulator menghambat respons inflamasi hiperaktif dapat menahan badai sitokin yang dipicu oleh virus.
Diketahui bahwa saat ini beberapa uji klinis telah dimulai untuk menyelidiki intervensi potensial dalam mengendalikannya pada pasien dengan COVID-19, terutama pada bagian penghambatan langsung sitokin dan terapi imunomodulator.
Bagi pasien COVID-19 yang mengalami gejala berat, khususnya menjalani perawatan di rumah sakit, akan dilakukan pemeriksaan sebelum pulang ke rumah termasuk sitokin. Hal itu dilakukan karena hal ini tidak muncul dalam waktu lama setelah pasien COVID-19 dinyatakan sembuh.
Pengobatan badai sitokin pada pasien COVID-19
Para peneliti secara aktif mengeksplorasi banyak terapi berbeda untuk mengobati sindrom ini pada pasien COVID-19.
Misalnya seperti dilansir dari Very Well Health, kineret (anakinra) adalah terapi biologis yang kadang-kadang digunakan untuk mengobati orang dengan rheumatoid arthritis dan kondisi medis lain yang dapat memengaruhi sistem kekebalan tubuh.
Terapi ini memblokir aktivitas sitokin spesifik yang dikenal sebagai interleukin 1 (IL-1). Kadang-kadang membantu orang dengan badai sitokin dari kondisi autoimun
Para peneliti saat ini sedang mempelajari apakah terapi ini dapat membantu orang sakit kritis dengan sindrom badai sitokin dari COVID-19.
Contoh lain adalah Actemra (tocilizumab), terapi biologis yang dapat digunakan untuk rheumatoid arthritis dan kondisi lainnya. Terapi ini memblokir aktivitas sitokin lain, interleukin 6 (IL-6).
Actemra sebelumnya digunakan untuk mengobati badai sitokin yang dihasilkan sebagai efek samping terapi seperti untuk leukemia.
Para ilmuwan saat ini sedang menyelidiki terapi ini, serta banyak intervensi potensial lainnya. Idealnya, beberapa terapi akan ditemukan untuk membantu mengekang efek tersebut, yang menyebabkan penurunan kematian akibat COVID-19.
Konsultasi lengkap seputar COVID-19 di Klinik Lawan COVID-19 dengan mitra dokter kami. Yuk, klik link ini untuk download aplikasi Good Doctor!