Share This Article
Selagi dunia masih sibuk mencari tahu bagaimana cara bertahan hidup di tengah pandemi COVID-19. Masih ada banyak pekerjaan rumah yang belum tuntas.
Salah satunya adalah tentang efek virus corona terhadap para penderita penyakit autoimun. Seiring dengan dimulainya beberapa penelitian tentang hal ini, para ahli mulai menemukan keterkaitan di antara keduanya. Ingin tahu seperti apa?
Baca juga: Daftar Makanan yang Wajib Dihindari Penderita Autoimun
Apakah penderita autoimun lebih rentan terkena COVID-19?
Masih belum jelas apakah memiliki penyakit autoimun secara otomatis membuat kamu berisiko tinggi mengalami komplikasi akibat virus corona. Namun, banyak sumber menunjukkan bahwa jawabannya adalah tidak, kecuali jika kamu:
- Menggunakan pengobatan imunosupresif
- Berusia di atas 60 tahun
- Memiliki penyakit bawaan berisiko tinggi seperti gangguan jantung atau obesitas.
Sejauh ini ada banyak penderita penyakit autoimun dan COVID-19 yang tidak menunjukkan gejala, atau hanya memiliki gejala ringan hingga sedang lalu pulih.
Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa ada juga beberapa mengalami flare-up, atau efek infeksi yang bertahan lama, dan dirawat di rumah sakit.
Daftar penyakit autoimun yang masuk risiko tinggi terkena komplikasi COVID-19
Dilansir dari Autoimmuneinstitute, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) merilis beberapa penyakit autoimun yang menunjukkan potensi peningkatan risiko komplikasi infeksi COVID-19:
- Miokarditis autoimun
- Sindrom Dressler
- Endokarditis bakterial subakut
- Sarkoidosis jantung
- Fibrosis paru idiopatik
- Hepatitis autoimun
- Sklerosis ganda
- Sindrom Guillain-Barre
- Myasthenia gravis
- Lupus
- Radang sendi
- Scleroderma
- Sjogren
Orang-orang yang menggunakan obat-obatan penekan daya tahan tubuh (imunosupresif) seperti kortikosteroid, juga berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi COVID-19 yang parah.
Studi tentang penderita autoimun dan COVID-19
Studi tentang pengaruh virus COVID-19 terhadap penderita penyakit autoimun masih sangat terbatas. Salah satu yang sudah dipublikasikan adalah hasil kerjasama Universitas Nottingham dan the National Disease Registration Service, Inggris.
Dilansir dari Healtheuropa, studi tersebut menyebutkan bahwa orang yang hidup dengan penyakit autoimun langka memiliki risiko lebih besar meninggal pada usia lebih muda selama masa pandemi ini.
Studi yang khusus meneliti penderita penyakit rematik autoimun langka ini juga menyebutkan bahwa selama bulan-bulan awal pandemi, mereka lebih mungkin meninggal daripada populasi umum.
“Langkah selanjutnya dalam penelitian kami adalah melihat data akta kematian dan mencari tahu mengapa ada penderita autoimun yang meninggal? Apakah itu karena infeksi COVID-19? Atau berapa banyak yang disebabkan oleh gangguan layanan kesehatan?”
Dr Fiona Pearce, salah satu peneliti yang berasal dari the School of Medicine at the University of Nottingham.
Baca juga: Varian Baru Virus Corona Ditemukan di Jepang, Bagaimana Faktanya?
Bagaimana penelitian ini dilakukan?
Studi ini dilakukan dengan mengamati catatan kesehatan 170.000 penderita rematik autoimun langka. Setelah dianalisis, ditemukan fakta bahwa sebanyak 1.815 (1,1 persen) di antaranya meninggal selama dua bulan pertama pandemi.
Disebutkan juga bahwa wanita dengan kondisi penyakit ini memiliki risiko kematian yang sama dengan pria. Padahal dalam kondisi normal, biasanya angka yang terjadi adalah lebih rendah.
Risiko kematian akibat COVID-19 pada penderita autoimun tersebut meningkat sejak usia 35 tahun.
“Ini adalah studi besar yang menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa subkelompok pasien dalam perawatan kami berada pada peningkatan risiko kematian selama pandemi dan pada usia yang jauh lebih muda.”
Dr Sanjeev Patel, Presiden of the British Society for Rheumatology.
Penanganan yang dapat dilakukan
Secara umum, penderita penyakit autoimun yang terinfeksi virus corona tidak disarankan untuk berhenti minum obat kecuali dianjurkan demikian oleh dokter.
Bahkan pengobatan yang dijalani bisa jadi merupakan alat penting dalam menurunkan risiko komplikasi yang lebih serius dari virus tersebut.
Dilansir dari Immunology, sebuah penelitian yang mengamati kasus COVID-19 pada orang dengan multiple sclerosis dan rheumatoid arthritis menyebutkan bahwa pemberian imunoterapi yang mengurangi jumlah sel darah putih khusus bukan menjadi faktor risiko komplikasi utama COVID-19.
Bukti ini menunjukkan bahwa penting bagi orang dengan penyakit autoimun untuk melanjutkan pengobatan imunoterapi yang bermanfaat selama pandemi.
Konsultasikan masalah kesehatan Anda dan keluarga melalui Good Doctor dalam layanan 24/7. Mitra dokter kami siap memberi solusi. Yuk, download aplikasi Good Doctor di sini!