Share This Article
Saat ini jenis tes Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) yang beredar di Indonesia adalah polymerase chain reaction (PCR) atau lebih dikenal sebagai swab test, serta rapid test. Tak sedikit orang yang masih bingung tentang perbedaan rapid test dan PCR.
Untuk kecepatan, rapid test jelas terdepan karena dalam waktu 1-3 jam saja hasil dari tes ini sudah keluar dengan indikator hasilnya reaktif atau non reaktif. Sementara hasil tes PCR memakan waktu hingga berhari-hari untuk mengetahui hasil positif atau negatif COVID-19.
Sebenarnya, apa itu PCR test ? Lalu, apa perbedaan rapid test dan PCR? Nah untuk lebih jelasnya, simak ulasan lengkapnya berikut ini.
Perbedaan rapid test dan PCR
Baik rapid test maupun PCR merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi kemungkinan seseorang terjangkit COVID-19 atau tidak. Tapi, ada perbedaan mendasar dari rapid test dan PCR jika dilihat dari sampel yang diperiksa.
Berikut perbedaan rapid test dan PCR yang perlu kamu tahu:
Apa itu rapid test?
Berdasarkan catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), rapid test ini merupakan cara tes sederhana untuk mendeteksi protein dari COVID-19 lewat sampel yang diambil dari saluran pernapasan (dengan cara swab dahak atau tenggorkan) atau melalui darah.
Sejauh ini, WHO tidak merekomendasikan rapid test sebagai cara untuk membuat keputusan klinis. Penggunaan dari rapid test hanya disarankan untuk penelitian atau tes dini semata.
Berdasarkan jenisnya, ada dua tipe rapid test, yaitu rapid test yang mendeteksi keberadaan antigen dan antibodi. Di Indonesia, jenis rapid test yang dipakai adalah pemeriksaan berdasarkan antibodi.
Antigen sendiri merupakan protein dari virus yang ketika masuk ke tubuh akan dilawan oleh sistem imun. Untuk mengimbanginya, tubuh akan membentuk antibodi yang kemudian menempel dengan antigen tersebut untuk mencegah virus memperbanyak diri.
Rapid test berdasarkan antigen
Tes ini dilakukan untuk mendeteksi keberadaan antigen dari COVID-19 yang sampelnya diambil dari saluran pernapasan. Jika sampel tersebut memiliki antigen, maka dia akan menempel pada antibodi yang sudah disiapkan di dalam alat tes tersebut.
Biasanya, hasil tes akan diketahui dalam waktu satu atau dua jam setelah sampel diambil. Ketika hasil rapid test reaktif, artinya tes berhasil menemukan adanya antigen dari COVID-19 di tubuh kamu.
Akan tetapi, kalau hasilnya negatif, belum tentu ada tidak ada antigen, karena bisa saja sudah terikat oleh antibodi dalam tubuh kamu. Itu sebabnya Food and Drug Administration Amerika Serikat menyebut adanya kemungkinan kamu diminta tes molekuler untuk lebih memastikan.
Kapan harus rapid test antigen?
Keberadaan antigen virus di dalam tubuh biasanya akan lebih mudah dideteksi saat virus sedang aktif menggandakan diri. Untuk itu, tes ini akan lebih tepat dilaksanakan ketika kamu merasa ada infeksi dini atau akut.
Keberhasilan tes ini ditentukan beberapa faktor. Di antaranya adalah kapan sampel diambil, konsentrasi virus dalam spesimen dan kualitas dari spesimen tersebut.
Berdasarkan catatan WHO dari pengalaman pengetesan rapid test antigen pada penyakit pernapasan lain seperti influenza, sensitivitas tes ini hanya sebesar 34 persen hingga 80 persen.
Rapid test antibodi
Jenis rapid test yang satu ini adalah yang dipakai di Indonesia. Tes akan mendeteksi keberadaan antibodi tubuh yang dibentuk sebagai respons atas masuknya antigen COVID-19 ke dalam tubuh.
Dibutuhkan sampel darah untuk mendeteksi keberadaan antibodi di tubuh. Setelah darah diambil, maka hasil akan keluar dalam waktu satu jam hingga tiga jam di hari yang sama.
Sampel antibodi yang diambil untuk diperiksa adalah Imunoglobulin G (IgG) dan Imunoglobulin M (IgM).
Imunoglobulin G (IgG) adalah antibodi yang menyimpan ‘jejak’ infeksi di masa lalu. Artinya, adanya antibodi ini bisa mengindikasikan bahwa kamu pernah mengalami infeksi tertentu. Dengan begitu, sistem imun dapat memberi perlindungan di masa mendatang dari infeksi yang sama.
Sedangkan Imunoglobulin M (IgM) merupakan antibodi yang pertama kali diproduksi oleh sistem kekebalan begitu suatu virus atau bakteri berhasil menginfeksi. Dengan kata lain, antibodi ini akan terbentuk sendiri setelah ada infeksi virus atau bakteri yang berhasil masuk ke dalam tubuhmu.
Kapan harus melakukan rapid test antibodi?
Pemeriksaan yang satu ini memiliki tingkat akurasi yang rendah untuk mendeteksi infeksi COVID-19, karena yang diperiksa adalah reaksi tubuh, bukan keberadaan dari virus itu sendiri. Pemerintah Indonesia sendiri pun sudah mengakuinya, sebagaimana dilansir CNN Indonesia.
Tes ini akan cocok buat kamu yang merupakan orang tanpa gejala atau asimptomatik. Tapi kamu harus melakukan pengecekan sekitar 14 hari setelah ada infeksi COVID-19 di dalam tubuh.
Apa itu PCR test?
Mendeteksi infeksi COVID-19 di dalam tubuh menggunakan tes PCR merupakan langkah yang direkomendasikan oleh WHO. Tes molekuler ini bertujuan untuk mendeteksi materi genetik virus dari dalam tubuh.
Teknik pengambilan sampel adalah menyeka bagian tenggorokan atau rongga hidung. Hasil dari tes ini akan diketahui dalam beberapa hari.
Kapan harus melakukan tes PCR?
Tes PCR dapat direkomendasikan agar dilakukan dalam waktu 9 hari hingga 14 hari setelah gejala dimulai. Kalau hasilnya positif, berarti kamu komponen RNA virus ini terdeteksi berada di dalam tubuh kamu.
Tes PCR ini merupakan tes yang paling akurat, sehingga biasanya kamu tidak membutuhkan tes ulang, kecuali untuk memastikan kesembuhan.
Perbedaan rapid test dan PCR dari biayanya
Terlepas dari perbedaan dan efektivitasnya, baik rapid maupun PCR merupakan dua jenis tes yang hingga kini masih digunakan untuk pemeriksaan COVID-19. Selain jenis sampel yang diperiksa, ada perbedaan lain dari kedua tes tersebut, yaitu soal biaya.
1. Biaya rapid test
Rapid test adalah jenis pemeriksaan yang paling banyak dan relatif mudah dijumpai di berbagai tempat. Tes ini hanya mengambil sampel antibodi yang hasilnya bisa diketahui dalam hitungan menit atau jam. Oleh karena itu, pengambilan sampel tak harus dilakukan di rumah sakit.
Saat ini, sejumlah tempat dan fasilitas publik telah menyediakan layanan rapid test, di antaranya pusat perbelanjaan, bandara, dan stasiun kereta api. Agar tak terjadi disparitas oleh penyedia layanan, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menetapkan batas atas tarif pemeriksaan tersebut.
Pada 6 Juli 2020, Kemenkes menetapkan bahwa tarif maksimal yang dibebankan kepada masyarakat untuk pemeriksaan rapid test adalah Rp150 ribu. Biaya rapid test itu berlaku sejak ditetapkannya kebijakan tersebut.
Menurut penjelasan dr. Bambang Wibowo, Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes yang masih menjabat saat itu, biaya rapid test tersebut berlaku untuk masyarakat yang ingin melakukan pemeriksaan atas kemauan atau permintaan sendiri (mandiri).
Pemeriksaan juga harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi.
2. Biaya PCR test
Biasanya, seseorang akan menjalani pemeriksaan swab jika hasil rapid test reaktif. Biaya PCR test juga ikut diatur oleh pemerintah. Biaya tertinggi yang ditetapkan adalah Rp900 ribu untuk pemeriksaan atas kemauan atau permintaan masyarakat sendiri.
Menurut Prof. Dr. H. Abdul Kadir, PHD, Sp.THT-KL (K), MARS, Plt Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes, penetapan batas tertinggi biaya PCR test dilakukan untuk mengatasi perbedaan harga pemeriksaan di fasilitas kesehatan.
Serta, mempertimbangkan kepentingan masyarakat dan fasilitas pelayanan kesehatan sebagai penyelenggara.
Biaya PCR test dipakai untuk jasa layanan dokter spesialis Mikrobiologi Klinik, tenaga ekstraksi, tenaga pengambilan sampel, bahan habis pakai (termasuk APD level 3), reagen untuk ekstraksi dan PCR, serta aspek overhead mulai pemakaian listrik hingga pengolahan limbah.
Konsultasi lengkap seputar COVID-19 di Klinik Lawan COVID-19 dengan mitra dokter kami. Yuk, klik link ini untuk download aplikasi Good Doctor!