Share This Article
Istilah long COVID-19 mengacu pada gejala jangka panjang yang dialami pasien corona setelah pulih dari penyakit tersebut. Gejalanya dapat bertahan berminggu-minggu, atau bahkan berbulan-bulan setelah gejala awal muncul untuk pertama kali.
Terbaru, sebuah studi menyatakan bahwa gejala long COVID-19 juga turut dialami hampir 20 persen pasien tanpa gejala. Cek informasi lengkap tentang hal ini lewat ulasan berikut.
Baca juga: Benarkah Penderita HIV/AIDS Lebih Berisiko Terinfeksi COVID-19?
Penelitian long covid pada pasien tanpa gejala
Berbagai laporan mengenai serangkaian gejala yang muncul beberapa minggu setelah penderita COVID-19 sembuh, menunjukkan bahwa pasien corona sangat rentan mengalami masalah kesehatan baru setelah pulih dari penyakit ini.
Hal tersebut ternyata bahkan bisa terjadi pada pasien yang memiliki gejala ringan hingga sedang, atau tidak ada gejala sama sekali. Informasi tersebut diketahui setelah FAIR Health, sebuah organisasi nirlaba mengumpulkan data tentang klaim asuransi kesehatan di Amerika Serikat.
1. Bagaimana penelitian dilakukan?
Studi diawali dengan menganalisis catatan asuransi lebih dari 1,9 juta pasien COVID-19 antara Februari 2020 dan Februari 2021. Data tersebut lalu dikategorikan berdasar 38 kode diagnostik berbeda yang mewakili berbagai gejala.
Ini termasuk anemia, kecemasan, pembekuan darah, gangguan kognitif (brain fog), depresi, diabetes, penyakit refluks gastroesofagus (GERD), hipertensi, migrain atau sakit kepala, nyeri, gangguan pernapasan, masalah kulit, dan kesulitan menelan.
Untuk menghilangkan kemungkinan seseorang mencari pengobatan untuk masalah medis mendasar sebelum terinfeksi COVID-19, pasien yang masuk dalam kategori ini kemudian dikeluarkan dari penelitian.
Hal yang sama juga dilakukan terhadap pasien dengan penyakit bawaan tertentu, seperti kanker atau stroke.
2. Hasil studi
Sebanyak 23,2 persen pasien COVID-19 atau sekitar 454.000 orang tercatat mengunjungi layanan kesehatan untuk masalah kesehatan baru. Ini dilakukan untuk pertama kalinya, minimal 30 hari setelah diagnosis COVID-19 mereka.
Adapun gejala-gejala long COVID yang terjadi lebih umum dialami oleh para pasien yang bergejala. Namun hal yang sama juga ditemukan pada sejumlah besar orang dengan kasus tidak bergejala.
Misalnya sebanyak 27,5 persen orang yang mengalami gejala tetapi tidak dirawat di rumah sakit tercatat mengalami masalah kesehatan baru.
Dan di antara individu yang tidak memiliki gejala COVID-19 selama infeksi (55 persen dari semua pasien dalam penelitian ini), 19 persen di antaranya menemui penyedia untuk masalah kesehatan baru setidaknya 30 hari kemudian.
Gejala long COVID yang banyak dikeluhkan
Masalah kesehatan long COVID yang paling umum terjadi di semua kelompok umur adalah rasa sakit yakni sebanyak 5 persen. Ini termasuk sejumlah diagnosis yang mirip, seperti nyeri saraf atau peradangan dan nyeri otot.
Keluhan umum berikutnya adalah kesulitan bernapas, seperti sesak napas (memengaruhi 3,5 persen pasien), hiperlipidemia, atau tingginya kadar trigliserida atau kolesterol dalam darah (3 persen), malaise dan kelelahan (2,9 persen), sampai hipertensi (2,4 persen).
Kondisi paling umum berikutnya adalah kecemasan, masalah usus, gangguan kulit, kadar gula darah tinggi, kolesterol, atau tekanan darah, dan hasil jantung yang tidak normal.
Berdasarkan catatan asuransi yang diteliti, sebagian besar kondisi tersebut lebih mungkin terjadi pada perempuan daripada laki-laki dan prevalensi kondisi yang berbeda berubah di seluruh kelompok umur.
Bagaimana cara menangani long COVID-19?
Mengingat informasi tentang COVID-19 itu sendiri masih sangat terbatas, hal ini membuat para ahli harus belajar lebih banyak tentang long COVID-19 dan cara mengatasinya.
Apalagi kondisi ini bisa muncul dalam berbagai gejala sehingga tidak ada pendekatan pengobatan yang seragam. Jadi dokter belum menemukan tanda pengobatan yang seragam untuk menangani masalah kesehatan ini.
Namun dilansir dari Healthline, hal pertama yang umum dilakukan dokter untuk mengatasi long COVID adalah memastikan tidak ada area infeksi akut yang tersisa.
Ini bisa terlihat misalnya, ketika pasien mungkin mengalami peradangan di saluran udara mereka. Dalam kasus tersebut, peradangan bisa diobati dengan inhaler. Di lain waktu pasien bisa jadi mengalami ketidaknyamanan dada, yang dapat diobati dengan obat antiinflamasi, dan seterusnya.
Perawatan jarak jauh juga dinilai cukup efektif membantu pasien memahami gejala dan membantu mereka membaik. Metode ini juga dapat meredakan kecemasan yang dialami pasien tanpa harus meningkatkan risiko penularan ulang.
Konsultasi lengkap seputar COVID-19 di Klinik Lawan COVID-19 dengan mitra dokter kami. Yuk, klik link ini untuk download aplikasi Good Doctor!