Share This Article
Pada beberapa kasus, COVID-19 dapat menyebabkan gejala berupa gangguan pernapasan ringan. Namun ada juga sebagian individu dengan usia atau kondisi medis tertentu, yang lebih berisiko mengalami gejala parah atau bahkan kematian.
Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19, Profesor Wiku Adisasmito. Yuk simak ulasan lengkapnya!
Baca juga: Ibu Hamil Perlu Tahu 5 Hal Berikut Sebelum Lakukan Vaksin COVID-19
Pentingnya data kematian penting di masa pandemi
Dilansir Jama Network, data kematian adalah salah satu ukuran akurat untuk melihat seberapa besar efek pandemi.
Namun mengingat data mengenai hal ini masih sangat terbatas, maka bisa dikatakan jumlah kematian terkait COVID-19 dalam laporan resmi mungkin lebih rendah dari data yang sebenarnya.
Hal ini bisa terjadi dikarenakan banyak faktor. Di awal pandemi misalnya, orang yang meninggal karena COVID-19 mungkin tidak dikenali karena kurangnya pengetahuan tentang infeksi atau ketersediaan pengujian.
Padahal data-data tersebut diperlukan bukan hanya untuk mengetahui seberapa besar efek pandemi, namun juga agar para ahli bisa merumuskan tindakan pencegahan yang efektif di masa mendatang.
Risiko kematian akibat COVID1-9 berdasarkan usia
Dilansir COVID19.go.id, Tim Pakar Satgas Penanganan COVID-19 telah melakukan analisis kematian pasien COVID-19 berdasarkan usia dan riwayat penyakit penyerta.
Menurut Prof Wiku, hasil analisis ini sedang dipublikasikan di jurnal ilmiah internasional PLOS One.
Hasil analisis tim pakar selama 5 bulan terakhir berdasarkan aspek usia, pasien yang berada di usia 31-45 tahun berisiko masing-masing sebesar 2,4 kali lipat pada kematian. Sementara yang berada di rentang usia 46-59 tahun berisiko 8,5 kali lipat pada kematian.
“Risiko ini akan semakin meningkat pada usia lanjut, di atas 60 tahun yaitu sebesar 19,5 kali lipat,” jelasnya.
Risiko kematian akibat COVID-19 berdasarkan usia dan penyakit penyerta
Studi juga menunjukkan bahwa penderita penyakit ginjal memiliki risiko kematian 13,7 kali lebih besar dibandingkan pasien yang tidak memiliki penyakit itu.
Sedangkan pada komorbid penyakit jantung, memiliki risiko 9 kali lebih besar dibandingkan yang tidak memiliki gangguan jantung.
Penyakit diabetes melitus memiliki risiko kematian 8,3 kali lebih besar, hipertensi 6 kali lebih besar dan penyakit imun memiliki risiko 6 kali lebih besar dibandingkan yang tidak memilikinya.
Semakin banyak komorbid, semakin rentan meninggal
Pasien yang memiliki dua penyakit komorbid berisiko 15 kali lipat lebih tinggi untuk meninggal saat terinfeksi COVID-19, dibandingkan yang tidak memiliki kondisi komorbid.
Lalu yang memiliki lebih atau sama dengan tiga penyakit komorbid berisiko 29 kali lipat lebih tinggi meninggal saat terinfeksi COVID-19.
“Meskipun kita tahu penularan COVID-19 tidak mengenal batasan, temuan ini menunjukkan secara detail golongan mana saja yang perlu mendapat perhatian lebih dan diprioritaskan perlindungannya,” pesan Prof Wiku.
Jangan lengah dan tetap terapkan protokol kesehatan!
Melihat tingginya risiko kematian akibat COVID-19, baik pada kelompok usia maupun dengan penyakit bawaan di atas, maka penting bagi masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan dengan ekstra disiplin.
Baik yang termasuk dalam kategori berisiko tinggi atau bagi yang tinggal dengan anggota keluarga berisiko tinggi,
Bagi masyarakat yang tidak masuk dalam golongan tersebut, Prof Wiku meminta agar tetap saling menjaga dan meringankan beban satu sama lain dengan tetap disiplin protokol kesehatan.
Baca juga: Fakta di Balik Hoax Vaksin Sinovac Bisa Memperbesar Alat Kelamin
Masih punya pertanyaan lain tentang artikel di atas? Konsultasi lengkap seputar COVID-19 di Klinik Lawan COVID-19 dengan mitra dokter kami. Yuk, klik link ini untuk download aplikasi Good Doctor!