Share This Article
Sebuah penelitian yang terbit akhir Mei 2021 menyebutkan bahwa penggunaan atau gabungan dari dua vaksin berbeda bisa memberi perlindungan lebih tinggi terhadap ancaman penularan virus corona.
Lantas, apa jenis dua vaksin yang digunakan tersebut? Serta, seberapa efektifkah memberi perlindungan pada tubuh? Yuk, cari tahu jawabannya dengan ulasan berikut ini!
Tentang penelitian terkait
Sebuah penelitian dilakukan untuk mengetahui efek dari penggunaan dua vaksin COVID-19 dalam meningkatkan sistem imun sebagai perlindungan. Dipimpin oleh sejumlah ilmuwan asal Carlos III Health Institute di Madrid, ujicoba dilakukan di Jerman dan Spanyol mulai April 2021.
Secara garis besar, penelitian itu berfokus pada dua kelompok peserta, yaitu yang diberi dua vaksin berbeda dan yang hanya diberi satu jenis vaksin. Dua vaksin yang digunakan berasal dari perusahaan farmasi Pfizer-BioNTech dan AstraZeneca.
Setelah disuntik dengan dosis penuh, pengamatan dilakukan beberapa pekan untuk melihat hasil dan perbedaan di antara dua kelompok tersebut.
Hasil penelitian
Magdalena Campins, salah satu peneliti yang turun langsung di rumah sakit Vall d’Hebron University Hospital, Spanyol, mengatakan, vaksin Pfizer-BioNTech tampaknya bisa memacu respons kekebalan lebih tinggi pada peserta yang telah diberi vaksin AstraZeneca.
Setelah pemberian dosis kedua, peserta dalam penelitian mulai mengindikasikan adanya peningkatan antibodi yang jauh lebih tinggi dari sebelumnya. Dalam uji laboratorium, antibodi tersebut diketahui mampu mengenali dan menonaktifkan virus corona.
Sedangkan untuk peserta yang hanya mendapatkan satu jenis vaksin, antibodi yang dihasilkan cenderung stagnan alias tidak ada perubahan signifikan.
Sebenarnya, penggunaan dua jenis vaksin sudah pernah dilakukan pada beberapa wabah terdahulu, salah satunya adalah ketika terjadi wabah Ebola di Afrika.
Kekurangan metode penggabungan dua vaksin
Meski disebut bisa meningkatkan kekebalan dan sistem imun, metode penggabungan dua vaksin COVID-19 tetap punya celah. Penelitian yang dilakukan sebelumnya di Inggris menemukan efek samping yang patut diwaspadai.
Studi itu menemukan fakta bahwa metode mix-and-match vaksin dapat meningkatkan efek samping yang lebih tinggi, misalnya demam. Orang-orang yang mendapatkan dua kombinasi vaksin lebih rentan mengalami efek samping tersebut ketimbang yang hanya mendapat satu jenis vaksin.
Sebenarnya, riset yang dilakukan di Spanyol juga mendeteksi adanya risiko efek samping tersebut. Hanya saja, efek samping itu dianggap tidak parah alias berskala ringan sampai sedang (mild).
Baca juga: CDC: Ada Peningkatan Kasus Peradangan Jantung setelah Vaksinasi COVID-19
Cara kerja vaksin AstraZeneca dan Pfizer-BioNTech
Meski bisa memberi perlindungan terhadap infeksi virus corona, vaksin AstraZeneca dan Pfizer-BioNTech adalah dua jenis vaksin yang berbeda. Dengan begitu, mekanisme kerjanya juga tidak sama.
Vaksin AstraZeneca
Vaksin AstraZeneca dikembangkan oleh perusahaan dengan nama yang sama di Swedia, bermitra dengan para ilmuwan di University of Oxford, Inggris. Berikut beberapa fakta dan cara kerja vaksin AstraZeneca yang perlu kamu tahu:
- AstraZeneca menggunakan versi modifikasi dari adenovirus (gen protein dalam virus Corona)
- Setelah disuntikkan ke lengan seseorang, adenovirus akan menempel ke protein dari SARS-CoV-2 dan menelannya
- Adenovirus memacu sistem kekebalan agar berada dalam mode waspada, supaya bisa langsung melakukan perlawanan begitu ada virus yang masuk
- Kandungan pada vaksin AstraZeneca dapat memacu sistem imun untuk lebih banyak menciptakan antibodi sebagai perlindungan diri
- Antibodi tersebut dapat menempel ke virus corona dan menandainya, lalu memusnahkannya
- Bukan hanya itu, vaksin juga bisa membunuh sel di dalam tubuh yang telah terinfeksi. Dengan begitu, infeksi tersebut diharapkan tidak menyebar lebih jauh
- Sama seperti vaksin lainnya, vaksin AstraZeneca dapat mengenali dan mengingat struktur dari virus. Sehingga, vaksin akan mengetahui jika ada virus serupa yang masuk di masa mendatang
Vaksin Pfizer-BioNTech
Vaksin Pfizer-BioNTech dibuat oleh perusahaan farmasi asal Jerman bernama BioNTech yang bermitra dengan Pfizer dari Amerika Serikat.
Dalam beberapa uji klinis, vaksin yang berjenis messenger ribonucleic acid (mRNA) ini punya kemanjuran hingga 90 persen dalam perlindungan terhadap COVID-19.
Berikut adalah cara kerja dan mekanisme vaksin Pfizer-BioNTech:
- Setelah disuntikkan, partikel dalam vaksin akan menempel dan menyatu ke sel, lalu melepaskan molekul mRNA
- Setelah itu, vaksin akan menciptakan protein. Protein itu akan dipecah menjadi beberapa fragmen, yang kemudian disebut sebagai sistem kekebalan
- Saat pecahan protein itu dilepaskan, efek dari vaksin akan mulai bekerja, yaitu berusaha melawan infeksi dari virus yang masuk
- Tak hanya itu, sistem kekebalan juga akan membuat antibodi. Fungsinya untuk meningkatkan ‘kewaspadaan’ tubuh ketika ada virus
- Antibodi itu kemudian menempel pada virus corona yang masuk, lalu menghancurkannya untuk mencegah SARS-CoV-2 menginfeksi sel lain
- Sama seperti AstraZeneca, vaksin Pfizer-BioNTech juga bisa membunuh sel-sel sehat yang telah terinfeksi virus corona
- Vaksin akan mengingat struktur dari SARS-CoV-2, sehingga akan lebih mudah melawannya jika ada virus serupa yang masuk di kemudian hari
Nah, itulah ulasan tentang penelitian terkait penggunaan dua vaksin berbeda yang diklaim bisa meningkatkan respons imun dalam perlindungan terhadap COVID-19. Untuk memutus penularannya, tetap terapkan protokol kesehatan di mana pun kamu berada, ya!
Konsultasi lengkap seputar COVID-19 di Klinik Lawan COVID-19 dengan mitra dokter kami. Yuk, klik link ini untuk download aplikasi Good Doctor!