Share This Article
Para peneliti dari King’s College London, Inggris, menemukan adanya 6 jenis Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang berbeda. Jenis dari penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 ini dibedakan berdasarkan kelompok gejala khusus yang timbul dari penderita.
Dengan adanya temuan ini, manajemen klinis COVID-19 akan sangat terbantu. Dokter secara khusus akan mampu memperkirakan siapa yang lebih berisiko dan butuh menerima perawatan di rumah sakit.
Analisis data aplikasi
Temuan ini berdasarkan data aplikasi COVID Symptom Study yang berasal dari 1.600 pengguna di Amerika Serikat dan Inggris Raya dengan status COVID-19 positif. Para pengguna secara reguler memasukan data gejala mereka di aplikasi ini pada bulan Maret dan April lalu.
Data ini kemudian dianalisis dengan menggunakan alat algoritma khusus untuk mengetahui bagaimana gejala ini bisa timbul berbarengan dan kaitannya dengan perkembangan penyakit COVID-19 dari para pengguna.
Algoritma yang dihasilkan selanjutnya diuji dengan kelompok data kedua yang berasal dari 1.000 pengguna di Amerika Serikat, Inggris Raya dan Swedia.
Hasilnya, para peneliti menemukan enam kelompok gejala yang spesifik muncul pada waktu yang khas saat penyakit ini sedang berkembang di dalam tubuh.
Enam kelompok gejala
Sejauh ini, COVID-19 memiliki 3 gejala kunci yang sudah diketahui luas, yaitu batuk yang tidak kunjung berhenti, demam hingga kehilangan indera penciuman (anosmia). Namun berdasarkan data yang didapat dari para pengguna aplikasi, justru ditemukan ragam gejala lain.
Di antaranya adalah sakit kepala, nyeri otot, tubuh letih, diare, sulit fokus, kehilangan nafsu makan hingga napas yang memendek. Perkembangan tiap gejala berbeda-beda pada tiap orang, mulai dari gejala serupa flu, ruam ringan hingga penyakit berat dan mematikan.
Enam kelompok gejala ini antara lain:
- Seperti flu namun tanpa demam: sakit kepala, kehilangan indera penciuman, nyeri otot, batuk, sakit tenggorokan, nyeri dada, tanpa demam
- Seperti flu dengan demam: sakit kepala, kehilangan indera penciuman, batuk, sakit tenggorokan, suara serak, demam, kehilangan nafsu makan
- Gastrointestinal: sakit kepala, kehilangan indera penciuman, kehilangan nafsu makan, diare, sakit tenggorokan, nyeri dada, tanpa batuk
- Letih (gejala parah level 1): sakit kepala, kehilangan indera penciuman, batuk, demam, suara serak, nyeri dada, letih
- Tidak fokus (gejala parah level 2): sakit kepala, kehilangan indera penciuman, kehilangan nafsu makan, batuk, demam, suara serak, sakit tenggorokan, nyeri dada, letih, tidak fokus, nyeri otot
- Abdominal dan saluran pernapasan (gejala parah level 3): sakit kepala, kehilangan indera penciuman, kehilangan nafsu makan, batuk, demam, suara serak, sakit tenggorokan, nyeri dada, letih, tidak fokus, nyeri otot, napas memendek, diare, nyeri abdomen
Mereka yang rentan
Dari data ini, para peneliti melakukan analisis lebih lanjut. Tujuannya, untuk mengetahui kelompok mana yang membutuhkan dukungan alat bantu pernapasan seperti ventilator dan oksigen tambahan.
Mereka menemukan jika hanya 1,5 persen orang dari kelompok 1 yang membutuhkan bantuan alat pernapasan. Sementara kelompok 2 ada 4,4 persen dan 3,3 persen dari kelompok 3.
Sementara untuk kelompok 4, 5 dan 6 masing-masing ada 8,6 persen, 9,9 persen dan 19,8 persen yang membutuhkan bantuan alat pernapasan. Hasil analisis juga menunjukkan hampir setengah dari kelompok gejala 6 yang butuh perawatan di rumah sakit.
Berdasarkan data dari aplikasi tersebut, mereka yang berada dalam kelompok gejala 4, 5 dan 6 adalah orang-orang tua dan rapuh. Mereka juga memiliki kerentanan seperti berat badan berlebih dan memiliki kondisi seperti diabetes atau penyakit paru-paru.
Manajemen klinis
Para peneliti percaya jika temuan ini dapat membantu dalam manajemen klinis. Dengan kelompok gejala ini, para tenaga medis bisa menangani dan mengawasi mereka yang lebih rentan terkena gejala berat COVID-19.
Kepala tim peneliti, Dr Carole Sudre menyatakan pengawasan terhadap gejala dapat membantu dalam memperkirakan tingkat risiko penyakit ini pada tiap-tiap orang yang terkena COVID-19.
“Pendekatan ini dapat membantu kita untuk lebih memahami apa yang tidak terlihat dari penyakit ini pada tiap pasien. Sehingga mereka bisa mendapatkan perawatan yang tepat,” ucap Sudre.
Pantau perkembangan COVID-19 di Indonesia melalui situs resmi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Konsultasikan masalah kesehatan Anda dan keluarga melalui Good Doctor dalam layanan 24/7. Mitra dokter kami siap memberi solusi. Yuk, download aplikasi Good Doctor di sini!