Share This Article
Saat ini, India sedang menjadi sorotan dunia karena lonjakan kasus harian COVID-19 yang sangat tinggi. Kondisi itu cukup disayangkan oleh beberapa pihak, karena vaksinasi yang telah dilakukan diharapkan bisa mendukung penerapan herd immunity.
Lantas, mengapa India mengalami ‘tsunami’ COVID-19 pada pekan ini? Apakah vaksinasi tidak cukup efektif dalam menekan penyebaran virus? Yuk, temukan jawabannya dengan ulasan berikut ini!
Penyebab peningkatan penularan
Pemicu utama lonjakan penularan COVID-19 di banyak negara dalah perilaku dari manusia itu sendiri. Lisa Maragakins, M.D., pakar penyakit menular di John Hopkins Medicine, menjelaskan, banyak warga yang taat mematuhi protokol kesehatan, namun tak sedikit pula yang melanggarnya.
Kondisi itu diperparah dengan diselenggarakannya berbagai kegiatan yang melibatkan banyak orang. Tanpa memakai masker dan mengabaikan social distancing, virus Corona akan sangat mudah menyebar di kerumunan.
Selain itu, adanya varian baru juga berkontribusi terhadap peningkatan kasus tersebut. American Association for the Advancement of Science menyatakan, beberapa varian virus Corona tertentu memiliki mutasi yang lebih banyak dan bersifat sangat menular.
Menurut penjelasan Jeremy Farrar, ahli penyakit menular di Inggris, varian baru menggantikan jenis virus sebelumnya. Selain dapat menyebar dengan cepat, varian tertentu dari virus itu juga bisa menyebabkan infeksi lebih berat, termasuk soal gejalanya.
Baca juga: Puasa Bikin Tubuh Rentan Terkena COVID-19? Penelitian Ungkap Fakta Sebaliknya!
Apa yang terjadi di India?
Pemerintah India harus bekerja keras dalam menangani lonjakan ekstrem kasus harian COVID-19. Dalam sehari, kasus positif bisa bertambah lebih dari 250 ribu orang.
Selain karena munculnya varian baru pada Maret lalu, peningkatan kasus COVID-19 di negara itu juga dipicu oleh sejumlah kegiatan yang melibatkan banyak orang. Dua di antaranya adalah pertandingan olahraga kriket di Gujarat dan perayaan acara keagamaan di sungai Gangga.
Dua acara tersebut dihadiri oleh ratusan ribu hingga jutaan orang. Sayangnya, banyak dari warga yang hadir tidak menggunakan masker. Akibatnya, beberapa hari kemudian, lonjakan kasus positif COVID-19 tak bisa dihindarkan.
Bagaimana dengan herd immunity?
Herd immunity sudah digaungkan pada beberapa bulan sejak kemunculan SARS-CoV-2. Herd immunity sendiri mengandalkan kekebalan masing-masing orang sebagai pengendalian COVID-19. Semakin banyak orang yang kebal, maka penularan diharapkan menurun.
Namun, penerapannya tidak semudah yang dibayangkan. Satu penelitian yang terbit di Journal of Medical Virology menyebutkan, salah satu syarat bagi sebuah negara untuk mencapai herd immunity adalah dengan vaksin.
Pemberian vaksin pun harus menargetkan sekitar 60 hingga 70 persen dari total populasi. Namun, vaksin saja ternyata tidak bisa memberikan perlindungan yang sempurna. Seseorang yang telah mendapat vaksin masih dapat tertular dan terinfeksi COVID-19.
Mengapa herd immunity sulit tercapai?
Banyak kalangan yakin bahwa penerapan herd immunity bisa menekan dan mengurangi penyebaran virus Corona. Faktanya, hal itu mungkin lebih sulit untuk tercapai. Setidaknya ada lima aspek yang membuat herd immunity tidak cukup efektif dalam mengatasi penyebaran COVID-19, yaitu:
1. Vaksin tidak bisa mencegah penularan
Seperti yang telah disebutkan, vaksin yang kini digunakan di seluruh dunia belum cukup efektif menangkal paparan virus Corona. Beberapa kalangan berpendapat, vaksin tersebut belum mencapai tahapan sempurna, karena dipakai dengan status izin darurat.
2. Vaksin tidak merata
Kecepatan dan distribusi vaksin sangat penting untuk diperhatikan. Matt Ferrari, pakar epidemiologi di Pennsylvania State University, menjelaskan, meski bersifat sangat teknis, vaksin harus diberikan secara merata dan cepat agar penularan dapat ditekan sesegera mungkin.
3. Sistem imun yang berubah
Beberapa waktu lalu, beberapa ilmuwan di Inggris menyatakan bahwa orang yang telah terinfeksi virus Corona bisa memiliki antibodi sebagai perlindungan. Namun, antibodi itu tidak bertahan selamanya, melainkan hanya sekitar enam bulan.
Baca juga: Studi Terbaru: Antibodi COVID-19 Bisa Bertahan hingga 6 Bulan
4. Virus Corona akan tetap ada
Hingga saat ini, para ilmuwan belum memastikan apakah virus SARS-CoV-2 benar-benar bisa dimusnahkan atau tidak. Bahkan, beberapa kalangan memprediksi bahwa virus ini akan tetap ada di masa depan, meski mungkin nantinya menjadi penyakit endemik.
5. Terus bermunculan varian baru
Munculnya varian baru virus Corona mungkin dapat membuat vaksin menjadi tidak efektif. Dibutuhkan vaksin baru dengan bahan yang sesuai agar bisa mencegah infeksi dari varian baru. Sedangkan untuk membuat vaksin sendiri diperlukan waktu yang tidak sebentar.
Nah, itulah ulasan tentang penyebab ‘tsunami’ COVID-19 meski telah dilakukan vaksinasi. Untuk meminimalkan risiko penularannya, tetap patuhi dan terapkan protokol kesehatan di mana pun kamu berada, ya!
Konsultasi lengkap seputar COVID-19 di Klinik Lawan COVID-19 dengan mitra dokter kami. Yuk, klik link ini untuk download aplikasi Good Doctor!