Share This Article
Vaksin COVID-19 tidak selamanya menunjukkan hasil yang diinginkan, misalkan vaksin dari perusahaan farmasi asal Inggris, AstraZeneca yang mendapat penangguhan di Austria.
Penangguhan ini terjadi karena pemerintah Austria memutuskan untuk mengidentifikasi kematian satu orang dan lainnya yang jatuh sakit setelah menerima suntikan vaksin ini.
Sekilas tentang vaksin AstraZeneca
Vaksin AstraZeneca diproduksi oleh perusahaan farmasi asal Inggris. Satuan penasihat strategis pakar imunisasi (SAGE) organisasi kesehatan dunia (WHO) secara khusus sudah mengeluarkan rekomendasi sementara penggunaan vaksin ini.
Dalam laman resmi WHO dikatakan kalau efikasi dari vaksin AZD1222 AstraZeneca ini memiliki efikasi sebesar 63,09 persen dalam melawan infeksi COVID-19 dengan gejala.
Meskipun vaksin ini belum direkomendasikan untuk penggunaan darurat oleh WHO, tapi vaksin ini sudah ditinjau oleh European Medicines Agency (EMA).
Penangguhan AstraZeneca di Austria
Dilansir reuters, pemerintah Austria menangguhkan penggunaan vaksin AstraZeneca lantaran adanya kematian warganya setelah menerima suntikan vaksin ini. Kementerian Kesehatan Austria (BASG) menyebut kematian ini terjadi di klinik distrik Zwettl.
Korban yang meninggal merupakan wanita berusia 49 tahun karena kelainan koagulasi yang parah. Sementara salah seorang perempuan berusia 35 tahun dikatakan mengalami emboli paru dan tengah dalam proses pemulihan.
Meskipun demikian, BASG menyatakan tidak ada bukti yang dapat menunjukkan hubungan vaksinasi dengan kondisi yang dialami oleh warganya tersebut.
BASG menyebut pembekuan darah disebut bukan merupakan efek samping vaksin yang umum ditemukan. Oleh karena itu, investigasi lebih lanjut akan dilakukan untuk menemukan adanya kemungkinan keterkaitan ini.
Penangguhan di Afrika Selatan
Sebelumnya, penangguhan vaksin juga terjadi di Afrika Selatan. Pasalnya, dari percobaan vaksin AstraZeneca terhadap 2.000 orang menunjukkan efikasi yang rendah, hanya 25 persen, itu pun terhadap infeksi COVID-19 yang rendah dan sedang.
Hasil efikasi vaksin tersebut dikatakan dalam sciencemag.org tidak memenuhi standar internasional untuk penggunaan darurat.
Atas dasar temuan terbaru inilah Afrika Selatan menangguhkan penggunaan AstraZeneca dan bisa jadi akan menggantinya dengan vaksin jenis lain.
Salah satu pertimbangan lainnya adalah penemuan varian baru SARS-CoV-2 yang bisa jadi mampu melawan antibodi dari vaksin.
Tanggapan AstraZeneca
Dilansir Reuters, juru bicara AstraZeneca menyatakan tidak ada efek samping vaksin yang serius. Selama ini, seluruh vaksin yang diedarkan selalu melewati pengawasan kualitas yang ketat dan tinggi.
Juru bicara tersebut mengatakan bahwa uji coba dan aplikasi langsung yang sudah dilakukan selama ini menunjukkan bahwa vaksin AstraZeneca aman dan efektif serta sudah terbukti penggunaannya di lebih dari 50 negara.
Oleh karena itu, terkait dengan apa yang terjadi di Austria, pihak AstraZeneca akan melakukan komunikasi dengan pemerintah setempat dan mendukung penuh investigasi yang dilakukan.
Bagaimana dengan Indonesia?
Dalam konferensi pers yang diadakan secara daring pada selasa (9/13/2021), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan sudah menerbitkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) vaksin AstraZeneca.
“BPOM menerbitkan persetujuan penggunaan masa darurat (vaksin AstraZeneca) pada 22 Februari lalu dengan nomor EUA 2158100143A1,” ucap Kepala BPOM Penny K Lukito dalam konferensi pers daring tersebut sebagaimana dilansir kompas.com.
Sebelum memberikan izin penggunaan darurat, BPOm sudah melakukan evaluasi bersama Komite Nasional Penilai Obat serta pihak lainnya. Dalam kesempatan tersebut Penny menyatakan kalau vaksin ini memiliki efikasi sebesar 62,1 persen.
“Efikasi vaksin dengan dua dosis tadi dihitung sejak 15 hari pemberian dosis hingga pemantauan dua bulan menunjukkan efikasi sebesar 62,1 persen,” kata dia.
Bukan untuk vaksinasi mandiri
Meskipun sudah mendapat persetujuan penggunaan darurat, tapi vaksin AstraZeneca ini dikatakan BPOM bukan untuk vaksinasi mandiri. BPOM menyebut hal ini sudah sesuai dengan aturan yang ditetapkan pemerintah.
“Karena dalam peraturan dikatakan bahwa vaksin yang diberikan dalam gotong royong harus berbeda dengan program vaksinasi nasional,” ucap Kepala BPOM Penny Lukito sebagaimna dilansir detikcom.
Menurut rencana, akan ada tiga jenis vaksin COVID-19 yang akan dipakai untuk vaksinasi gotong royong. Mulai dari Sinopharm yang sedang diproses, vaksin Novavax dan vaksin Moderna.
Konsultasi lengkap seputar COVID-19 di Klinik Lawan COVID-19 dengan mitra dokter kami. Yuk, klik link ini untuk download aplikasi Good Doctor!