Share This Article
Ada banyak berita simpang siur yang beredar di kalangan masyarakat seputar vaksin COVID-19. Terbaru, ramai diberitakan bahwa vaksin ini diduga mengandung microchip bermagnet.
Dilansir dari Covid19.go.id, berita tersebut dipastikan tidak benar dan termasuk dalam kategori hoax. Ingin tahu penjelasan lebih lengkapnya? Simak ulasan pada artikel di bawah ini.
Baca juga: Penelitian Terbaru: Vaksinasi COVID-19 pada Ibu Hamil Berikan Antibodi untuk Janin
Awal mula berita tersebar
Narasi bahwa vaksin COVID-19 bermagnet mulai viral sejak muncul unggahan video di grup-grup WhatsApp, yang memperlihatkan sebuah uang koin pecahan seribu rupiah tertempel di lengan seseorang.
Uang tersebut diklaim menempel setelah diletakkan persis di area bekas suntikan vaksin COVID-19. Hal ini kemudian disebut-disebut terjadi karena vaksin mengandung magnet.
Video serupa juga beredar luas di luar negeri. Dalam sebuah unggahan Instagram, terlihat seorang perempuan dewasa berpose ke arah kamera dengan sebuah logam kecil tertempel di lengannya.
Hal ini kemudian disebarkan secara tidak bertanggung jawab di berbagai platform media sosial, dengan narasi vaksin bermagnet.
Sanggahan mengenai vaksin COVID-19 mengandung magnet
Dilansir dari Timesnownews, Profesor Michael Coey dari the School of Physics at Trinity College Dublin, menyanggah klaim yang dibuat di unggahan viral tersebut.
Coey menyebutkan bahwa seseorang akan membutuhkan sekitar satu gram logam besi untuk menarik magnet permanen di lokasi injeksi. Ini adalah suatu hal yang seharusnya akan sangat mudah terdeteksi jika magnet itu benar-benar ada di dalam vaksin.
Reuters juga meminta klarifikasi kepada pembuat vaksin Pfizer tentang video “magnet challenge“, yang secara khusus diklaim menampilkan penerima suntikan vaksin COVID-19 dari Pfizer.
Juru bicara Pfizer kemudian mengonfirmasi melalui bahwa vaksin mereka tidak mengandung logam apa pun, dan tidak dapat menimbulkan respons magnetis saat disuntikkan.
Bagaimana dengan vaksin di Indonesia?
Sama halnya dengan sanggahan para ahli di luar negeri, informasi mengenai vaksin bermagnet yang beredar di Indonesia juga tidak benar dan masuk kategori berita bohong.
Juru bicara Vaksinasi COVID-19 Kemenkes, dr. Siti Nadia Tarmidzi mengatakan, jumlah cairan vaksin yang disuntikan hanya 0,5 cc dan akan segera menyebar di seluruh jaringan, sehingga tidak ada carian yg tersisa.
Sementara logam dapat menempel di permukaan kulit yang lembab biasanya disebabkan oleh keringat.
Ketua Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) Prof. Dr. dr. Sri Rezeki Hadinegoro juga menjelaskan bahwa lubang jarum suntik sangat kecil, sehingga tidak ada partikel magnetik yang bisa melewatinya.
Vaksin COVID-19 yang digunakan di Indonesia hanya berisi protein, garam, lipid, pelarut, dan tidak mengandung logam.
Informasi pendukung mengapa klaim logam atau microchip dalam vaksin adalah hoax
Berikut adalah beberapa informasi lain mengapa berita tentang vaksin berlogam tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Zat besi bukan salah satu bahan dalam vaksin mana pun
Hanya besi yang dapat merespons sumber magnet dan bisa dimagnetisasi. Jadi saat komponen ini tidak terdapat di dalam vaksin, maka otomatis vaksin pun tidak memiliki kemampuan magnetis.
Agar koin dapat menempel di tubuh, diperlukan zat besi yang sangat besar
Para ahli medis di Meedan Health Desk mengatakan bahwa jumlah logam yang diperlukan dalam vaksin untuk menarik magnet jauh lebih besar daripada jumlah yang dapat ditemukan dalam dosis kecil vaksin.
Mereka juga mengatakan bahwa klaim dalam video itu cacat dan tidak sesuai dengan prinsip fisika dan sains.
Beberapa jenis vaksin memang ada yang mengandung sedikit alumunium
Banyak suntikan lain memang mengandung sedikit aluminium. Tetapi peneliti Universitas Oxford mengatakan ini tidak lebih berbahaya daripada jumlah minimal yang ditemukan secara alami di hampir semua makanan dan air minum.
Manusia secara alami memiliki respons magnetis
Para peneliti mengatakan bahwa semua manusia secara alami mempunyai “sedikit magnetis” karena tubuh kita mengandung sedikit zat besi.
Namun, kombinasi zat besi dan air dalam tubuh sangat sedikit, dan menolak magnet. Fungsi ini menjadi dasar pemindaian Magnetic Resonance Imaging (MRI) yang memungkinkan dokter menilai organ di rumah sakit.
Konsultasi lengkap seputar COVID-19 di Klinik Lawan COVID-19 dengan mitra dokter kami. Yuk, klik link ini untuk download aplikasi Good Doctor!