Share This Article
Salah satu gejala yang terjadi apabila seseorang terinfeksi COVID-19 yaitu sesak napas dan nyeri pada bagian paru-paru. Seperti apa sebenarnya proses COVID-19 menginfeksi dan merusak paru-paru?
Berikut ulasan lengkapnya!
Cara virus COVID-19 masuk ke dalam tubuh manusia
Melansir penjelasan laman Kawal COVID-19, virus menyebar melalui tetesan air liur ketika seseorang sedang alami batuk atau bersin, kemudian masuk ke tubuh orang yang berada di dekatnya melalui mulut, hidung dan mata. Â
Virus kemudian masuk ke jalur pernapasan dan membran mukus di bagian belakang tenggorokan, menempel pada sebuah reseptor di dalam sel, dan mulai berkembang di sana.
Perlu kamu ketahui bahwa virus ini mempunyai protein dengan ujung tajam yang membuat virus bisa menempel ke membran sel. Dari situ, materi genetis virus masuk ke sel tubuh manusia.
Materi genetis lalu akan menguasai metabolisme sel dan membuat sel tidak lagi berkembang untuk kesehatan tubuh melainkan untuk memperbanyak virusnya.
Proses COVID-19 menginfeksi paru-paru
Seperti apa sebenarnya proses COVID-19 menginfeksi paru-paru? Supaya kamu lebih memahaminya, berikut ulasan proses tersebut:
Gejala awal paru-paru terinfeksi
Umumnya gejala COVID-19 mulai terasa di belakang tenggorokan, berupa rasa nyeri tenggorokan dan batuk kering. Lalu virus dengan cepat menyebar dan masuk ke saluran pangkal paru-paru, hingga masuk ke paru-paru.
Pada proses seperti ini, virus akan merusak jaringan pada paru-paru, membuat jaringan ini membengkak, sehingga lebih sulit bagi paru-paru untuk memasok oksigen dan menyalurkan keluar karbondioksida.
Jika kamu sudah alami pembengkakan seperti itu, umumnya jaringan paru dan kurangnya oksigen dalam darah membuat jaringan tersebut terisi dengan cairan, nanah dan sel yang mati.
Pada proses ini, bisa terjadi kondisi pneumonia pada pasien positif COVID-19. Penyakit tersebut yang membuat pasien mengalami kesulitan bernafas sehingga butuh alat bantu pernapasan (ventilator).
Pneumonia pada pasien yang terinfeksi COVID-19
Melansir penjelasan laman Medical News Today, sekitar 13,8 persen penderita COVID-19 akan menderita penyakit parah dan harus dirawat di rumah sakit karena mereka mengalami sesak napas. Di antara orang-orang ini, 75 persen memiliki bukti pneumonia bilateral.
Pneumonia pada COVID-19 terjadi ketika bagian paru-paru berkonsolidasi dan kolaps. Pengurangan surfaktan di alveoli dari penghancuran virus oleh pneumosit membuat paru-paru sulit untuk menjaga alveoli tetap terbuka.
Sebagai bagian dari respons imun, sel darah putih, seperti neutrofil dan makrofag, masuk ke dalam alveoli. Sementara itu, pembuluh darah di sekitar kantung udara menjadi bocor sebagai respons terhadap bahan kimia inflamasi yang dilepaskan sel darah putih.
Cairan ini memberi tekanan pada alveoli dari luar dan kurangnya surfaktan, menyebabkannya paru-paru bermasalah. Akibatnya, pernapasan menjadi sulit, dan area permukaan paru-paru tempat transfer oksigen biasanya terjadi menjadi berkurang, yang menyebabkan sesak napas.
Tubuh berusaha menyembuhkan dirinya sendiri dengan meningkatkan respons peradangan dan kekebalan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan agar menggunakan glukokortikosteroid selama fase ini, karena dapat mencegah respons dan penyembuhan alami.
Kebanyakan pasien akan pulih pada tahap ini dengan cairan infus suportif dan oksigen melalui sungkup atau sungkup tekanan positif eksternal.
Penelitian terkait COVID-19 saat menginfeksi paru-paru
Dijelaskan juga dalam laman Kawal COVID-19, sebuah studi menemukan bahwa lebih dari 50 persen pasien yang diteliti, yakni sekitar 121 pasien, di Tiongkok, mempunyai hasil CT Scan yang normal pada awal mereka sakit. Â
Namun, saat sakitnya mulai meningkat menjadi kondisi yang parah, CT Scan mulai menunjukan gambar seperti ‘pecahan kaca buram’, semacam selaput asap yang menutupi beberapa bagian paru-paru.
Hal ini merupakan tanda-tanda infeksi. Selaput ini bisa tersebar di berbagai wilayah paru-paru, dan menebal di wilayah yang parah, sehingga muncul pola tempelan acak dalam hasil pemindaian.
Walaupun hingga saat ini, memang lebih banyak pasien yang mengalami gejala pada bagian paru-paru, tetapi infeksi bisa menyebar melalui membran mukus, dari hidung sampai ke anus.
Jadi, bisa dikatakan bahwa virus juga bisa menginfeksi saluran pencernaan. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa beberapa pasien menunjukan gejala pencernaan seperti diare atau sembelit.
Perlu kamu waspadai bahwa virus COVID-19 ini juga bisa masuk ke dalam darah. Akan tetapi, walaupun ditemukan RNA dari virus ini dalam darah dan kotoran, belum dapat dijelaskan apakah virus akan dapat bertahan lama dalam darah ataupun kotoran.
Konsultasi lengkap seputar COVID-19 di Klinik Lawan COVID-19 dengan mitra dokter kami. Yuk, klik link ini untuk download aplikasi Good Doctor!