Share This Article
Indonesia adalah negara beriklim tropis dan memiliki beberapa penyakit endemis. Salah satunya adalah dengue hemorrhagic fever (DHF) atau yang lebih dikenal dengan demam berdarah (DBD).
Dilansir dari Universitas Airlangga, kejadian DBD selama masa pandemi mengalami peningkatan, yakni lebih dari 71.663 kasus dengan 459 kematian tercatat dari bulan Januari hingga Juli 2020.
Yuk, cari tahu informasi seputar DBD, termasuk soal siklus pelana kuda yang menjadi ciri khas dari penyakit ini.
Baca juga: Jangan Sepelekan Demam Berdarah, Yuk Ketahui Gejala-gejalanya!
Apa itu demam berdarah?
Dilansir dari Kementerian Kesehatan, demam berdarah adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes.
Penyakit ini biasanya menunjukkan peningkatan kasus di sekitar bulan Maret hingga Agustus. Ini merupakan masa transisi dari musim hujan ke musim kemarau, yang menjadi momen nyamuk Aedes berkembang biak.
Gejala yang muncul biasanya ditandai dengan demam mendadak, sakit kepala, nyeri belakang bola mata, mual, mimisan, dan gusi berdarah. Selain itu ruam merah di permukaan tubuh juga menjadi ciri khas penyakit ini.
Pentingnya mengenal siklus pelana pada penderita DBD
Dalam kasus sudah terinfeksi, penting untuk memberikan penanganan sejak dini pada penderita DBD agar keadaannya tidak menjadi semakin buruk.
Salah satunya adalah dengan mengecek 3 fase DBD yang dikenal dengan istilah siklus pelana kuda.
Secara umum ini adalah gambaran grafik naik turun panas yang dialami oleh penderita DBD. Berikut adalah beberapa gejala yang perlu diperhatikan dalam siklus pelana kuda.
Fase demam
Fase ini berlangsung di awal-awal, yakni selama 2 sampai 7 hari. Umumnya pasien akan menunjukkan gejala demam tinggi disertai gejala-gejala lain seperti:
- Kemerahan pada wajah,
- Eritema kulit,
- Nyeri seluruh tubuh,
- Mialgia,
- Artralgia,
- Sakit di belakang mata,
- Fotofobia, dan
- Sakit kepala.
Tak jarang pasien juga mengalami sulit makan yang disertai sering mual dan muntah. Sakit tenggorokan juga dapat dilihat pada beberapa kasus DBD di fase ini. Saat berada di periode ini, pasien mungkin mengalami kesulitan dalam menjalankan aktivitasnya secara normal.
Sangat sulit untuk membedakan demam berdarah dari penyakit demam lainnya selama fase ini. Oleh karena itu, pasien harus dipantau untuk tanda-tanda peringatan dan parameter klinis lainnya untuk mencegah terjadinya pengembangan ke fase kritis.
Fase kritis
Fase ini ditandai dengan demam yang mereda. Banyak yang mengira pada fase ini pasien membaik, padahal ini merupakan masa di mana risiko tertinggi dari DBD dapat terjadi.
Padahal suhu tubuh yang menurun tersebut disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah. Saat penderita sudah memperlihatkan tanda ruam atau bintik merah pada kulit, tandanya penderita sedang berada dalam masa kritis.
Fase ini harus segera ditangani dengan cepat, karena dapat menimbulkan komplikasi yang lebih parah, atau bahkan kematian. Tanda-tanda peringatan berikut biasanya terjadi sebelum pasien mengalami manifestasi syok (kegagalan sirkulasi darah):
- Sakit perut atau nyeri tekan
- Muntah terus menerus
- Akumulasi cairan klinis (misalnya – asites, efusi pleura)
- Perdarahan mukosa spontan
- Kelesuan atau kegelisahan
- Pembesaran hati >2 sentimeter
- Peningkatan hematokrit dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat
- Periode kebocoran plasma yang signifikan secara klinis biasanya berlangsung antara 24-48 jam.
Fase pemulihan
Suhu tubuh yang kembali naik merupakan pertanda berakhirnya fase kritis. Bintik dan ruam merah pada kulit pun umumnya mulai berkurang. Namun, masih tetap diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat perkembangan penyembuhan.
Beberapa hal di bawah ini merupakan indikator yang dapat diamati selama pasien berada di periode ini:
- Pasien akan melaporkan rasa membaik, nafsu makan kembali
- Menstabilkan tanda-tanda vital (tekanan nadi melebar, nadi teraba kuat)
- Bradikardia
- Kadar hematokrit kembali normal atau rendah karena efek pengenceran cairan yang direabsorbsi
- Peningkatan keluaran urine
- Munculnya ruam yang khas – ruam yang kadang-kadang pruritus, eritematosa atau petekie dengan beberapa pulau bulat kecil dari kulit yang tidak terkena, yang digambarkan sebagai “pulau putih di lautan merah”.
Pasien yang berhasil bertahan dalam periode kritis 24-48 jam akan mulai menyerap kembali cairan yang bocor dari ruang intravascular, yaitu plasma dan cairan intravena yang diberikan.
Baca juga: Catat, Ini 10 Cara Mengatasi Speech Delay pada Anak di Rumah
Jaga kesehatan kamu dan keluarga dengan konsultasi rutin bersama mitra dokter kami. Download aplikasi Good Doctor sekarang, klik link ini, ya!