Share This Article
Di tengah menurunnya COVID-19, kini World Health Organization (WHO) melaporkan munculnya penyakit lain yaitu kasus Crimean-Congo Haemorrhagic Fever (CCHF) atau disebut juga demam berdarah Krimea-Kongo di Republik Irak, dengan jumlah 212 kasus. Namun, apa itu demam berdarah Krimea-Kongo, gejala dan cara mengatasinya?
Demam berdarah Krimea-Kongo
Demam berdarah Krimea-Kongo atau CCHF adalah penyakit yang ditularkan ke manusia melalui virus akibat gigitan kutu terinfeksi. Selain itu juga karena adanya kontak langsung dengan darah atau jaringan dari manusia dan ternak yang terinfeksi seperti dilansir dari laman WHO.
Wabah penyakit CCHF ini merupakan ancaman bagi seluruh masyarakat karena virusnya dapat menyebabkan epidemi, bahkan memiliki rasio kematian kasus yang tinggi sebanyak 10-40 persen.
Selain itu, berpotensi menyebabkan wabah di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lain, serta sulit dicegah dan diobati. CCHF sendiri merupakan endemik di seluruh Afrika, Balkan, Timur Tengah dan di Asia.
Penyakit ini pertama kali ditemukan berada di Krimea pada 1944 dan diberi nama demam berdarah Krimea. Kemudian, pada 1969 diketahui bahwa virus penyebab demam berdarah Krimea, ternyata sama dengan penyebab penyakit di Kongo pada 1956.
Sehingga adanya keterkaitan antara kedua nama tempat tersebut menghasilkan nama terkini yaitu demam berdarah Krimea-Kongo.
Kasus terbaru
Antara 1 Januari hingga 22 Mei 2022, otoritas kesehatan Republik Irak telah memberitahu WHO terkait dengan adanya 212 kasus CCHF. Di mana terdapat 115 kasus atau sebesar 54 persen diduga terinfeksi dan 97 kasus atau sebesar 46 persen sudah dikonfirmasi di laboratorium.
Lalu melalui laporan tersebut juga diketahui ada kasus kematian sebanyak 27, 14 suspek dan 13 sudah dikonfirmasi laboratorium. Jumlah kasus yang dilaporkan dalam lima bulan pertama di 2022 memang jauh lebih tinggi daripada yang dilaporkan pada 2021, yakni 33 kasus.
Irak adalah salah satu negara Mediterania timur di mana penyakit ini memang sudah menjadi endemik. Penyakit ini telah dilaporkan di Irak sejak 1979, dan pertama kali didiagnosis pada 10 pasien. Sejak saat itu, enam kasus lagi mulai dilaporkan antara 1989 dan 2009. Sebanyak 11 kasus di 2010 dan 3 kasus fatal dilaporkan pada 2018.
Kondisi ini terjadi, karena peternakan domba dan sapi memang masih sangat umum di Irak. Penelitian seperti dilansir dari WHO, telah menunjukkan bahwa hewan-hewan ini secara teratur dipenuhi dengan spesies kutu, terutama spesies Hylomma yang menjadi vektor utama penyakit CCHF.
Penyebab demam berdarah Krimea-Kongo
Kutu Ixodid dari genus Hyalomma, merupakan sumber penyebab virus demam berdarah Krimea-Kongo atau CCHF menurut Centers for Disease Control and Prevention. Banyak hewan liar dan domestik, seperti sapi, kambing, domba, dan kelinci yang juga berfungsi sebagai inang pengganda virus tersebut.
Penularan penyakit ini ke manusia bisa terjadi melalui kontak dengan kutu yang terinfeksi atau darah hewan. CCHF juga dapat ditularkan dari manusia ke manusia lain, melalui kontak darah atau cairan tubuh yang menular.
Penyebaran CCHF yang teridentifikasi juga terjadi di rumah sakit karena sterilisasi peralatan medis yang tidak tepat, penggunaan kembali jarum suntik, serta kontaminasi persediaan medis.
Sebenarnya penyakit ini umum terjadi pada hewan, tetapi akan sangat fatal jika dialami oleh manusia. Jika penyakit ini terjadi pada manusia, maka akan diawali dengan gejala demam non-spesifik, yang berkembang menjadi sindrom hemoragik atau perdarahan.
Gejala
Setelah infeksi dari gigitan kutu, masa inkubasi penyakit CCHF biasanya 1 sampai 3 hari. Kondisi ini bisa bertahan hingga maksimal selama 9 hari. Setelah kontak dengan darah atau jaringan yang terinfeksi, masa inkubasinya 5 hingga 6 hari dan dapat bertahan hingga 13 hari. Menurut penjelasan WebMD, berikut ini beberapa gejala yang umum terjadi seperti:
- Mengalami sakit kepala
- Merasa pusing
- Mengalami demam tinggi
- Mengalami sakit punggung atau leher
- Nyeri sendi
- Nyeri otot
- Sakit perut
- Muntah
- Diare
- Mata merah atau sakit
- Fotofobia, yaitu kepekaan terhadap cahaya
- Wajah memerah
- Tenggorokan sakit
- Mengalami petechiae atau bintik merah di langit-langit mulut dan tenggorokan
- Beberapa orang mungkin juga menderita penyakit kuning.
Lalu, dalam kasus CCHF yang parah, terlihat adanya perubahan suasana hati, persepsi sensorik, dan kebingungan. Setelah 2 sampai 4 hari, penderita merasa mengantuk dan depresi.
Selain itu, sangat memungkinkan muncul sakit perut di daerah kanan atas karena pembesaran hati (hepatomegali). Saat kondisi penyakit CCHF kian memburuk, gejala yang dialami pun juga akan berubah. Sekitar hari keempat hingga 2 minggu setelah terinfeksi CCHF, berikut beberapa gejala yang akan muncul:
- Area memar yang luas
- Mengalami mimisan
- Mengalami pendarahan tak terkendali.
Para ahli juga telah mencatat tanda-tanda lain yang mungkin akan dirasakan jika penyakit CCHF terus memburuk, yaitu detak jantung berdegup cepat , pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati), dan hepatitis.
Pada orang yang memang memiliki penyakit bawaan, biasanya akan mengalami kerusakan ginjal lebih cepat, gagal hati mendadak, atau gagal paru-paru bahkan dapat terjadi setelah hari kelima.
Cara mengatasi
Cara mengatasi penyakit CCHF ini yang paling utama adalah memberikan perawatan suportif secara umum, selain itu juga melakukan pengobatan untuk gejala yang dialami oleh pasien. Salah satunya seperti mengonsumsi obat antivirus ribavirin, yang memang digunakan untuk infeksi CCHF.
Angka kematian akibat CCHF sendiri sekitar 30 persen, dan biasanya dialami saat pasien saat sakit di minggu kedua. Memang cukup sulit untuk mencegah atau mengendalikan infeksi CCHF karena siklus kutu-hewan-kutu biasanya tidak diketahui dan tidak terlihat.
Selain itu, kutu juga sangat banyak dan tersebar luas, sehingga pengendaliannya dengan akarisida, bahan kimia untuk membunuh kutu hanyalah pilihan yang realistis untuk fasilitas produksi ternak.
Cara mencegah
Hingga saat ini, belum ada vaksin yang tersedia secara luas untuk digunakan manusia atau hewan.
Dengan tidak adanya vaksin tersebut, maka satu-satunya cara untuk mengurangi infeksi pada manusia adalah dengan meningkatkan kesadaran akan faktor risiko dan mendidik masyarakat tentang langkah-langkah yang dapat mereka ambil untuk mengurangi paparan virus.
Kemudian, bagi para pekerja pertanian dan orang lain yang juga mengelola hewan harus mengambil langkah-langkah keamanan dengan tepat, seperti:
- Gunakan obat nyamuk pada kulit dan pakaian yang terbuka
- Kenakan sarung tangan dan pakaian pelindung lainnya
- Hindari kontak dengan darah atau cairan tubuh hewan, dan juga pada orang yang menunjukkan gejala infeksi.
- Petugas kesehatan juga harus menggunakan tindakan pengendalian infeksi yang tepat untuk menghindari paparan.
Demam berdarah pada anak
Penyakit demam berdarah Krimea-Kongo ini sebenarnya jarang menyerang anak-anak dan tampaknya gejala yang ditimbulkan pun lebih ringan daripada orang dewasa. Namun, tidak menutup kemungkinan anak-anak mengalami Demam Berdarah Dengue (DBD).
Melansir penjelasan dari Kids Health, DBD adalah penyakit tropis disebabkan oleh virus yang dibawa nyamuk. Virus DBD ini dapat menyebabkan demam, nyeri di seluruh tubuh, sakit kepala, dan juga ruam-ruam.
Demam berdarah ini jarang menyerang orang-orang yang tinggal di benua Amerika Serikat, meskipun wabah kecil sempat terjadi di Texas, Florida, dan Hawaii. Tapi demam berdarah terjadi di Puerto Rico, Samoa Amerika, dan Kepulauan Virgin AS.
Selain itu, juga umum di beberapa negara tropis di Amerika Tengah dan Selatan, Afrika, dan Asia. Jika kamu berencana bepergian ke luar negeri, terutama yang berada di daerah tropis, ada baiknya waspada terhadap penyakit demam berdarah.
Pastikan untuk menggunakan obat nyamuk, menutupi area tidur dengan kelambu, dan menghindari bepergian ke luar saat senja dan fajar. Pasalnya pada waktu tersebut nyamuk paling aktif.
Gejala DBD
Berikut beberapa gejala demam berdarah yang mungkin dialami oleh anak-anak:
- Demam tinggi, mungkin setinggi 40 derajat Celcius
- Merasakan nyeri di belakang mata dan di persendian, otot atau tulang
- Mengalami sakit kepala yang cukup parah
- Timbulnya ruam di sebagian besar area tubuh.
- Mengalami pendarahan ringan dari hidung atau gusi
- Mudah memar.
Berapa penyakit ini akan berlangsung?
Gejala penyakit DBD ini biasanya berlangsung selama 4 hari hingga 2 minggu setelah digigit oleh nyamuk yang terinfeksi. Kemudian, akan sakit selama 2 hingga 7 hari. Setelah demam mereda, gejala lain dapat memburuk dan bahkan hingga menyebabkan perdarahan yang lebih parah.
Contohnya anak-anak bisa mengalami masalah pencernaan seperti mual, muntah, atau sakit perut dan masalah pernapasan. Penderita DBD biasanya akan mengalami dehidrasi, perdarahan, dan penurunan tekanan darah akibat syok yang cepat.
Oleh karena itu, segera lakukan pengobatan dengan pergi ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan dari dokter. Pasalnya gejala-gejala tersebut dapat mengancam jiwa anak-anak dan membutuhkan perawatan medis sesegera mungkin.
Cara mencegah DBD pada anak
Cara pencegahan yang paling utama adalah pemberian vaksin. Kini vaksin demam berdarah memang sudah direkomendasikan untuk anak-anak dan remaja berusia 9–16 tahun yang tinggal di wilayah AS. Namun, tidak disarankan bagi wisatawan yang datang ke daerah-daerah tersebut.
Tetapi vaksin saja tidak cukup. Mencegah gigitan nyamuk masih merupakan perlindungan yang sangat penting. Jadi, pastikan kamu melakukan beberapa hal berikut untuk mencegah DBD:
- Gunakan kasa pada pintu dan jendela
- Mintalah anak-anak mengenakan kemeja lengan panjang, celana panjang, sepatu, dan kaus kaki ketika mereka pergi ke luar. Lalu, boleh juga menggunakan kelambu di atas tempat tidur anak-anak saat malam hari.
- Gunakan obat nyamuk khusus untuk anak-anak
- Batasi jumlah waktu yang dihabiskan anak-anak saat bermain di luar siang hari, terutama pada jam-jam sekitar fajar dan senja. Pasalnya waktu tersebut adalah saat nyamuk paling aktif.
- Jangan berikan tempat untuk nyamuk berkembang biak. Perlu kamu ketahui bahwa nyamuk dapat bertelur di air, jadi pastikan untuk menyingkirkan genangan pada barang-barang seperti wadah dan ban bekas. Lalu, ganti air di tempat mandi burung, mangkuk anjing, dan vas bunga setidaknya seminggu sekali.
Itulah beberapa tindakan pencegahan DBD agar tidak menyerang anak-anak. Ada baiknya untuk menjauhkan keluarga dari daerah dengan wabah demam berdarah.
Baca juga: Mengapa Demam Berdarah dan Tipes Bisa Terjadi di Waktu yang Bersamaan?
Konsultasi lengkap seputar COVID-19 di Klinik Lawan COVID-19 dengan mitra dokter kami. Yuk, klik link ini untuk download aplikasi Good Doctor!
Sudah punya asuransi kesehatan dari perusahaan tempatmu bekerja? Ayo, manfaatkan layanannya dengan menghubungkan benefit asuransi milikmu ke aplikasi Good Doctor! Klik link ini, ya.