Share This Article
Antibiotik merupakan salah satu jenis obat yang biasa diresepkan dokter saat kamu sakit. Obat antibakteri ini dapat menghancurkan atau memperlambat petumbuhan bakteri. Nah, kenapa antibiotik harus dihabiskan, ya?
Antibiotik termasuk obat-obatan yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Obat ini pun tidak dapat digunakan untuk mengobati infeksi virus.
Kenapa antibiotik harus dihabiskan?
Antibiotik merupakan obat yang diresepkan oleh dokter untuk mengobati infeksi bakteri. Obat ini dianjurkan untuk selalu dihabiskan meskipun kondisi tubuh sudah membaik.
Akan tetapi, sebagian dari kita pasti mempertanyakan alasan sebenarnya di balik kenapa antibiotik harus dihabiskan.
Antibiotik sendiri harus dihabiskan untuk menghentikan infeksi bakteri muncul kembali, serta mengurangi risiko bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik. Resistensi merupakan keadaan di mana bakteri tidak dapat dibunuh lagi dengan antibiotik.
Namun yang perlu diingat adalah alasan utama pemberian antibiotik digunakan untuk menyembuhkan infeksi bakteri, bukan untuk mencegah resistensi obat.
Baca juga: Perhatikan 5 Aturan Minum Antibiotik Ini agar Pengobatan Lebih Efektif!
Efek antibiotik tidak dihabiskan
Resistensi antibiotik merupakan salah satu efek utama yang dapat terjadi karena antibiotik tidak dihabiskan. Kondisi ini dapat meningkat setelah bakteri berulang kali terpapar antibiotik.
Bakteri berubah atau beradaptasi sehingga mereka tidak lagi terpengaruh oleh antibiotik. Hal ini menyebabkan antibiotik tidak efektif melawan infeksi sebelumnya yang dapat mereka obati.
Dilansir NHS, hal tersebut telah diterima secara luas bahwa menghentikan pengobatan antibiotik sejak dini dapat mendorong bakteri untuk mengembangkan resistensi antibiotik.
Akibatnya, saran medis yang diberikan saat ini mengharuskan mengonsumsi antibiotik hingga habis seperti yang sudah diresepkan dan direkomendasikan oleh tenaga kesehatan profesional, meskipun kamu merasa kondisimu sudah lebih baik.
Penyebab resistensi antibiotik
Resistensi antibiotik tidak terjadi begitu saja, hal ini disebabkan karena bakteri menolak obat serta bakteri telah berubah dalam beberapa cara. Perubahan tersebutlah yang melindungi bakteri dari aksi penyembuhan oleh obat atau penetralan obat.
Setiap bakteri yang bertahan dari pengobatan antibiotik dapat berkembang biak dan menularkan sifat resistensinya. Tak hanya itu saja, beberapa bakteri juga dapat mentransfer sifat tahan obat mereka ke bakteri lain seakan mereka saling membantu untuk bertahan hidup.
Fakta bahwa bakteri mengembangkan resistensi adalah hal yang normal. Tetapi cara penggunaan obat juga memengaruhi seberapa cepat dan sejauh mana resitensi terjadi.
Apa yang terjadi jika antibiotik tidak dihabiskan?
Mengobati infeksi bakteri dengan antibiotik dapat membunuh bakteri tersebut, tetapi ini membutuhkan waktu seminggu atau lebih lama untuk menyelesaikannya.
Jika kamu menghentikan pengobatan lebih awal, kamu hanya akan membunuh bakteri yang lebih lemah karena bakteri-bakteri tersebut paling mudah dihilangkan oleh antibiotik.
Yang tersisa adalah bakteri yang lebih sulit, yang hanya dapat terbunuh jika pengobatan dilanjutkan. Tanpa adanya antibiotik, mereka memiliki ruang untuk berkembang biak dan terus bertahan secara genetik kepada keturunan mereka. Hal tersebut membuat infeksi lebih sulit untuk diobati.
Menyebabkan mutasi bakteri
Generasi mendatang dari bakteri yang berasal dari populasi ini memiliki mutasi yang lebih banyak dari waktu ke waktu, yang dapat membuat mereka benar-benar tahan terhadap antibiotik.
Nah, sudah tahu bukan alasan kenapa alasan antibiotik harus dihabiskan? Meskipun menghabiskan antibiotik sangat penting, tetapi kamu juga harus mengonsumsinya secara bijak dan harus sesuai dengan instruksi dokter.
Kamu juga harus menggunakan dosis harian yang telah ditentukan, serta menyelesaikan seluruh rangkaian pengobatan lain agar kondisi kesehatanmu cepat pulih, ya.
Saran WHO
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menyadari adanya efek yang dapat timbul jika antibiotik tidak dihabiskan. Oleh karena itu, WHO menganjurkan agar kamu mengikuti petunjuk yang diberikan dokter tentang aturan pakai antibiotik.
Apapun yang kamu rasakan, baik itu rasa mendingan atau gejala yang berkurang, tidak selalu berarti ineksi yang kamu alami sudah sembuh sepenuhnya. WHO menyebut para dokter sudah menjalani latihan bertahun-tahun yang tepercaya.
Dokter, disebut WHO, memiliki akses terhadap panduan penggunaan antibiotik dan pengobatan terhadap infeksi-infeksi yang sudah ada dan terbukti secara ilmiah. WHO pun terus mengkaji penelitian supaya bisa terus menyediakan rekomendasi pada tenaga kesehatan.
Minum antibiotik tidak harus selalu lama
Selain merasa sudah membaik, alasan orang enggan menghabiskan antibiotik adalah durasinya yang terlalu panjang dan takut terhadap efek sampingnya.
Terkait hal ini, WHO menyebut sudah banyak bukti yang bermunculan yang menunjukkan penggunaan antibiotik dalam waktu yang lebih singkat bisa jadi sama efektifnya dengan penggunaan yang lebih lama terhadap beberapa infeksi.
Dalam laman resminya WHO menyebut penggunaan antibiotik yang lebih singkat lebih masuk akal karena bisa membuat konsumsi sampai habis, memiliki efek samping yang lebih sedikit dan juga lebih murah.
Konsumsi antibiotik dalam waktu yang lebih singkat pun akan mengurangi paparan bakteri terhadap antibiotik, hal ini pun bisa mengurangi kecepatan patogen tersebut dalam mengembangkan resistensi terhadap antibiotik.
Beda infeksi, beda aturan pakai antibiotik
Sebuah publikasi dalam British Medical Journal menyebut pemakaian antibiotik seharusnya berbeda-beda dalam tiap infeksi. Para peneliti pun menyebut tidak selamanya efek antibiotik dihabiskan adalah resistensi antibiotik.
Faktanya, dalam kajian tersebut dikatakan lama pengobatan yang dibutuhkan untuk banyak infeksi umum tidak dikaji secara baik, bahkan terkesan dilakukan tanpa bukti yang kuat.
Peneliti mengkaji data-data terkait lamanya terapi pengobatan beberapa infeksi seperti sakit tenggorokan, cellulitis dan pneumonia.
Pada banyak kasus, peneliti menemukan bagaimana pemberian obat dalam waktu yang singkat memiliki rasio kesembuhan yang sama besar dengan pemberian obat dalam waktu yang lebih lama.
Bagaimana dengan bakteri yang resistensi antibiotik?
Dalam penelitian pun disebutkan pasien yang minum obat dalam waktu yang lebih singkat cenderung memiliki risiko yang relatif sama atau bahkan sedikit lebih rendah terserang bakteri yang mengalami resistensi antibiotik.
Penggunaan antibiotik yang terlalu panjang, dikatakan peneliti tersebut justru bisa menyebabkan resistensi antibiotik pada flora atau kuman yang tidak berbahaya yang biasanya terdapat di kulit dan membran hingga usus.
Paparan antibiotik pada flora dan kuman ini bisa menyebabkan seleksi sehingga hanya spesies yang kuat terhadap antibiotik saja yang bisa bertahan.
Efek mengonsumsi kembali antibiotik yang tidak dihabiskan
Selain tidak dihabiskan, kasus lain lagi yang kerap terjadi dalam hal konsumsi antibiotik adalah menggunakan lagi antibiotik yang tidak dihabiskan tersebut jika sedang sakit.
Hal itu dikutip laman consummerreports.org dari American Academy of Pediatrics National Conference tahun 2005.
Praktik ini sangat berbahaya, karena antibiotik yang digunakan untuk mengatasi penyakit yang bukan merupakan khasiatnya, maka akan ada efek samping serius yang terjadi. Pengguna pun bisa salah obat atau salah dosis dalam hal ini.
Penggunaan yang salah ini pun bisa menyebabkan resistensi antibiotik, lho! Katherine Fleming-Dutra, M.D., seorang dokter anak dalam laman tersebut menyebut antibiotik memang penting dalam proses penyembuhan, tapi obat ini bukan untuk segala jenis penyakit.
Dipraktikkan banyak orang
Sayangnya, kebiasaan ini justru dilakukan banyak orang. Laman tersebut menyebut studi tersebut 48 persen orang tua di Amerika Serikat menyimpan sisa antibiotik yang diresepkan oleh dokter untuk anak mereka.
Dari para orang tua yang menyimpan antibiotik sisa ini, 78 persen di antaranya menyatakan menggunakan antibiotik ini kembali atau membaginya pada orang lain.
Apa saja efek yang bisa dihasilkan?
Tidak semua penyakit membutuhkan antibiotik. Oleh karena itu, penggunaan obat sisa ini justru berbahaya. “Biarkan dokter yang memutuskan apakah anak kamu membutuhkan antibiotik atau tidak,” kata Fleming-Dutra dalam laman consummerreports.org.
Menggunakan antibiotik sisa ini bisa membunuh bakteri baik yang terdapat dalam tubuh. Akibatnya, ada ketidakseimbangan bakteri yang bisa berakibat pada masalah di pencernaan. Di antaranya adalah diare dan infeksi jamur.
Konsultasikan masalah kesehatan Anda dan keluarga melalui Good Doctor dalam layanan 24/7. Mitra dokter kami siap memberi solusi. Yuk, download aplikasi Good Doctor di sini!