Share This Article
Kamu mungkin sudah sering mendengar bahwa kesan pertama itu sangat penting. Dalam dunia psikologi, ini juga dapat berpengaruh pada penilaian kita terhadap seseorang di waktu-waktu selanjutnya.
Halo effect sendiri sangat erat kaitannya dengan kesan pertama. Ini merupakan jenis bias kognitif, di mana kesan keseluruhan kita tentang seseorang memengaruhi perasaan dan pemikiran kita tentang karakter mereka.
Baca terus untuk mempelajari lebih lanjut tentang halo effect atau efek halo, dan dampaknya bagi kehidupan seseorang melalui ulasan berikut ini.
Baca juga: Mengenal Konsep Ikigai dari Jepang agar Hidup Bahagia dan Sehat
Mengenal halo effect
Dilansir dari Very Well Mind, halo effect disebut juga sebagai prinsip “apa yang indah juga baik”. Di dalamnya, penampilan fisik seringkali menjadi bagian utama dari penilaian sebuah karakter. Orang yang dianggap menarik cenderung dinilai lebih tinggi pada sifat-sifat positif lainnya juga.
Namun efek ini tidak hanya memengaruhi persepsi tentang orang berdasarkan daya tariknya. Itu juga dapat mencakup sifat-sifat lain juga. Orang yang mudah bergaul atau baik hati, misalnya, mungkin juga dianggap lebih disukai dan cerdas.
Mengapa disebut halo effect? Dulu istilah “halo” digunakan dalam konsep religius dengan gambaran lingkaran bercahaya yang terlihat mengambang di atas kepala orang suci.
Lingkaran tersebut sering dianggap menggambarkan karakter orang yang baik dan tanpa cela. Inilah awal mula sejarah dari kemunculan istilah halo effect.
Situasi-situasi dalam keseharian yang biasanya dipengaruhi halo effect
Dilansir dari Healthline, bisa dipastikan efek halo sering terjadi dalam setiap aspek kehidupan sehari-hari. Ini termasuk situasi di beberapa tempat berikut:
1. Tempat kerja
Efek halo berlaku secara teratur di tempat kerja. Kamu mungkin berasumsi bahwa rekan kerja yang berpakaian formal memiliki etos kerja yang baik. Di sisi lain, rekan kerja lain dengan pakaian kasual mungkin dinilai tidak memiliki etos kerja yang sama. Padahal bisa jadi ini tidak benar.
Efek yang sama dapat dicatat berdasarkan tingkat pendidikan. Satu studi klasik di tingkat universitas menguji persepsi siswa baik terhadap profesor tingkat tinggi maupun dosen tamu.
Berdasarkan gelar-gelar ini, para siswa membuat asosiasi positif dengan akademisi yang berpangkat lebih tinggi.
2. Sekolah
Konsep kesan pertama, identitas, dan keakraban juga dapat memicu efek halo di sekolah. Misalnya, ada beberapa bukti bahwa daya tarik yang dirasakan dapat menghasilkan nilai lebih tinggi di sekolah. Namun, penelitian lain yang tidak menunjukkan korelasi tersebut.
3. Pemasaran
Bukan rahasia lagi bahwa tenaga pemasar menggunakan metode ekstensif untuk memanipulasi kita sebagai konsumen agar membeli produk atau layanan mereka. Mereka bahkan dapat menggunakan efek halo untuk mewujudkan hal tersebut.
Misalnya, pernahkah kamu lebih tertarik pada suatu produk atau layanan karena selebriti favoritmu “mendukung”-nya? Perasaan positif tentang selebritas itu dapat membuat kamu menganggap semua hal yang dikaitkan dengan selebritas juga positif.
4. Pengobatan
Efek halo juga bisa terjadi di bidang kedokteran. Seorang dokter misalnya, mungkin menilai pasien berdasarkan penampilannya tanpa melakukan tes terlebih dahulu.
Dokter juga mungkin menilai kesehatan seseorang berdasarkan kesan pertama yang ia peroleh. Misalnya, mengaitkan seorang pasien yang kurus dengan kondisi kesehatan yang sempurna, atau sebaliknya.
Dampak halo effect terhadap kesehatan mental
Dilansir dari Yayasan Pulih, halo effect biasanya sangat dipengaruhi oleh asumsi atau apa yang terlihat oleh pandangan mata. Ini akan memengaruhi pandangan kita terhadap seseorang secara keseluruhan. Padahal penilaian seperti ini bisa jadi sangat tidak akurat dan benar.
Jika terus dilakukan, ini akan berpengaruh pada kesehatan mental pelakunya. Asumsi-asumsi yang terbangun tanpa dilengkapi interaksi sosial mendalam, akan melahirkan penilaian ‘instan’, yang pada gilirannya membangun mental mudah menghakimi tanpa mengenal terlebih dahulu.
Mirisnya lagi, halo effect yang terus dipelihara juga bisa menjadi bibit mindset atau pola pikir yang salah dan tidak terbuka. Jadi tidak hanya bisa membuat dirimu terbiasa membuat asumsi sembarangan terhadap orang lain. Namun juga melatih diri untuk bersikap seolah pemikiran kita adalah yang paling akurat atau sesuai dengan realita.
Bisakah gejalanya dikenali?
Efek halo mungkin sulit dikenali karena membedakan bias dari fakta juga tidak mudah untuk dilakukan.
Namun kamu dapat secara aktif berupaya untuk mengurangi opini subjektif semacam itu, dengan mengambil langkah-langkah positif menuju pemikiran yang lebih obyektif tentang orang lain.
Jika efek halo berteori bahwa penilaian karakter sangat tergantung pada kesan pertama, ada baiknya untuk memperlambat proses berpikir yang kamu lakukan saat hendak menilai seseorang.
Daripada terburu-buru menilai, beri waktu beberapa lama untuk melakukan penilaian secara lebih objektif. Memperlambat dan mengumpulkan semua fakta dapat membantu kamu mencegah potensi efek negatif dari efek halo.
Konsultasikan masalah kesehatan kamu dan keluarga melalui Good Doctor dalam layanan 24/7. Mitra dokter kami siap memberi solusi. Yuk, download aplikasi Good Doctor di sini!