Share This Article
Bukan hanya sekadar lelah saja, tetapi seringkali tanpa disadari stres dapat memengaruhi kesehatan tubuh, perasaan hingga perilaku sehari-hari. Simak penjelasannya, yuk.
Apa itu stres?
Stres adalah reaksi fisik dan mental secara alami terhadap pengalaman hidup masing-masing individu. Setiap orang mengungkapkan stres dari waktu ke waktu.
Penyebab stres sendiri bisa dari hal kecil hingga besar seperti pekerjaan dan keluarga hingga peristiwa kehidupan yang serius seperti penyakit, perang, atau kematian orang yang dicintai dapat memicu stres.
Baca juga: Stres Akibat Pandemi Bisa Picu Herpes Zoster, Benarkah Demikian?
Benarkah stres dapat memengaruhi kesehatan tubuh, perasaan hingga perilaku?
Dilansir dari laman Healhtline, untuk situasi langsung dan jangka pendek, stres dapat bermanfaat bagi kesehatan. Kondisi ini dapat membantu kamu menghadapi situasi yang berpotensi serius.
Tubuh merespons stres dengan melepaskan hormon yang meningkatkan detak jantung dan pernapasan, serta mempersiapkan otot untuk merespons.
Namun, jika respons stres tidak berhenti menyala, dan tingkat stres ini tetap tinggi lebih lama dari yang diperlukan untuk bertahan hidup, hal itu dapat mengganggu kesehatan. Stres kronis dapat menyebabkan berbagai gejala dan memengaruhi kesehatan secara keseluruhan. Gejala stres kronis meliputi:
- Sifat lekas marah.
- Kegelisahan.
- Depresi.
- Sakit kepala.
- Insomnia.
Kaitan antara stres dengan otot, mood, dan perilaku
Berikut ini beberapa penjelasan ketika stres dapat memengaruhi otot, mood hingga perilaku seseorang seperti dilansir dari laman Healthline:Â
Sistem saraf pusat dan endokrin
Sistem saraf pusat bertanggung jawab atas respons emergensi. Di otak, hipotalamus memberi tahu kelenjar adrenal untuk melepaskan hormon stres adrenalin dan kortisol.
Hormon-hormon ini yang meningkatkan detak jantung dan mengirim darah ke area yang paling membutuhkannya dalam keadaan darurat, seperti otot, jantung, dan organ penting lainnya di dalam tubuh.
Ketika ketakutan yang dirasakan hilang, hipotalamus akan memberi tahu semua sistem untuk kembali normal. Namun jika sistem saraf pusat gagal kembali normal, atau jika pemicu stres tidak kunjung hilang, respons akan berlanjut.
Stres kronis juga merupakan faktor yang dapat menimbulkan perilaku seperti:
- Makan berlebihan atau kurang makan.
- Penyalahgunaan alkohol atau narkoba.
- Penarikan diri dari pergaulan.
Sistem pernapasan dan kardiovaskular
Hormon stres memengaruhi sistem pernapasan dan kardiovaskular. Selama respons stres, kamu akan bernapas lebih cepat dalam upaya mendistribusikan darah kaya oksigen dengan cepat ke tubuh.
Jika sudah memiliki masalah pernapasan seperti asma atau emfisema, stres dapat membuat kamu semakin sulit bernapas.
Di bawah tekanan, jantung juga memompa lebih cepat. Hormon stres menyebabkan pembuluh darah mengerut dan mengalihkan lebih banyak oksigen ke otot sehingga memiliki lebih banyak kekuatan untuk mengambil tindakan. Namun, hal ini juga meningkatkan tekanan darah.
Akibatnya, apabila kamu sering merasakan stres akan membuat jantung bekerja terlalu keras dalam waktu yang terlalu lama. Hal ini dapat menyebabkan meningkat potensi mengalami stroke atau serangan jantung.
Sistem pencernaan
Di bawah tekanan atau ketika kamu mengalami stres, hati menghasilkan gula darah ekstra (glukosa) untuk memberi dorongan energi.
Jika kamu mengalami stres kronis, tubuh mungkin tidak dapat mengimbangi lonjakan glukosa ekstra. Stres kronis dapat meningkatkan risiko terkena diabetes tipe 2.
Pelepasan hormon saat stres, pernapasan cepat, dan peningkatan detak jantung juga dapat mengganggu sistem pencernaan. Kamu juga kemungkinan akan mengalami mulas atau refluks asam karena peningkatan asam lambung.
Stres tidak menyebabkan tukak (bakteri yang sering disebut H. pylori), tetapi stres dapat meningkat dan menyebabkan tukak yang sudah ada untuk beraksi.
Stres juga dapat memengaruhi cara makanan bergerak ke seluruh tubuh yang menyebabkan diare atau sembelit. Akibatnya kamu bisa mengalami mual, muntah, atau sakit perut.
Sistem otot
Umumnya otot akan lebih tegang dari biasanya untuk melindungi diri dari cedera saat stres. Otot cenderung mengendur lagi setelah kamu rileks, tetapi jika terus-menerus stres, otot justru akan terus tegang dan kencang.
Otot yang tegang menyebabkan sakit kepala, nyeri punggung dan bahu, serta nyeri tubuh. Seiring waktu, hal ini dapat memicu siklus yang tidak sehat.
Seksualitas dan sistem reproduksi
Stres melelahkan bagi tubuh dan pikiran. Meskipun stres jangka pendek dapat menyebabkan pria memproduksi lebih banyak hormon testosteron, akan tetapi efek ini tidak bertahan lama.
Jika stres berlanjut dalam waktu lama, kadar testosteron pria bisa mulai turun. Ini dapat mengganggu produksi sperma dan menyebabkan disfungsi ereksi atau impotensi. Stres kronis juga dapat meningkatkan risiko infeksi pada organ reproduksi pria seperti prostat dan testis.
Bagi wanita, stres bisa memengaruhi siklus haid. Ini dapat menyebabkan menstruasi yang tidak teratur, lebih berat, atau lebih menyakitkan. Stres kronis juga dapat memperparah gejala menopause.
Sistem kekebalan tubuh
Stres merangsang sistem kekebalan tubuh. Stimulasi ini dapat membantu kamu menghindari infeksi dan menyembuhkan luka.
Namun seiring waktu, hormon stres akan melemahkan sistem kekebalan tubuh dan mengurangi respons tubuh terhadap bakteri baru.
Orang yang mengalami stres kronis lebih rentan terhadap penyakit virus seperti flu dan pilek, serta infeksi lainnya. Stres juga dapat membuat kamu sulit untuk pulih dari penyakit atau cedera.
Konsultasikan masalah kesehatan Anda dan keluarga melalui Good Doctor dalam layanan 24/7. Mitra dokter kami siap memberi solusi. Yuk, download aplikasi Good Doctor di sini!