Share This Article
Bunuh diri, bahkan rencana atau keinginan bunuh diri adalah tindakan yang tidak bisa dianggap enteng. Umumnya ini terjadi akibat tumpukan permasalahan yang rasanya tidak bisa diatasi.
Memahami bunuh diri memerlukan berbagai sudut pandang. Salah satunya adalah dari sisi cara otak bekerja. Mau tahu lebih lengkapnya? Kamu bisa mencari tahu lewat ulasan berikut ini.
Baca juga: 9 Tanda Bahaya Bunuh Diri pada Remaja dan Cara Mencegahnya
Sekilas fakta mengenai bunuh diri
Bunuh diri adalah salah satu penyebab kematian yang paling utama di dunia. Dilansir dari Cam.ac, 800.000 orang meninggal secara global karena bunuh diri setiap tahun. Ini setara dengan satu orang mati akibat bunuh diri setiap 40 detik.
Jumlah remaja meninggal karena bunuh diri juga lebih banyak daripada gabungan kanker, penyakit jantung, AIDS, cacat lahir, stroke, pneumonia, influenza, dan penyakit paru-paru kronis.
Ini menunjukkan bahwa penting untuk melakukan penelitian mendalam mengenai bunuh diri, guna mencegah seseorang berpikir untuk melakukan tindakan ini.
Kaitan kinerja otak dengan bunuh diri
Bunuh diri adalah tindakan yang sangat rumit dan melibatkan berbagai aspek di dalam tubuh, terutama yang berkaitan dengan bagaimana cara otak bekerja.
Bagaimana tidak? Bunuh diri bisa terjadi setelah melalui berbagai proses berpikir yang tidak singkat. Mulai dari munculnya pemikiran untuk bunuh diri, upaya memilih metode bunuh diri, sampai proses eksekusi.
Apa yang terjadi pada otak saat merencanakan dan memutuskan bunuh diri?
Untuk mengetahui jawabannya, sekelompok peneliti melalui sebuah proyek yang dinamakan HOPES (Help Overcome and Prevent the Emerge of Suicide), berupaya mengidentifikasi apa saja yang bisa meningkatkan risiko seseorang untuk berpikir tentang bunuh diri.
Penelitian yang dipimpin oleh Dr Anne-Laura van Harmelen dari Departemen Cambridge dari Psikiatri dan Lucy Cavendish College ini, secara total meneliti pemindaian otak dari sekitar 4.000 anak muda, berusia 14 hingga 24 tahun.
Dilengkapi informasi tentang keadaan sosial dan lingkungan yang disatukan, proyek HOPES kemudian membuat gambaran lengkap tentang faktor-faktor baik di dalam maupun di luar tubuh, yang mungkin mengarahkan seseorang untuk berpikir mengenai bunuh diri.
Baca juga: Mengenal Cyber Bullying dan Dampak Buruk bagi Korban
Jaringan otak yang berperan saat seseorang ingin melakukan bunuh diri
Dari penelitian tesebut, para ahli mengidentifikasi dua jaringan otak dan hubungan di antara keduanya, yang tampaknya memainkan peran penting saat seseorang memutuskan bunuh diri.
Jaringan pertama adalah yang melibatkan area ke arah depan otak yang dikenal sebagai korteks prefrontal ventral medial dan lateral. Ini memiliki hubungan dengan wilayah otak lain yang terlibat dalam pengelolaan emosi.
Perubahan dalam jaringan ini dapat menyebabkan pikiran negatif yang berlebihan dan kesulitan mengatur emosi, sehingga memicu pikiran untuk bunuh diri.
Adapun jaringan yang kedua, melibatkan daerah yang dikenal sebagai korteks prefrontal dorsal dan sistem girus frontal inferior.
Perubahan dalam jaringan ini dapat memengaruhi upaya bunuh diri, sebagian karena perannya dalam pengambilan keputusan, menghasilkan solusi alternatif untuk masalah, dan mengendalikan perilaku.
Bagaimana kedua jaringan ini berpengaruh dalam tindakan bunuh diri?
Para peneliti menyatakan, bahwa jika kedua jaringan tersebut diubah dalam hal struktur, fungsi atau biokimia. Ini mungkin akan mengarah pada situasi di mana seseorang berpikir negatif tentang masa depan dan tidak dapat mengendalikan pikiran mereka.
Kondisi inilah yang di masa mendatang kemungkinan besar akan mengarah pada situasi di mana seseorang berada pada risiko bunuh diri yang lebih tinggi.
Harapan dari penelitian ini
Meski proyek ini tergolong baru, namun diharapkan hasilnya dapat memberikan rasa optimisme terhadap pencegahan kasus bunuh diri di masa depan.
Seperti yang diungkapkan van Harmelen, “Pemahaman yang lebih baik tentang apa yang membuat Anda rentan terhadap bunuh diri, akan menjadi tonggak penting untuk upaya pencegahannya di masa depan”.
Dengan demikian, studi ini juga diharapkan bisa memberikan pemahaman dan kemampuan untuk memprediksi perilaku bunuh diri yang lebih baik, sehingga dapat mengarah pada intervensi yang lebih efektif.
Jaga kesehatan kamu dan keluarga dengan konsultasi rutin bersama mitra dokter kami. Download aplikasi Good Doctor sekarang, klik link ini, ya!