Share This Article
Di tengah pandemi COVID-19 yang belum berakhir, terjadi peningkatan tren kasus gangguan makan atau eating disorder, terutama pada anak dan remaja. Eating disorder adalah kondisi yang tak boleh dianggap remeh, karena bisa berdampak buruk pada kesehatan.
Lantas, mengapa anak-anak dan remaja rentan mengalami eating disorder di tengah pandemi? Yuk, simak ulasan lengkapnya berikut!
Tentang penelitian terkait
Penelitian dilakukan oleh sejumlah ilmuwan dari beberapa universitas di Kanada, terbit di JAMA Open Network pada Jumat (10/12). Menggunakan metode cross-sectional study, penelitian berlangsung mulai 1 Januari 2015 hingga 30 November 2020.
Tak tanggung-tanggung, riset tersebut melibatkan 1.883 anak-anak dan remaja yang telah mendapat diagnosis anoreksia nervosa dan anoreksia nervosa atipikal di enam rumah sakit di Kanada.
Ribuan peserta tersebut terdiri dari 1.713 perempuan dan 170 laki-laki, dengan rentang usia antara sembilan hingga 18 tahun.
Para peneliti membandingkan angka kejadian dan tingkat rawat inap untuk semua kasus anoreksia pada gelombang pertama wabah COVID-19, lalu membandingkannya dengan periode lima tahun sebelum pandemi.
Hasil penelitian
Selama gelombang pertama wabah COVID-19, ada tren peningkatan kasus anoreksia pada anak dan remaja yang cukup tajam, dari 24 menjadi 40 kasus per bulan. Fenomena ini juga terjadi pada angka rawat inap dengan diagnosis anoreksia, dari rata-rata 7,5 menjadi 20 kasus per bulan.
Artinya, selama gelombang pertama COVID-19, ada peningkatan kasus bulanan lebih dari 60 persen anoreksia nervosa dan anoreksia nervosa atipikal serta kenaikan rawat inap hampir tiga kali lipat.
Dari penelitian tersebut, ditemukan fakta bahwa kenaikan kasus paling besar terjadi di wilayah dengan tingkat kematian tertinggi akibat COVID-19.
Apa penyebabnya?
Ada banyak hal yang bisa menjadi penyebab dari meningkatnya kasus eating disorder pada gelombang pertama pandemi. Pembatasan sosial besar-besaran atau lockdown diduga menjadi pemicu utamanya.
Lockdown menyebabkan perubahan pola hidup yang signifikan pada anak-anak dan remaja, memengaruhi aktivitas fisik dan interaksi sosialnya.
Penutupan akses sekolah juga dipercaya berdampak pada meningkatnya gangguan makan tersebut. Anak menjadi lebih sering menggunakan media sosial dalam berkomunikasi dengan teman sebayanya, sehingga lebih banyak terpapar konten terkait pola makan atau diet.
Bukan cuma itu, lockdown bisa memberi dampak pada kesehatan psikologis anak dan remaja, salah satu faktor risiko eating disorder.
Masih dari penelitian yang sama, para ilmuwan berpendapat bahwa eating disorder sangat berkaitan dengan masalah mental, seperti depresi, cemas, dan gangguan obsesif-kompulsif (OCD).
Memahami lebih dalam tentang anoreksia
Anoreksia nervosa, atau biasa disebut hanya anoreksia, adalah gangguan makan yang disebabkan oleh ketakutan kenaikan berat badan. Orang dengan anoreksia biasanya sangat memerhatikan asupan makanan (terkadang sampai ekstrem) untuk mengendalikan berat badannya.
Untuk mencegah kenaikan berat badan atau menurunkannya, penderita anoreksia sangat membatasi jumlah makanan yang dikonsumsi.
Berbagai cara akan dilakukan, seperti menyalahgunakan obat pencahar, memanfaatkan alat bantu diet, hingga konsumsi obat diuretik. Ada juga yang berusaha menurunkan berat badan dengan cara berolahraga secara berlebihan.
Ya, anoreksia sebenarnya bukan tentang makanan, tapi gangguan psikologis yang memengaruhi pola makan seseorang.
Apa bedanya dengan anoreksia nervosa atipikal?
Anoreksia nervosa atipikal punya konsep yang hampir sama seperti anoreksia nervosa, tapi tanpa keinginan menurunkan berat badan. Orang dengan anoreksia nervosa atipikal biasanya memiliki berat badan normal sesuai usia dan jenis kelaminnya.
Kondisi tersebut berbeda dengan pengidap anoreksia nervosa yang cenderung bertubuh kurus karena ada keinginan untuk terus menurunkan berat badan.
Baca juga: Serupa Tapi Tak Sama, Ini Perbedaan Antara Anoreksia dan Bulimia
Bahaya anoreksia
Baik anoreksia nervosa maupun anoreksia nervosa atipikal bisa menimbulkan sejumlah dampak buruk untuk kesehatan, seperti:
- Anemia
- Masalah jantung
- Pengeroposan dan patah tulang
- Periode menstruasi yang terganggu pada perempuan dewasa
- Penurunan kadar hormon testosteron pada laki-laki dewasa
- Masalah gastrointestinal, misalnya kembung dan sembelit
- Masalah organ ginjal.
Jika terjadi kekurangan gizi parah, ini bisa berisiko merusak fungsi beberapa organ penting, seperti jantung dan otak.
Nah, itulah ulasan tentang tren peningkatan gangguan makan pada anak dan remaja di tengah pandemi. Agar tubuh tetap sehat, pastikan asupan nutrisi selalu terpenuhi, ya!
Konsultasikan masalah kesehatan kamu dan keluarga melalui Good Doctor dalam layanan 24/7. Mitra dokter kami siap memberi solusi. Yuk, download aplikasi Good Doctor di sini!
Sudah punya asuransi kesehatan dari perusahaan tempatmu bekerja? Ayo, manfaatkan layanannya dengan menghubungkan benefit asuransi milikmu ke aplikasi Good Doctor! Klik link ini, ya.