Share This Article
Pernahkah kamu mendengar tentang disleksia? Atau baru pertama kalinya dan jadi bertanya-tanya apa itu disleksia? Penyakit gangguan belajar ini tergolong masih asing di telinga masyarakat Indonesia. Padahal penderitanya cukup banyak di Indonesia.
Dilansir Kompas, Riyani T Bondan Ketua Asosiasi Disleksia Indonesia menyebut 10 sampai 15 persen anak sekolah di dunia mengalami disleksia.
Dengan jumlah pelajar sekolah di Indonesia sekitar 50 juta, maka setidaknya 5 juta di antaranya adalah penyandang gangguan belajar ini. Beberapa tokoh terkenal juga diketahui mengidap penyakit ini.
Mulai dari Albert Einstein, lalu selebriti seperti Tom Cruise dan Orlando Bloom, serta Lee Kuan Yew mantan Perdana Menteri Singapura.
Baca Juga: Dapat Mengatasi Alergi, Ini Efek Samping Cetirizine yang Harus Diketahui
Apa itu disleksia?
Disleksia adalah penyakit gangguan belajar yang menyebabkan penderitanya kesulitan untuk memproses bahasa mulai dari membaca, mendengar, dan menulis.
Gangguan ini menyerang area otak yang memproses bahasa, dan sama sekali tak berpengaruh pada penglihatan atau kecerdasan penderitanya.
Penderita disleksia sama cerdasnya dengan orang biasa. Penyakit ini bisa terjadi pada anak-anak, remaja, dan juga orang dewasa. Dilansir Healthline, ada 3 jenis disleksia:
- Dysnemkinesia. Tipe ini turut memengaruhi kemampuan motorik penderitanya. Mereka akan kesulitan bagaimana menulis setiap huruf dalam kalimat. Penderita dengan tipe ini biasanya menulis dengan cara terbalik.
- Dysphonesia. Pada tipe ini melibatkan kemampuan mendengarkan atau auditory skills penderitanya. Hal ini menyebabkan penderitanya kesulitan mengucapkan setiap kata atau memahami kosakata asing.
- Dyseidesia. Tipe ini melibatkan gangguan pada kemampuan visual penderitanya. Akibatnya penderita kesulitan untuk memahami kata atau kalimat yang mereka baca. Selain itu, tipe ini juga sebabkan kesulitan dalam memahami kata-kata dari bunyi.
Setelah memahami apa itu disleksia, berikut beberapa gejala disleksia pada anak, remaja dan orang dewasa.
Gejala disleksia
Setiap individu biasanya memiliki berbagai gejala yang berbeda-beda. Namun, mereka kerap menunjukkan pola yang sama.
Selain itu, gejala yang timbul juga berbeda tergantung dari usia penderitanya. Saat balita gejala ini memang sulit diketahui, gejalanya akan mulai signifikan saat anak masuk usia sekolah.
Berikut beberapa gejala yang dikategorikan berdasarkan usia para penderitanya:
1. Gejala disleksia pada anak
Orangtua biasanya akan kesulitan mengidentifikasi gejala pada anak-anak yang belum memasuki usia sekolah.
Namun, jika anak kamu mengalami beberapa gejala ini mungkin saja sang anak terkena disleksia:
- Terlambat bicara dibanding anak seusianya
- Proses belajar kata baru berjalan sangat lambat
- Kesulitan membentuk atau mengucapkan kata dengan bunyi yang mirip dengan tepat. Seperti ‘pasar’ dengan ‘pagar’, ‘tip’ menjadi ‘pit’
- Bermasalah dalam mengingat huruf, angka, dan warna
- Kesulitan bermain dengan rhyme atau sajak
- Tidak tertarik untuk belajar mengeja huruf
2. Gejala disleksia pada anak usia sekolah
Saat masuk usia sekolah, gejalanya akan semakin mudah diidentifikasi. Untuk kasus ini, orangtua disarankan untuk membangun komunikasi yang baik dengan guru di sekolah.
Berikut beberapa gejala yang kerap dialami anak-anak usia sekolah, antara 5 sampai 12 tahun:
- Kemampuan membaca di bawah anak-anak seusianya
- Kesulitan memproses dan memahami kata yang ia dengar
- Bingung menemukan kata yang tepat saat menjawab pertanyaan
- Mengalami masalah dalam mengurutkan sesuatu
- Kesulitan membaca dan mendengar huruf atau kata yang mirip dalam sebuah kalimat
- Mampu menjawab pertanyaan secara lancar dengan berbicara, namun kesulitan menjawab dengan tulisan
- Tidak mampu mengucapkan bunyi dari kosa kata asing
- Kesulitan dalam mengeja
- Kerap terbalik mengeja huruf-huruf yang mirip, seperti ‘d’ dan ‘b’ atau ‘m’ dan ‘w’
- Lama dalam menulis dan punya tulisan tangan yang kurang bagus
- Butuh waktu lama untuk mengerjakan tugas yang berkaitan dengan membaca atau menulis
- Menghindari aktivitas yang melibatkan kegiatan membaca
3. Gejala pada remaja dan orang dewasa
Pada orang dewasa dan juga remaja, gejala yang timbul juga mirip dengan gejala pada anak-anak. Berikut beberapa gejala pada remaja dan orang dewasa:
- Kesulitan membaca dan mengucapkannya dengan keras
- Kemampuan membaca dan menulis yang lambat
- Kesulitan menuliskan apa yang mereka ingin ungkapkan. Meski saat berbicara sangat lancar dan paham, mereka sulit menuliskannya dalam tulisan
- Bermasalah untuk mengeja kata-kata
- Kesulitan untuk meringkas sebuah cerita
- Kemampuan belajar bahasa asing yang lambat
- Kesulitan menghafal sesuatu seperti password atau PIN
- Mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal matematika
Penyebab disleksia
Setelah mengetahui apa itu disleksia, kamu juga perlu mengetahui penyebabnya. Namu, sejauh ini peneliti belum menemukan secara pasti penyebab utama gangguan belajar ini.
Walaupun dipercaya ada kaitan gen dalam hal ini. Berikut beberapa penyebab yang bisa sebabkan penyakit ini menyerang:
1. Faktor genetik dan keturunan
Dilansir dari understood.org, disleksia biasanya diturunkan dalam keluarga. Sekitar 40 persen saudara kandung dari penderita disleksia juga mengalami gejala gangguan ini.
Begitupun dengan 49 persen orangtua dari anak yang disleksia ternyata juga memiliki gejala yang sama. Peneliti juga menemukan bahwa ada kaitan antara gen dan permasalahan pada pemrosesan bahasa.
2. Anatomi dan aktivitas otak
Masih dilansir dari understood.org, sebuah studi tentang pencitraan otak atau brain imaging menemukan adanya perbedaan anatomi otak antara penderita disleksia dengan orang biasa.
Perbedaan ini terlihat pada area otak yang berperan dalam kemampuan membaca. Kemampuan itu membuat seseorang mampu memahami bunyi dari tiap kata dan seperti apa menuliskannya.
Akan tetapi otak bisa berubah dan berkembang. Studi lain menunjukkan adanya perubahan aktivitas otak pada penderita disleksia setelah mendapat terapi.
Faktor pendorong
Mengetahui apa itu disleksia rasanya belum cukup jika tidak ditambah dengan mengetahui faktor pendorong terjadinya kondisi tersebut.
Dilansir Mayo Clinic, seseorang memiliki risiko lebih tinggi terkena disleksia jika memiliki beberapa faktor berikut ini:
- Memiliki anggota keluarga yang menderita disleksia atau gangguan belajar lainnya
- Lahir prematur atau berat badan lahir rendah
- Terpapar nikotin, narkoba, alkohol, atau infeksi saat di dalam kandungan. Paparan ini bisa mempengaruhi perkembangan otak janin
- Memiliki perbedaan dari bagian otak yang berperan pada kemampuan membaca
Komplikasi yang bisa timbul
Selain menyebabkan kesulitan dalam memproses bahasa, disleksia juga bisa menyebabkan permasalahan lain pada penderitanya:
- Kesulitan bersosialisasi. Kurangnya pengetahuan soal disleksia bisa sebabkan seseorang merasa kurang percaya diri, gangguan perilaku, gelisah, menarik diri dari lingkungan pertemanan, dan lain-lain.
- Kesulitan belajar. Membaca adalah kemampuan dasar yang sangat penting. Disleksia bisa menghambat penderitanya dalam proses belajar.
- Masalah saat dewasa. Saat seseorang mengalami disleksia saat anak-anak, ia kurang bisa berkembang setara dengan anak seusianya. Ini bisa berakibat pada efek jangka panjang kehidupannya saat dewasa.
- Potensi ADHD (Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder). Anak dengan disleksia memiliki risiko tinggi mengalami ADHD. Akibatnya anak sulit fokus, hiperaktif, impulsif, dan membuat gejala disleksia sulit diobati.
- Selain itu disleksia juga bisa menyebabkan penderitanya mengalami dyscalculia atau kesulitan mengingat angka. Mereka juga memiliki memori jangka pendek yang buruk, dan kemampuan manajemen yang kurang terorganisir dengan baik.
Cara mendiagnosis disleksia pada anak
Bagaimana mengetahui atau mendiagnosis secara pasti kalau seseorang mengalami disleksia? Cara terbaik adalah dengan melakukan serangkaian tes dengan pihak medis.
Semakin cepat penyakit ini didiagnosis, maka terapi akan semakin efektif untuk mengatasi gejalanya. Bisa dimulai dengan konsultasi dengan guru spesialis disleksia atau psikolog pendidikan.
Berikut beberapa tes yang biasanya akan dilakukan oleh dokter untuk mendiagnosis disleksia:
- Tes penglihatan
- Tes pendengaran
- Tes membaca
- Tes psikologis
- Pengetahuan kosa kata
- Skill decoding atau kemampuan membaca kosa kata baru dengan pengetahuan bunyi dari tiap huruf
- Tes phonological processing, atau bagaimana otak memproses bunyi dari kata-kata
- Informasi latar belakang keluarga, termasuk riwayat penyakit ini pada anggota keluarga
- Kuesioner tentang gaya hidup dan kehidupan kerja
Gangguan belajar ini memang tak bisa disembuhkan, namun penanganan sedini mungkin bisa membantu proses belajar anak agar lebih optimal.
Jadi jika anak kamu atau kamu sendiri mengalami beberapa gejala di atas, sebaiknya segera hubungi dokter spesialis untuk mendapatkan terapi yang tepat.
Terapi disleksia
Setelah dokter atau terapis melakukan diagnosis pada penderita gangguan ini, biasanya mereka akan menentukan strategi terapi atau rencana pembelajaran yang tepat.
Untuk anak-anak yang kesulitan mencocokkan huruf dengan bunyi yang mereka dengar dan susah mencocokkan dengan artinya, mereka biasanya disarankan mengikuti program membaca.
Program membaca bertujuan untuk mempelajari setiap huruf dan bunyinya (phonics), belajar membaca lebih cepat, memahami apa yang ia baca, dan meningkatkan skill menulis.
Ada 2 tipe program membaca yang sering digunakan untuk tingkatkan kemampuan bahasa, yakni:
- Metode Orton-Gillingham. Pada metode ini, anak-anak belajar langkah demi langkah untuk mencocokkan huruf dengan bunyinya. Lalu mengenali suara huruf dalam kata-kata.
- Metode Multisensori. Pada metode ini anak-anak diajak untuk memaksimalkan semua indera yang mereka punya. Dari sentuhan, penglihatan, pendengaran, penciuman, dan gerakan. Contohnya, anak-anak akan mempelajari cara menulis huruf di atas pasir.
Strategi belajar
Ada beberapa tips yang bisa membantu anak-anak maupun orang dewasa yang tengah menjalani terapi pembelajaran. Dilansir dari Webmd, berikut beberapa trik yang bisa dicoba:
- Membaca di tempat sunyi tanpa banyak gangguan
- Mendengarkan buku berupa audiobook dari CD atau komputer dan ikut membaca sepanjang buku itu diputar
- Pelajari semua tugas secara perlahan dan bagi-bagi ke beberapa bagian agar lebih mudah dipahami
- Minta bantuan ke guru, manajer, atau orang lain saat menemukan kesulitan
- Ikut grup orang-orang dengan disleksia untuk saling berbagi
- Jangan lupa untuk istirahat cukup dan menjaga pola makan yang sehat
Baca Juga: Apa Sih yang Terjadi pada Tubuh saat Puasa? Yuk, Intip Faktanya di Sini
Tips penanganan disleksia pada anak
Pemahaman tentang apa itu disleksia, juga perlu dilengkapi dengan tips mengelola kondisi tersebut. Selain berkonsultasi dan menjalani terapi dengan pihak medis, ada beberapa hal yang bisa dilakukan di rumah untuk mendorong suksesnya proses terapi.
1. Tips untuk orangtua yang memiliki anak disleksia
Orangtua merupakan pemain utama yang berpengaruh besar pada suksesnya terapi anak disleksia. Berikut beberapa hal yang bisa orangtua lakukan:
- Atasi masalah sedini mungkin. Jika mendapati anak mengalami gejala disleksia, segera hubungi dokter anak.
- Membaca dengan keras bersama anak. Mulai bacakan buku pada anak mulai dari usia 6 bulan atau bahkan lebih dini lagi. Setelah anak lebih besar, ajak anak untuk membaca bersama.
- Koordinasi dengan pihak sekolah. Jika anak sudah masuk usia sekolah, bicarakan semua permasalahan dengan guru sang anak.
- Ajak anak untuk banyak membaca. Untuk bisa meningkatkan kemampuan membaca, orangtua harus mendorong anak agar lebih sering berlatih.
- Beri contoh yang baik. Anak adalah peniru ulung, jika kamu menyuruhnya membaca maka berikan contoh dari diri kamu terlebih dahulu.
2. Tips bagi orang dewasa yang menderita disleksia
Seperti pembahasan pada poin sebelumnya, disleksia juga bisa dialami para orang dewasa. Jika kamu mengalaminya, berikut beberapa tips untuk kamu:
- Carilah orang, teman, guru, atau apapun yang bisa membantu kamu untuk mengevaluasi dan memberikan pengajaran dalam hal membaca dan menulis
- Terbukalah dengan rekan kerja, bos, dan pihak tempat kamu bekerja jika kamu memiliki disleksia
- Manfaatkan teknologi. Kamu bisa memanfaatkan aplikasi perekam suara, ataupun aplikasi speech to text untuk membantu pekerjaan sehari-hari yang berkaitan dengan membaca dan menulis.
Konsultasikan masalah kesehatan Anda dan keluarga melalui Good Doctor dalam layanan 24/7. Mitra dokter kami siap memberi solusi. Yuk, download aplikasi Good Doctor di sini!