Share This Article
Hujan sudah turun di beberapa daerah di Indonesia. Satu hal yang menjadi kewaspadaan bersama saat musim hujan adalah banjir. Selain bisa melumpuhkan banyak aktivitas, banjir juga dapat menyebabkan penyakit bernama leptospirosis.
Banjir pun kini tidak hanya terjadi di daerah pemukiman padat penduduk, tapi juga melanda pemukiman elite bahkan area perkantoran, seperti Kemang dan Mampang. Karenanya tidak menutup kemungkinan leptospirosis menjangkiti karyawan perusahaan.
Untuk memastikan karyawan terjaga kesehatannya khususnya terhindar dari leptospirosis, perusahaan harus melindungi karyawan dengan asuransi kesehatan. Sehingga karyawan tetap produktif bekerja karena tidak khawatir akan kesehatannya di musim hujan yang sudah di-cover asuransi kesehatan.
Lantas, apa itu penyakit leptospirosis? Seperti apa gejalanya? Apakah bisa membahayakan nyawa? Yuk, simak ulasan lengkapnya berikut ini!
Baca juga: Waspada! Ini 3 Penyakit yang Paling Sering Muncul Akibat Banjir
Apa itu leptospirosis?
Leptospirosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Penularannya bisa melalui makanan yang terkontaminasi atau terjadi kontak fisik dengan urine hewan yang telah terinfeksi.
World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa bakteri pemicu leptospirosis banyak dijumpai pada hewan pengerat, terutama tikus. Oleh karena itu, untuk meminimalkan penularan, sebisa mungkin hindari kontak fisik atau terkena urine dari tikus.
Jika tidak diobati dengan tepat, penyakit ini bisa menyebabkan komplikasi serius, seperti gagal ginjal hingga gangguan jantung. Pada kasus yang jarang terjadi, kondisi tersebut bisa menyebabkan kematian.
Penyebab leptospirosis
Bakteri penyebab penyakit leptospirosis berasal dari genus Leptospira. Meski umumnya terdapat pada hewan pengerat, bakteri ini juga bisa dijumpai pada binatang lainnya, seperti anjing, babi, reptil amfibi, dan hewan ternak.
Bakteri Leptospira hidup di organ ginjal hewan, lalu ditularkan ke manusia lewat urine yang dikeluarkan. Bakteri bisa masuk ke dalam tubuh manusia melalui sentuhan kulit, luka terbuka, hidung, dan mulut.
Dilansir WebMD, bakteri Leptospira lebih sering ditemukan di negara beriklim hangat, seperti Afrika, Amerika Tengah dan Selatan, Asia Tenggara, serta Karibia.
Hubungan antara penyakit leptospirosis dan musim hujan
Di Indonesia, musim hujan erat kaitannya dengan banjir. Ketika banjir, tikus-tikus yang tinggal di liang tanah akan keluar untuk menyelamatkan diri. Tikus tersebut kemudian mencari tempat tinggal baru, termasuk di sekitar manusia.
Urine tikus yang bercampur dengan air banjir bisa menyebarkan bakteri Leptospira. Jika air tersebut terkena kulit atau luka terbuka, hal ini dapat meningkatkan risiko seseorang untuk terinfeksi.
Leptospirosis pernah menjadi kejadian luar biasa (KLB) di sejumlah wilayah Indonesia
Kasus leptospirosis di Tanah Air tidak boleh diremehkan. Melansir jurnal bertajuk ‘Leptospirosis Ditinjau dari Aspek Mikrobiologi’ yang disusun para peneliti dari Departemen Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, menuliskan, International Leptospirosis Society menyebut Indonesia merupakan negara dengan kejadian leptospirosis cukup tinggi. Yakni menempati peringkat ketiga dengan kematian (mortalitas) tertinggi di dunia (16,7 persen) setelah Uruguay dan India.
Sejumlah wilayah di Indonesia bahkan pernah menetapkan leptospirosis sebagai KLB. Menukil data dalam Petunjuk Teknis Pengendalian Leptospirosis (cetakan ke-3) yang dikeluarkan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2017, angka kasus leptospirosis di Indonesia mengalami peningkatan pada periode 2009 hingga 2011.
Di 2011, tercatat 857 kasus leptospirosis dengan angka kematian sebanyak 82 kasus karena terjadi KLB di DI Yogyakarta. Kemudian sempat mengalami penurunan di 2012, yakni 222 kasus namun angka kematiannya meningkat yaitu 28 kasus, karena terjadi KLB di Kota Semarang. Sementara pada 2013 ada 640 kasus dengan angka kematian sebanyak 60 kasus, karena terjadi KLB di Kabupaten Sampang Madura.
Lalu pada 2014 hingga bulan Oktober dilaporkan sebanyak 411 kasus dengan angka kematian mencapai 56 kasus, menyusul ditetapkan KLB di Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Tengah.
Melansir WHO International Indonesia, sepanjang 2019 kasus leptospirosis dilaporkan sebanyak 920 di Indonesia dengan angka kematian sebanyak 122 kasus. Angka ini berdasarkan laporan sembilan provinsi yakni Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Maluku, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Utara.
Kemudian pada 2021, dilaporkan sebanyak 736 kasus dengan 84 kematian. Data terbaru per 31 Oktober 2022, Kementerian Kesehatan (Kemenkes ) mencatat kasus leptospirosis di Indonesia jumlahnya mencapai 1.010 kasus dengan 95 kematian. Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DI Yogyakarta adalah provinsi yang melaporkan jumlah kasus tertinggi di Indonesia.
Gejala penyakit leptospirosis
Gejala penyakit leptospirosis biasanya muncul dalam 5 hingga 14 hari setelah infeksi pertama. Meski begitu, pada beberapa kasus, tanda-tandanya juga bisa dirasakan pada 30 hari setelah paparan awal.
Gejala leptospirosis terjadi secara bertahap. Pada kasus yang ringan, gejalanya bisa berupa:
- Demam
- Panas dingin
- Nyeri otot
- Sakit kepala
- Mual dan muntah
- Batuk
- Hilang nafsu makan
Jika tidak mendapat penanganan yang tepat, gejala tersebut bisa memburuk seiring berjalannya waktu, seperti:
- Sesak napas
- Pembengkakan di kaki dan tangan
- Muncul rasa sakit di ulu hati
- Detak jantung semakin cepat
- Kaku otot pada leher
- Kebingungan
- Tidak mampu mengontrol gerakan
- Kejang
Kapan harus ke dokter?
Tak perlu menunggu hingga muncul gejala berat untuk periksa ke dokter. Jika kamu sudah merasakan tanda-tanda ringan, segera periksakan diri ke layanan kesehatan terdekat. Sebab mengutip dari Healthline, gejala awal yang menyerupai flu sering membuat orang abai terhadap penyakit ini.
Pemeriksaan yang paling umum adalah tes darah. Tes ini mendeteksi kemungkinan adanya antibodi yang telah terbentuk di dalam tubuh.
Jika memerlukan hasil pendukung, dokter mungkin akan melakukan serangkaian pemeriksaan lain seperti tes urine, rontgen dada, dan menggunakan alat pemindai.
Untuk memudahkan dan mempercepat pengobatan, perusahaan bahkan kini bisa memfasilitasi para karyawannya dengan keanggotaan dan akses mudah ke layanan telemedisin seperti Good Doctor Indonesia. Tidak perlu meninggalkan rumah atau pekerjaan di kantor, karyawan bisa dengan cepat dan mudah berkonsultasi online dengan dokter jika mendapati dirinya terserang flu yang patut dicurigai sebagai gejala awal leptospirosis.
Pentingnya memiliki asuransi kesehatan untuk mendukung pengobatan dan penanganan leptospirosis
Kebanyakan kasus leptospirosis terjadi pada skala ringan dan bisa sembuh sendiri. Tapi untuk mencegah kondisinya agar tak memburuk, ada baiknya tetap periksa ke dokter. Sebab, jika tak ditangani dengan benar, hal ini bisa meningkatkan risiko terkena beberapa komplikasi serius.
Leptospirosis pada tahapan parah disebut dengan penyakit Weil (Weil’s disease). Ketika sudah mengidap penyakit ini, kemungkinan besar kamu akan mendapat perawatan di rumah sakit.
Karena disebabkan bakteri, pengobatan yang digunakan umumnya adalah dengan antibiotik, baik oral maupun injeksi intravena.
Pada gejala berat seperti sesak napas, dokter biasanya akan memasang ventilator sebagai penambah oksigen.
Membekali karyawan dengan asuransi kesehatan juga sangat penting khususnya di musim penghujan seperti saat ini. Di mana sejumlah penyakit musim hujan rentan menyerang, seperti rat bite fever, demam tifoid, dan juga leptospirosis. Dengan asuransi kesehatan yang di-cover perusahaan, karyawan akan tenang dan tetap produktif bekerja karena kesehatan dan biaya pengobatannya dijamin asuransi kesehatan.
Baca juga: Wajib Tahu! Ini 5 Jenis Penyakit yang Ditularkan oleh Tikus
Leptospirosis pada anak
Dikutip dari Leptospirosis Information Center, anak-anak adalah golongan usia yang paling rentan terkena penyakit ini. Sebab, usia anak-anak gemar bermain dan beraktivitas di banyak tempat, termasuk di area dengan genangan air.
Gejala leptospirosis pada anak hampir tak ada bedanya dengan orang dewasa. Hanya saja, kondisinya bisa lebih berat. Anak-anak belum memiliki imunitas sekuat orang dewasa, sehingga tubuhnya lebih sensitif terhadap infeksi bakteri maupun virus.
Pada anak-anak, leptospirosis bisa ditandai dengan munculnya ruam kemerahan pada kulit, mudah mengantuk, sakit perut, hingga sensitif terhadap cahaya.
Pencegahan leptospirosis
Cara terbaik untuk mencegah tertular leptospirosis adalah dengan menghindari paparan bakteri pemicunya, yaitu dengan:
- Jauhi genangan air, termasuk banjir akibat hujan
- Gunakan sepatu bot dan sarung tangan kedap air jika terpaksa menerobos atau masuk ke dalam genangan atau banjir
- Hindari kontak fisik dengan hewan yang terinfeksi, terutama tikus
- Selalu cuci tangan
- Gunakan disinfektan
- Gunakan tudung saji pada makanan
Tenang, kini Anda tidak perlu khawatir! Melalui layanan telemedisin, kesehatan dan komitmen kerja dari karyawan dapat terjaga dengan seimbang. Ayo, siapkan solusi kesehatan fleksibel dan cerdas bagi karyawan Anda melalui layanan GoodDoctor, hubungi: corporate@gooddoctor.co.id atau klik link disini.
Yuk, bagikan informasi seputar penyakit leptospirosis kepada orang-orang di sekitar agar pencegahan dapat dilakukan bersama! Tetap waspada dan selalu jaga kesehatan, ya.