Share This Article
Borderline personality disorder adalah salah satu gangguan kesehatan yang masih jarang dikenal di Indonesia. Bahkan mungkin ada yang mengalami gejalanya tanpa tahu jika ia sakit.
Lantas, apa itu borderline personality disorder, gejala, penyebab, serta bagaimana cara mengatasinya? Yuk, simak ulasan berikut ini.
Definisi borderline personality disorder
BPD atau Borderline Personality Disorder adalah gangguan kejiwaan yang mempengaruhi bagaimana cara kamu memandang diri kamu sendiri dan orang lain.
Penderita BPD kerap mengalami kesulitan dalam menggambarkan citra diri, kesulitan mengelola emosi dan perilaku, dan pola hubungan yang tidak stabil.
Kondisi ini menimbulkan sikap impulsif pada penderitanya. Mereka yang menderita BPD akan sering mengalami kemarahan, depresi, kegelisahan, dan bisa berlangsung dari hitungan jam sampai hari.
Gangguan mental ini biasanya muncul pada usia beranjak dewasa. Kondisinya bisa membaik seiring bertumbuhnya usia.
Tanda borderline personality disorder
Orang yang mengalami BPD sering mengalami perubahan mood yang ekstrim. Kondisi ini mempengaruhi bagaimana penderita memandang diri mereka sendiri, bagaimana berhubungan dengan orang lain, dan bagaimana harus bersikap.
Orang dengan BPD cenderung melihat segala sesuatu secara ekstrem, semua bisa dinilai baik atau buruk. Pendapat mereka tentang orang lain juga bisa berubah begitu cepat.
Seseorang yang dianggap sebagai sahabat pada hari ini bisa saja dianggap sebagai musuh keesokan harinya. Kondisi inilah yang berdampak buruk pada pola hubungan sosial.
Gejala penderita borderline personality disorder
Dilansir dari Help Guide, ada 9 gejala yang kerap timbul pada penderita BPD. Berikut penjelasannya
1. Takut ditinggalkan
Orang yang menderita BPD sering merasa takut akan dikucilkan atau ditinggalkan. Bahkan ini bisa terjadi pada kasus sederhana sekalipun.
Contohnya saat orangtua atau anggota keluarga yang tiba-tiba pulang terlambat ke rumah. Kondisi ini bisa memicu kepanikan pada penderita BPD dan menimbulkan sikap protektif.
Seperti memegang erat, memeluk, melacak keberadaan orang lain, sampai mencegah seseorang pergi dari sisinya.
2. Memiliki pola hubungan yang tidak stabil
Orang dengan BPD juga biasanya tidak memiliki hubungan yang cukup panjang dalam hal percintaan. Hal ini karena perubahan penilaian terhadap orang lain yang berubah dengan cepat.
Selain hubungan percintaan, ini juga berlaku pada hubungan pertemanan dan keluarga. Penderita BPD bisa cepat berubah dari sangat mencintai menjadi sangat membenci.
3. Citra diri yang tidak jelas
Penderita BPD kerap mengalami perubahan terhadap citra diri. Mulai dari merasa sangat percaya diri, lalu berubah menjadi membenci diri sendiri, hingga memandang kalau dirinya jahat.
Penderita juga kerap merasa tidak tahu siapa dirinya dan apa yang ingin mereka lakukan di kehidupan ini. Akibatnya bisa dengan mudah berganti pekerjaan, teman, kekasih, bahkan agama dan orientasi seksual.
4. Impulsif dan tindakan membahayakan diri
Penderita BPD kerap kali impulsif dan melakukan tindakan yang membahayakan diri sendiri. Seperti makan dengan rakus, konsumsi alkohol dan narkoba, ceroboh, kalap saat belanja, dan lain-lain.
Saat melakukan hal ini penderita BPD memang merasa terpuaskan, namun sebenarnya ada dampak buruk baginya dan orang-orang di sekitarnya.
5. Menyakiti diri sendiri
Salah satu gejala yang umum dari penderita BPD adalah tindakan menyakiti diri sendiri. Seperti melukai tangan dengan cutter, hingga berpikir untuk bunuh diri.
6. Mood swing yang ekstrem
Suasana hati penderita BPD sangat tidak stabil dan bisa berubah dengan cepat. Penderita BPD bisa sangat bahagia lalu berubah menjadi kesedihan hanya karena hal kecil di sekitarnya.
Namun gejala ini berbeda dengan gangguan mental bipolar yang biasanya terjadi dalam waktu lama. Karena mood swing biasanya hanya terjadi selama beberapa menit atau jam.
7. Merasakan kekosongan
Mereka yang menderita BPD kerap kali merasakan seperti ada rongga yang kosong di dalam hati atau tubuh mereka. Bahkan ini bisa menimbulkan perasaan kalau mereka “tidak ada”.
Untuk mengisi kekosongan ini mereka bisa melakukan banyak hal. Seperti makan, konsumsi obat-obatan, dan lain-lain. Namun tidak ada yang bisa benar-benar mengisi rasa kekosongan itu.
8. Emosi meledak-ledak
Penderita BPD juga kerap menunjukkan gejala emosi yang meledak-ledak dan mudah marah. Saat emosi naik, mereka cenderung kesulitan mengontrol dirinya.
Mulai dari berteriak, melempar-lempar barang, memaki, semua terjadi tanpa bisa dikontrol. Kemarahan ini tak selalu ditujukan pada orang lain, bisa saja marah pada diri sendiri.
9. Susah percaya dan merasakan disosiasi
Orang dengan BPD juga akan selalu curiga pada motif orang-orang disekitarnya, akibatnya ia akan sulit percaya. Saat stres meningkat, penderita BPD juga bisa mengalami disosiasi.
Kondisi di mana mereka merasa tidak terhubung dengan realita atau dunia nyata, melihat diri sendiri dari luar tubuh, atau perasaan tidak sadar.
Tidak semua penderita BPD menunjukkan 9 gejala tersebut. Semua tergantung kondisi masing-masing. Ada yang menunjukkan sedikit, ada juga yang tunjukkan semua gejala.
Faktor risiko borderline personality disorder
Penyebab borderline personality disorder sendiri belum jelas. Namun pada banyak kasus ada hubungan antara genetik dan juga faktor lingkungan.
Trauma pada masa kecil juga bisa menyebabkan seseorang mengalami BPD saat dewasa. Berikut beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko terjadinya BPD:
1. Genetik
Memang belum ditemukan adanya gen yang menunjukkan secara langsung pengaruhnya terhadap BPD.
Namun penelitian menunjukkan, seseorang yang memiliki anggota keluarga dengan riwayat BPD memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami gangguan mental ini.
2. Faktor lingkungan
Pada banyak kasus, penderita BPD mengaku pernah mengalami berbagai kejadian traumatis di lingkungan mereka saat anak-anak.
Mulai dari pelecehan seksual, dikucilkan dari lingkungan, korban perundungan, dan lain-lain. Kondisi trauma seperti ini meningkatkan risiko berkembangnya BPD saat dewasa.
3. Fungsi otak
Pada otak orang dengan BPD ditemukan adanya perubahan struktural dan fungsional pada area yang bertugas mengendalikan emosi.
Namun perubahan ini belum jelas apakah terjadi sebelum penderita BPD. Atau justru terjadi karena adanya BPD.
Diagnosis borderline personality disorder
Tidak ada tes laboratorium atau pencitraan yang dapat membantu diagnosis gangguan mental yang satu ini. Dilansir dari NCBI, umumnya dokter akan melakukan diagnosis borderline personality disorder dengan melihat gejala yang telah muncul sejak masa remaja atau awal masa dewasa.
Hal ini sangat rumit, karena gejala yang diteliti bisa meliputi berbagai aspek kehidupan. Meski begitu, sejumlah wawancara terstruktur dan semi terstruktur dinilai dapat membantu membuat diagnosis penyakit ini.
Tapi perlu diingat bahwa pelaku wawancara harus sudah menerima pelatihan khusus sebelumnya. Sejauh ini wawancara diagnostik masih dinilai sebagai gold standard alias alat yang divalidasi untuk mendiagnosis borderline personality disorder.
Biasanya prosedur ini memerlukan waktu 30-60 menit, dan terdiri dari beberapa kuesioner. Saat mewawancarai pasien, ruang lingkup gejala yang harus dieksplorasi ada 4, yakni: efektifitas, fungsi interpersonal, kontrol impuls, dan kognitif.
Jenis-jenis borderline personality disorder test
Untuk mendapatkan diagnosis yang tepat dan menyeluruh, tenaga kesehatan terkait umumnya akan melakukan beberapa jenis borderline personality disorder test berikut ini:
1. Wawancara diagnostik untuk borderline personality disorder — Direvisi
Wawancara diagnostik revisi untuk garis batas (DIB) adalah wawancara semi terstruktur yang menilai gejala dan tanda borderline personality disorder.
Ini didasarkan pada perilaku dan perasaan yang dilaporkan selama dua tahun sebelumnya. Tes ini membutuhkan waktu sekitar 30 hingga 60 menit untuk menyelesaikannya.
2. Wawancara klinis terstruktur
Wawancara klinis terstruktur mengikuti panduan wawancara resmi dari American Psychiatric Association. Klinik biasanya akan langsung menanyakan pertanyaan yang berhubungan dengan kriteria Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-5) untuk borderline personality disorder test.
Ini adalah manual standar untuk mendefinisikan dan mengklasifikasikan gangguan mental baik dalam rangka mendapatkan diagnosis, pengobatan, maupun penelitian.
3. Instrumen skrining Mclean
Instrumen Skrining McLean untuk borderline personality disorder test adalah kuesioner 10 item. Ini biasanya digunakan untuk menyaring borderline personality disorder.
4. Kuesioner borderline personality disorder test
Ini adalah formulir kuesioner yang lebih panjang, berisi termasuk 80 pertanyaan benar / salah, yang digunakan untuk menilai gejala borderline personality disorder.
5. Kuisioner pemeriksaan gangguan kepribadian internasional
Alat ini terdiri dari 77 item kuesioner laporan diri yang digunakan untuk menilai gangguan kepribadian. Ada subbagian kuesioner yang dirancang khusus untuk menilai kriteria diagnosis borderline personality disorder.
6. Kuesioner gangguan suasana hati
Ini adalah kuesioner laporan diri yang digunakan untuk mendiagnosis gangguan mood. Namun, ini bukan alat yang paling efektif untuk mendiagnosis borderline personality disorder karena terbukti salah mendiagnosis gangguan tersebut.
Efektivitas Tes
Untuk diagnosis resmi borderline personality disorder, diperlukan penilaian oleh penyedia kesehatan mental terlatih seperti psikiater atau psikolog.
Mereka akan melakukan ini melalui wawancara, pemeriksaan medis, dan kemungkinan menggunakan alat diagnostik. Kuesioner yang dilaporkan sendiri lebih jarang digunakan dalam pengaturan klinis.
Penanganan penderita borderline personality disorder
Pengobatan pada penderita borderline personality disorder adalah dengan beberapa metode terapi. Berikut beberapa penanganan yang biasanya diterapkan pada pasien BPD:
1. Psikoterapi
Metode ini adalah terapi awal untuk menangani pasien BPD. Pasien biasanya akan diajak konseling empat mata dengan terapis, bisa juga dalam bentuk diskusi grup.
Salah satu kunci terapi ini adalah kepercayaan pasien pada sang terapis. Ada 2 metode psikoterapi yang biasanya dilakukan.
- Dialectical Behavior Therapy (DBT). Terapi perilaku dialektik ini bertujuan untuk membantu pasien mengontrol emosi, mengurangi perilaku membahayakan diri, dan meningkatkan pola hubungan.
- Cognitive Behavioral Therapy (CBT). Terapi perilaku kognitif ini membantu merubah mindset dan kepercayaan pasien yang kerap salah dalam mempersepsikan diri mereka dan orang lain. Metode ini bisa membantu pasien mengurangi mood swing dan gejala gelisah, serta menurunkan pemikiran untuk bunuh diri.
2. Konsumsi obat-obatan tertentu
Saat ini tidak ada obat khusus yang ditujukan untuk penderita BPD. Metode ini juga tidak jadi pilihan utama karena manfaatnya sendiri yang belum terlalu terbukti.
Namun ada beberapa jenis obat yang bisa menekan gejala pada pasien BPD. Seperti obat mood stablizer dan anti depresan yang bisa membantu merubah suasana hati.
Konsumsi obat bisa menimbulkan efek samping yang berbeda pada tiap orang. Maka dari itu, untuk metode ini haruslah dengan resep dokter atau terapis.
Konsultasikan masalah kesehatan Anda dan keluarga melalui Good Doctor dalam layanan 24/7. Mitra dokter kami siap memberi solusi. Yuk, download aplikasi Good Doctor di sini!