Share This Article
Sindrom Pfeiffer merupakan salah satu kelainan pada anak yang bisa mengganggu perkembangannya. Dalam beberapa kasus, sindrom ini bisa memburuk hingga membahayakan nyawa.
Sindrom Pfeiffer tipe tertentu juga membutuhkan perawatan seumur hidup. Apa sebenarnya Sindrom Pfeiffer itu? Seperti apa gejalanya? Yuk, simak ulasannya berikut ini!
Apa itu Sindrom Pfeiffer?
Dilansir dari WebMD, Sindrom Pfeiffer adalah cacat lahir yang memengaruhi bentuk tengkorak dan wajah bayi. Sindrom ini terjadi ketika tulang di tengkorak, kaki, dan tangan terlalu cepat berkembang di dalam rahim.
Sindrom Pfeiffer adalah kondisi yang sangat langka, hanya diderita 1 dari setiap 100.000 kelahiran bayi di seluruh dunia.
Baca juga: Moms Harus Tahu! Ini Tanda-Tanda Keterlambatan Perkembangan Motorik pada Bayi
Penyebab Sindrom Pfeiffer
Mengutip dari Healthline, sindrom ini disebabkan oleh tulang yang membentuk tengkorak, tangan, atau kaki janin menyatu terlalu dini ketika berada di dalam rahim. Bayi kemudian dilahirkan dengan bentuk tengkorak yang tidak normal, atau jari tangan dan kaki yang lebih lebar.
Sindrom Pfeiffer dapat dipicu oleh mutasi gen yang mengontrol sel. Dengan kata lain, sindrom ini bisa dipengaruhi oleh faktor keturunan. Meski dalam banyak kasus, orangtua yang tidak memiliki sindrom ini dapat melahirkan bayi dengan kondisi Pfeiffer.
Gejala berdasarkan tipe
Sindrom pfeiffer dibedakan menjadi tiga jenis. Tipe 1 adalah jenis paling ringan, sedangkan tipe 2 dan 3 adalah kondisi yang lebih parah. Sindrom ini dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan anak serta masalah lain pada otak dan sistem sarafnya.
Tipe 1
Sindrom Pfeiffer tipe 1 adalah kondisi yang paling ringan. Tipe ini ditandai dengan beberapa gejala berikut:
- Lokasi mata yang saling berjauhan.
- Dahi meninggi dan menonjol keluar, disebabkan oleh kelainan struktur tulang tengkorak.
- Bagian kepala rata (tidak menonjol layaknya bayi normal).
- Rahang bagian bawah menonjol keluar.
- Rahang bagian atas belum berkembang secara optimal.
- Ukuran jari kaki dan tangan lebih lebar dan besar.
- Masalah pada gigi dan gusi.
Tipe 2
Sindrom Pfeiffer tipe 2 adalah kondisi satu level lebih parah yang dapat mengancam nyawa bayi. Prosedur bedah mungkin diperlukan agar anak bisa bertahan hidup hingga dewasa. Gejala Sindrom Pfeiffer tipe 2 meliputi:
- Tulang kepala dan wajah menyatu dan membentuk seperti daun semanggi.
- Proptosis, yaitu bola mata sedikit menonjol seolah-olah keluar dari rongga.
- Ankiolis, yaitu penyatuan atau penggabungan (fusi) sendi siku dan lutut.
- Hidrosefalus, yaitu berkumpulnya cairan dari tulang belakang di otak. Kondisi ini menyebabkan kepala bayi memiliki ukuran yang lebih besar.
- Sulit bernapas, karena ada masalah pada saluran pernapasan bagian atas (upper respiratory tract) seperti mulit, hidung, dan trakea (kerongkongan).
Tipe 3
Sindrom Pfeiffer tipe 3 adalah kondisi paling parah yang sangat berisiko terhadap kematian. Berbeda dengan tipe 1 dan 2, sindrom Pfeiffer tipe 3 tidak ditandai dengan gejala di kepala, melainkan organ-organ penting seperti paru-paru dan ginjal.
Prosedur bedah seumur hidup dibutuhkan agar bayi bisa bertahan hingga dewasa dengan gejala-gejala yang menyertai.
Pemeriksaan dan prosedur medis
Dokter biasanya sudah bisa mendeteksi sindrom ini ketika anak masih dalam kandungan. Teknologi ultrasound digunakan untuk melihat adanya fusi dini (penyatuan tulang) pada tengkorak serta jari di tangan maupun kaki.
Jika gejala tersebut terdeteksi, diagnosis akan diberikan setelah proses persalinan. Tiga bulan pascakelahiran, dokter biasanya merekomendasikan beberapa tahap operasi. Tujuannya, membentuk kembali tengkorak anak dan melepaskan tekanan pada otak.
Rekonstruksi tengkorak dilakukan agar bentuknya lebih simetris dan otak memiliki ruang untuk tumbuh dan berkembang.
Tidak hanya itu, operasi jangka panjang dibutuhkan untuk mengatasi gejala pada tulang rahang, tangan, dan kaki. Hal ini agar anak bisa tetap hidup dan tumbuh sampai dewasa.
Perawatan di rumah
Sindrom Pfeiffer adalah kelainan struktur tulang yang hanya bisa diatasi dengan prosedur medis (bedah). Sehingga, perawatan di rumah hanya fokus pada perkembangan kognitif dan motorik anak.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan agar anak tetap bisa menjalankan rutinitas hariannya, yaitu dengan terapi fisik dan terapi wicara. Terapi mental juga diperlukan jika Sindrom Pfeiffer telah menghambat perkembangan otaknya.
Perlu diketahui, anak yang mengidap sindrom Pfeiffer tetap bisa beraktivitas layaknya anak-anak pada umumnya, seperti bermain dan pergi ke sekolah.
Nah, itulah ulasan tentang sindrom Pfeiffer pada anak yang perlu kamu tahu. Rajin memeriksakan diri selama kehamilan bisa membantu deteksi dini sindrom ini, sehingga dokter akan lebih mudah menetapkan diagnosis setelah persalinan.
Konsultasikan masalah kesehatan Anda dan keluarga melalui Good Doctor dalam layanan 24/7. Mitra dokter kami siap memberi solusi. Yuk, download aplikasi Good Doctor di sini!