Share This Article
Menopause adalah kondisi saat seorang wanita tidak lagi mengalami siklus menstruasi, biasanya terjadi di atas usia 50 tahun. Namun, tak sedikit wanita yang mengalami vagina keluar darah setelah menopause, padahal tidak sedang haid.
Lantas, normalkah perdarahan yang terjadi setelah seorang wanita memasuki masa menopause? Apa penyebabnya? Yuk, cari tahu jawabannya dengan ulasan berikut ini!
Keluar darah setelah menopause, normalkah?
Dikutip dari Mayo Clinic, keluar darah setelah menopause umumnya bukanlah sesuatu yang normal. Perdarahan itu bisa terjadi tidak mengenal waktu, misalnya bertahun-tahun setelah memasuki masa menopause.
Perdarahan mungkin dapat terjadi karena aktivitas fisik dan keputihan, bisa hilang sesudah satu hari atau seminggu. Namun, sebagian besar perdarahan setelah menopause disebabkan adanya masalah atau gangguan kesehatan pada organ reproduksi dan terjadi dalam waktu cukup lama.
Maka dari itu, untuk menentukan bahaya atau tidak, pemeriksaan medis harus dilakukan demi mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Penyebab vagina keluar darah setelah menopause
Ada banyak hal yang bisa menyebabkan seorang wanita keluar darah dari vagina setelah menopause. Pada kebanyakan kasus, pemicunya bukan karena menstruasi, tapi masalah atau gangguan kesehatan pada organ reproduksi, seperti:
1. Polip rahim
Polip di rahim bisa menjadi penyebab keluar darah di vagina meski sedang tidak haid. Ini merupakan pertumbuhan jaringan baru yang biasanya bersifat non-kanker. Meski jinak, beberapa polip terkadang dapat berubah menjadi kanker.
Satu-satunya gejala yang dialami oleh sebagian besar pasien polip adalah perdarahan vagina yang tidak teratur. Meski umum terjadi pada wanita yang telah memasuki masa menopause, polip rahim juga dapat menyerang orang yang berusia lebih muda.
2. Hiperplasia endometrium
Keluar darah setelah menopause dapat disebabkan oleh hiperplasia endometrium. Kondisi itu dipicu oleh terlalu banyaknya hormon estrogen tanpa diimbangi kadar yang cukup dari progesteron. Endometrium sendiri adalah jaringan yang ada di dalam rahim.
Keadaan ini juga bisa berasal dari penggunaan hormon estrogen tambahan jangka panjang. Jika tidak segera ditangani, hiperplasia endometrium dikhawatirkan dapat berubah menjadi kanker.
3. Kanker endometrium
Kanker di jaringan endometrium bisa membuat seorang wanita keluar darah dari vagina setelah menopause. Penyakit ini sering membuat pengidapnya merasakan nyeri panggul dan perdarahan abnormal. Pada umumnya, kanker endometrium bisa terdeteksi sejak dini.
4. Atrofi endometrium
Ketika memasuki masa menopause, seorang wanita akan mengalami banyak penurunan kadar hormon. Ini akan berdampak pada penipisan lapisan sel-sel rahim dan jaringan seperti endometrium.
Atrofi endometrium seringkali menyebabkan vagina lebih kering, kurang fleksibel, dan rentan terhadap peradangan atau infeksi. Gejalanya bisa berupa spotting (keluar bercak cokelat), gatal-gatal, nyeri, dan kemerahan pada organ kewanitaan.
5. Kanker serviks
Penyebab berikutnya keluar darah di vagina setelah menopause adalah kanker serviks. Kanker ini menyebar di sekitar leher rahim dan sekitarnya. Dikutip dari Healthline, kanker serviks cenderung muncul dan berkembang secara perlahan.
Dokter terkadang baru dapat mengidentifikasinya setelah pemeriksaan rutin secara berkala. Selain perdarahan abnormal, wanita yang mengidap kanker serviks akan sering merasakan nyeri (terutama saat berhubungan seks) dan mengalami keputihan yang tidak normal.
6. Infeksi menular seksual
Infeksi menular seksual bisa terjadi pada siapa saja, termasuk wanita yang sudah memasuki masa menopause. Beberapa infeksi menular seksual seperti gonore dan klamidia dapat menyebabkan perdarahan pada vagina.
Namun, penyakit tersebut lebih rentan terjadi pada wanita yang masih aktif dalam berhubungan seksual ketimbang yang tidak. Selain itu, wanita yang mengidap infeksi menular seksual juga sering mengalami spotting.
Baca juga: Perdarahan saat Berhubungan Seks? Ketahui Penyebab & Cara Mengatasinya
Apa yang harus dilakukan?
Jika mengalami perdarahan setelah menopause, satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah periksa ke dokter. Dokter akan melakukan tes fisik seperti pap smear dan pemeriksaan panggul. Jika dibutuhkan, pemeriksaan lanjutan akan dilakukan, seperti:
- USG transvaginal, yaitu pemeriksaan untuk melihat kondisi ovarium, rahim, dan serviks.
- Histeroskopi, yaitu pemeriksaan menggunakan alat seperti teropong dari serat optik ke dalam leher rahim untuk mengecek keadaan jaringan endometrium.
Untuk perawatannya sendiri tergantung dari faktor pemicu. Dokter bisa meresepkan krim estrogen, melakukan prosedur pengangkatan polip, terapi penggantian hormon, histerektomi (pengangkatan rahim), hingga kemoterapi dan terapi radiasi jika penyebabnya adalah kanker.
Nah, itulah ulasan tentang kondisi vagina keluar darah setelah menopause beserta sejumlah penyebabnya. Pemeriksaan medis sangat diperlukan untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Konsultasikan masalah kesehatan Anda dan keluarga melalui Good Doctor dalam layanan 24/7. Mitra dokter kami siap memberi solusi. Yuk, download aplikasi Good Doctor di sini!