Share This Article
Beberapa minggu terakhir, ada satu gejala virus Corona yang sedang ramai dibahas di kalangan para dokter di seluruh dunia, yaitu kehilangan kemampuan mencium dan mengecap.
Mereka yang terinfeksi virus corona ditemukan mengalami anosmia (kehilangan kemampuan untuk mencium) dan dysgeusia (kehilangan kemampuan mengecap) terutama di masa awal ketika tubuh baru terinfeksi virus.
Kedua gejala ini juga menjadi penanda agar penderita harus mulai mengkarantina diri sebelum gejalanya berkembang menjadi batuk atau demam.
Jadi, apakah kita perlu waspada kalau kemampuan mencium bau dan mengecap rasa menjadi berkurang atau hilang?
Apa Itu Anosmia dan Dysgeusia?
Anosmia adalah kondisi di mana seseorang kehilangan kemampuan untuk mencium atau menghirup aroma, sehingga berimbas pada banyak hal termasuk kemampuan merasakan makanan.
Anosmia juga bisa membuat penderitanya terjebak pada situasi berbahaya karena ia bisa saja tidak menyadari kalau ada aroma gas bocor, atau hendak minum susu yang sebenarnya sudah basi dan mengeluarkan bau menyengat.[3]
Anosmia juga sangat terkait dengan kemampuan indera pengecap. Ini karena lidah bisa merasakan dengan cara menggabungkan kemampuan indera untuk mengecap dan mencium aroma makanan.
Oleh sebab itu, anosmia biasanya terjadi bersamaan dengan dysgeusia atau hilangnya kemampuan lidah untuk mengecap rasa.
Penyebab anosmia beragam, di antaranya adalah flu, hidung tersumbat, infeksi sinus, kualitas udara yang buruk, paparan senyawa kimia yang beracun, atau infeksi virus.
Benarkah Anosmia dan Dysgeusia Adalah Gejala Awal Terinfeksi COVID-19?
Sebagai virus Corona yang baru, banyak hal baru yang ditemukan dokter seiring dengan bertambahnya jumlah orang yang terinfeksi virus ini.
Baru-baru ini, dr. Nirmal Kumar, presiden asosiasi dokter spesialis THT Inggris (ENTUK) menerima laporan bahwa ada sekitar 500 pasien COVID-10 yang kehilangan indera penciuman.
Tidak hanya di Inggris, Korea Selatan juga menemukan 30% pasien COVID-19 dengan gejala ringan ternyata mengalami anosmia. Kasus anosmia pada penderita Covid-19 juga ditemukan di Tiongkok, Amerika Serikat, Iran, Italia, dan Jerman.[4]
Hingga kini belum ada penelitian secara khusus yang menghubungkan COVID-19 secara langsung dengan anosmia, namun menurut rilis dari ENTUK, dari keseluruhan kasus orang dewasa yang mengalami anosmia, 40%-nya diakibatkan oleh virus.
Virus-virus yang memicu flu sering dianggap sebagai penyebab anosmia, dan lebih dari 200 virus berbeda diketahui juga dapat memicu infeksi saluran pernapasan atas.
Sebanyak 10-15% kasus anosmia juga disebabkan oleh berbagai virus Corona terdahulu sebelum SARS-CoV-2, sehingga tidak mengejutkan jika COVID-19 juga menjadi penyebab anosmia dan dysgeusia pada mereka yang terinfeksi.[5]
Meski didukung oleh data dan fakta dari virus Corona terdahulu, namun para ilmuwan menganggap masih terlalu dini untuk menilai hubungan nyata antara keduanya.
Menurut dr. Thomas Hummel, dokter dan peneliti di Smell and Taste Clinic, Department of Otorhinolaryngology, Technical University of Dresden Medical School in Germany, ada banyak juga orang yang kehilangan kemampuan mencium dan mengecap, namun tidak berhubungan dengan virus tersebut. [6]
Maka dari itu, data yang lebih banyak masih dibutuhkan. Setelah ada data yang lebih lengkap, barulah kita bisa mengetahui lebih lanjut tentang persentase pasien COVID-19 yang mengalami anosmia dan dysgeusia, dan kapan gejala ini muncul, separah apa gejala tersebut seiring dengan waktu, dan kapan gejala tersebut dapat hilang.
Jika penelitian di masa depan membuktikan bahwa ada korelasi antara COVID-19 dan anosmia dan dysgeusia, maka gejala tersebut bisa menjadi panduan bagi dokter yang menangani COVID-19.
Jadi, jika saat ini kamu merasa bahwa kemampuan mencium bau dan mengecap rasa menjadi berkurang, tak perlu panik. Ada kemungkinan anosmia dan dysgeusia yang kamu alami ini disebabkan oleh virus flu biasa, dan bukan virus Corona.
Gejala Virus Corona yang Perlu Kita Waspadai
Anosmia dan dysgeusia saja tidak cukup untuk mendeteksi apakah seseorang terkena virus Corona atau tidak. Namun, kita perlu waspada jika kedua gejala tersebut juga diiringi oleh gejala-gejala virus Corona lainnya.
Ada beragam gejala COVID-19 yang dilaporkan terjadi pada penderitanya. Namun, gejala yang umum ditemui antara lain demam, mudah lelah, dan batuk kering.
Sebagian penderita juga mengalami napas yang tersengal-sengal, tenggorokan sakit, pegal-pegal, dan sakit otot dan sendi. Di luar itu, sebagian kecil melaporkan gejala diare, mual, atau hidung tersumbat.
Tidak jarang juga ada orang yang terinfeksi namun tidak merasakan gejala apapun (asimtomatik).
Sebanyak 80% dari orang yang terinfeksi virus Corona tidak perlu dirawat di rumah sakit dan hanya diminta untuk mengisolasi diri di rumah sampai hasil tesnya berubah menjadi negatif.
Namun bagi mereka yang berusia di atas 60 tahun dan/atau memiliki penyakit bawaan seperti tekanan darah tinggi, gangguan kardiovaskuler, diabetes, dan penyakit autoimun, risikonya lebih besar untuk menderita gejala yang lebih parah, bahkan menyebabkan kematian.[2]
Pantau perkembangan situasi pandemi di Indonesia melalui situs resmi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.