Share This Article
Ketika menjalani pernikahan, pertengkaran menjadi hal yang tidak dapat dihindari. Termasuk saat sudah memiliki anak. Meski sebenarnya wajar, namun setiap orang tua harus berhati-hati agar tidak bertengkar di depan anak.
Alasannya, bertengkar di depan anak dapat memberi dampak negatif dan bahkan bisa mengganggu tumbuh kembang si Kecil.
Bagaimana pertengkaran berdampak pada anak?
Anak-anak memiliki keselarasan dengan orang tua mereka. Artinya, saat ibu stres maka anak dapat merasakannya juga. Kemampuan mereka untuk merasakan stres ibu bahkan dimulai sejak dalam kandungan.
Sebuah studi menunjukkan bahwa kortisol (hormon stres) dalam tubuh ibu mampu menembus ke dalam plasenta dan menciptakan tingkat stres yang lebih tinggi untuk bayi yang belum lahir.
Bayi yang sering mengalami stres dalam rahim ditemukan lahir dengan kadar kortisol yang lebih tinggi saat lahir.
Pada usia 6 bulan, bayi juga akan menunjukkan reaksi stres terhadap ekspresi wajah cemberut atau marah. Bayi yang terkena konflik dapat meningkatkan detak jantungnya, yang juga memicu respons hormon stres.
Pemicu bagi bayi bukanlah kata-kata. Nada, volume, dan respons wajah akan lebih berdampak pada respons stres bayi. Dengan demikian, ketika mendengar teriakan atau merasakan agresi bayi akan menangkap sinyal ketidakamanan kemudian melepaskan hormon stres.
Dampak jangka panjang bertengkar di depan anak
Dalam buku Marital Conflict and Children: An Emotional Security Perspective, diketahui ada beberapa perilaku orang tua saat bertengkar yang dapat berdampak buruk pada anak.
Perilaku ini melibatkan agresi verbal berupa menyebut nama, menghina, dan mengancam. Juga agresi fisik seperti memukul dan mendorong, diam (silent treatment), menghindar, kabur, hingga merajuk.
Bila orang tua berulang kali menunjukkan perilaku tersebut saat bertengkar, kondisi anak dapat terganggu. Anak dapat merasa putus asa, khawatir, hingga mengalami kecemasan.
Dampak pertengkaran juga bergantung pada tingkat keparahan pertengkaran, frekuensi terjadinya pertengkaran hingga persepsi anak tentang rasa aman sebelum, selama, dan setelah pertengkaran.
Tetapi, jika perasaan aman itu tidak dikembalikan, hasilnya akan berubah. Perasaan bahaya yang terus menerus atau berulang pada anak, akan menimbulkan respons stres yang mungkin semakin meningkat sepanjang waktu.
Seiring waktu, stres yang meningkat pada anak dapat menyebabkan kecemasan, mudah rasa tersinggung, hingga gangguan pada tidur.
Baca juga: Tips Mengasah Kemampuan Empati Anak, Yuk Ajarkan Sejak Dini!
Apa yang harus dilakukan setelah bertengkar di depan anak?
Masalah serius umumnya cenderung muncul pada anak-anak yang mengalami pertengkaran dan konflik yang intens. Perdebatan yang terjadi sesekali umumnya tidak akan berbahaya.
Setelah bertengkar di depan anak, periksalah kondisinya. Pastikan juga anak melihat bahwa kedua orang tuanya menyelesaikan masalah di lain waktu.
Jangan tunjukkan kemarahan nonverbal, sikap diam atau menolak berkomunikasi saat harus menyelesaikan masalah. Perilaku ini justru dapat menimbulkan dampak yang negatif bagi si Kecil. Namun tunjukkanlah cara orang tua bekerja sama mencari solusi.
Salah satu hal terbaik yang dapat dilakukan sebagai orang tua adalah untuk menjadi panutan anak. Termasuk dalam hal menangani konflik dengan cara yang sehat.
Konsultasikan masalah kesehatan Anda dan keluarga melalui Good Doctor dalam layanan 24/7. Mitra dokter kami siap memberi solusi. Yuk, download aplikasi Good Doctor di sini!