Share This Article
Pernahkah Moms bertanya-tanya, apakah Moms sudah terlalu keras dalam mendidik atau mengasuh anak? Tanpa sadar beberapa orang tua jadi terlalu ketat dalam mendisiplinkan anak.
Mungkin Moms dan orang tua lain berpikir dengan pengasuhan yang keras dapat membuat anak berperilaku lebih baik.
Tapi Moms juga perlu tahu bahwa ada perbedaan antara sikap tegas dan keras. Nah, berikut adalah penjelasan selengkapnya.
1. Moms membuat terlalu banyak aturan
Seorang psikolog asal Oberlin College, Nancy Darling menyebut, membuat terlalu banyak aturan bisa jadi salah satu tanda Moms sudah terlalu keras pada anak.
Semakin banyak aturan, maka akan lebih sulit untuk menegakkan aturan tersebut. Moms juga pasti akan sulit melacak apakah anak melanggar aturan tersebut atau tidak.
Jadi sebaiknya Moms buat lebih sedikit aturan lalu konsisten dalam menegakkannya.
2. Moms memberikan ancaman yang berlebihan
Pernahkah Moms memberikan ancaman seperti tidak memberi uang jajan selama sebulan, atau semua mainan anak akan dibuang jika melanggar aturan?
Ancaman semacam itu tidak akan berhasil dalam mendisiplinkan anak. Hal semacam itu justru hanyalah ancaman kosong dan mengajari anak untuk berperilaku tidak pantas.
3. Aturan yang keterlaluan
Sebagai orang tua, Moms juga harus bijak perihal mana yang bisa Moms atur dan mana yang tidak. Masalahnya, orang tua dan anak tidak selalu sepakat tentang masalah mana yang bersifat pribadi dan mana yang terkait dengan keselamatan atau moral.
Misalnya, musik dengan lirik yang kasar atau merendahkan mungkin dianggap orang tua sebagai sesuatu yang harus diatur. Tetapi remaja mungkin mengatakan itu hanya tergantung selera pribadi.
Karena batasan tidak selalu ditentukan dengan jelas, penting untuk mendiskusikan dan mempertimbangkan kedua sisi saat memutuskan apa yang harus dilakukan.
Baca Juga : Seluk-beluk RIE Parenting: Pola Asuh Anak Masa Kini dan Cara Menerapkannya
4. Ungkapan cinta bersyarat
Mungkin secara sadar Moms pernah menyebut kalimat yang terdengar seakan jika ingin mendapat cinta orang tua maka harus ada syarat yang dipenuhi sang anak.
Jangan mengancam anak menggunakan cinta sebagai pengungkit seperti ungkapan “Kenapa kamu melakukan itu? Kamu gak sayang sama ibu?”.
Sebaliknya Moms bisa mengingatkan mereka dengan ungkapan seperti , “Aku selalu mencintaimu, tapi aku berharap kamu tidak berperilaku seperti ini.”
5. Moms tidak memperhatikan kata-kata yang terucap
Saat akan mengatakan sesuatu kepada anak-anak, Moms harus memperhatikan setiap kata bahkan hingga nada suara. Sebab kata apapun bisa meninggalkan luka emosional di hati anak.
6. Kurang memberikan waktu untuk membimbing
Jangan hanya perintahkan anak untuk melakukan sesuatu dengan batasan waktu terbatas. Ada baiknya saat memberi tugas, Moms juga ikut hadir dan membimbing mereka.
7. Terkesan seperti polisi jahat, cerewet, atau reminder
Apakah Moms selalu dalam posisi sebagai seorang cerewet, pemantau, polisi yang buruk, atau orang tua layaknya reminder?
Apakah Moms selalu jadi satu-satunya yang melakukan sesuatu untuk menyelesaikan sebuah hal? Jika iya mungkin Moms sudah terlalu keras pada anak.
8. Anak semakin menjauh
Jika anak semakin jarang berbicara kepada Moms tentang hal-hal yang penting, ini bisa menjadi tanda bahwa Moms sudah terlalu keras.
Baca Juga : Seperti Apakah Pola Asuh Tepat untuk Anak? Ini Penjelasan Ahli
9. Anak tidak pernah mengajak teman bermain
Moms pernah memarahi, mengkritik, atau melontarkan kata-kata yang menyakiti hati anak di depan teman-temannya?
Melakukan hal semacam ini pastilah membuatnya malu dan enggan mengajak teman-temannya untuk datang. Rumah penuh aturan bukanlah rumah yang diinginkan anak-anak.
10. Tidak mendengar anak
Anak tidak hanya butuh keberadaannya diakui, tapi juga didengar. Kerap kali orang tua menyadari keberadaan anak tapi tidak mendengarkan mereka.
Saat berdiskusi untuk menyelesaikan masalah, berikan mereka waktu untuk mengatakan apa yang ingin mereka katakan.
11. Anak tidak punya waktu bermain
Anak-anak membutuhkan waktu luang dan waktu istirahat untuk meresapi apa yang telah mereka pelajari.
Jika mereka dipenuhi dengan keterampilan, pengetahuan, dan informasi yang tidak dapat mereka gunakan dan hanya belajar untuk kepentingan pembelajaran. Otak mereka akan seperti spons menyerap banyak hal, tetapi tidak tahu apa arti semua itu.
12. Moms satu-satunya yang boleh melakukan apapun
Sebagai orang tua, Moms juga harus sering berdiskusi tentang apa yang dilakukan orang tua lain. Ketika tidak ada orang tua lain yang melakukan hal yang persis sama sepertimu. Misalkan tidak mengizinkan anak-anakmu online bahkan dengan pengawasan orang tua.
Baca Juga : Jadi Orang Tua Bertanggung Jawab Meski Bercerai dengan Co-parenting yang Tepat!
13. Melarang semua hal
Saat melarang sesuatu pada anak, Moms harus memberikan alasan yang valid atau masuk akal. Jangan hanya berkata tidak, tidak, dan tidak.
Katakan, “Aku lebih suka kamu tidak melakukan ini karena alasan ini. Tapi jika kamu tetap memilih untuk melakukannya, aku mungkin akan terus mengawasimu karena kekhawatiran saya.”
14. Tidak memberi kesempatan anak bertanya
Moms memang harus punya aturan dalam mengurus anak. Namun Moms juga harus bisa fleksibel dalam menjalankannya.
Seperti misalnya Moms menetapkan aturan jam 4 sore harus pulang. Tapi karena macetnya jalan, anak baru sampai di rumah jam 6 sore.
Pada situasi seperti ini Moms harus membiarkan anak berbicara soal apa yang terjadi. Dan berikan solusi seperti, jika nanti ada situasi yang sama dorong anak untuk memberi kabar.
15. Terlalu otoriter
Ada perbedaan antara otoriter dan otoritatif. Orang tua yang berwibawa (otoritatif) menetapkan ekspektasi yang jelas dan dapat bersikap keras terhadap anak-anak mereka.
Tetapi mereka melakukannya karena kehangatan dan kepedulian terhadap kemajuan seorang anak. Sementara orang tua otoriter lebih bersifat mengekang atau mengendalikan.
Konsultasikan masalah kesehatan Anda dan keluarga melalui Good Doctor dalam layanan 24/7. Mitra dokter kami siap memberi solusi. Yuk, download aplikasi Good Doctor di sini!