Share This Article
Jika seorang anak terlihat sulit berkonsentrasi, entah saat berbicara dengan orang lain, ataupun ketika sekedar bermain, bisa jadi ia mengalami ADHD.
Attention Deficit/Hyperactivity Disorder atau ADHD adalah kelainan perkembangan sistem saraf yang sering terjadi pada anak-anak. Jika tidak dideteksi sejak dini, gangguan ini bisa mengganggu perkembangan anak.
Mitos dan fakta ADHD pada anak
Agar terhindar dari kesalahpahaman mengenai penyakit ini, ada baiknya mengetahui beberapa mitos dan fakta seputar ADHD berikut.
1. ADHD bukan merupakan penyakit
Tidak bisa dipungkiri, masyarakat Indonesia masih banyak yang menganggap gangguan kesehatan harus dicirikan keluhan-keluhan fisik. Pemikiran semacam ini secara tidak langsung membuat penyakit semacam ADHD sering disepelekan dan dianggap biasa saja.
‘ADHD bukan penyakit’ sendiri merupakan mitos yang paling banyak beredar di tengah masyarakat. Padahal faktanya, ADHD adalah penyakit yang bisa terjadi secara turun temurun. Jadi meski gejalanya mirip dengan perilaku khas anak kecil, gangguan ini tetap harus ditangani secara medis.
Hal ini disetujui oleh berbagai penelitian ilmiah, salah satunya yang dilakukan oleh the National Survey of Children’s Health. Di situ disebutkan bahwa ada banyak kasus ADHD yang terlambat didiagnosis, karena dianggap tidak menunjukkan gejala yang spesifik.
2. Anak ADHD tidak sakit tapi hanya malas
Asumsi ini adalah respon umum yang diberikan sebagian orangtua ketika menghadapi anak yang menunjukkan ciri-ciri penyakit ADHD. Perlu diketahui bahwa salah satu gejala dari gangguan kesehatan ini adalah anak menjadi sulit untuk fokus saat mengerjakan sesuatu.
Misalnya ketika anak diberikan tugas di sekolah, ia akan bertingkah seolah-olah malas mengerjakannya. Sekilas hal ini terlihat seperti kemalasan biasa. Padahal faktanya jika ditelusuri lebih lanjut hal ini terjadi sebagai akibat dari kegagalan fungsi sel-sel saraf tertentu dalam otak.
3. ADHD disebabkan pola pengasuhan yang buruk
Kurangnya pengetahuan mengenai ADHD sering membuat orang berpikir bahwa penyakit ini disebabkan oleh pola pengasuhan orangtua yang buruk. Mitos ini sangat perlu diluruskan karena cara orangtua mendidik anak sama sekali tidak berkaitan dengan terjadinya gangguan kesehatan yang satu ini.
Meski begitu dilansir dari verywellmind.com, disebutkan bahwa kondisi rumah tangga yang penuh masalah akan semakin mempersulit proses kesembuhan anak penderita ADHD.
Oleh sebab itu penting bagi orangtua untuk saling mendukung satu sama lain saat harus menghadapi anak yang menderita gangguan ini. Hal ini akan berdampak baik pada perkembangannya, sesuai dengan yang ditunjukkan dalam penelitian ini.
Di situ dijelaskan bahwa anak ADHD akan sangat terbantu dengan petunjuk dalam pengasuhan yang diberikan secara jelas dan konsisten. Bukan hanya oleh orangtuanya, tetapi juga oleh orang-orang di sekelilingnya seperti nenek, kakek, pengasuh, dan lain-lain.
4. Anak hiperaktif pasti mengidap ADHD
Mitos lain seputar penyakit ini dikaitkan dengan kebiasan anak-anak yang senang bergerak ke sana ke mari. Faktanya tidak setiap anak yang tidak bisa diam bisa didiagnosis dengan ADHD. Perilaku hiperaktif dalam ADHD sendiri terbagi menjadi 3 kategori:
- Predominately hyperactive-impulsive, umumnya ditandai anak sulit untuk duduk diam, dan terus menggerakan anggota tubuhnya seperti mengetuk-ngetuk kaki.
- Predominately inattentive, biasanya memiliki ciri anak senang melamun, mudah tealihkan perhatiannya, pelupa, dan ceroboh.
- Gabungan antara dua kategori di atas.
Jadi untuk memastikan seorang anak mengidap ADHD atau tidak, perlu diagnosis yang lebih mendalam ketimbang sekedar melihat perilakunya yang dianggap hiperaktif.
5. Obat-obatan pasti bisa menyembuhkan ADHD
Hal ini keliru karena pada faktanya ADHD adalah gangguan kesehatan yang bersifat kronis dan bisa berlangsung seumur hidup. Penggunaan obat-obatan dari dokter hanya bertujuan untuk mengurangi gejala yang terjadi.
Jika sewaktu kecil anak diberi resep obat-obatan untuk mengatasi ADHD, kemungkinan besar pada saat dewasa pun ia harus tetap mengonsuminya. Meski begitu gejala-gejala yang ditimbulkan bisa saja mengalami penurunan seiring dengan pertambahan usia.
Salah satu faktor penyebab hal ini terjadi adalah adanya perkembangan fungsi otak yang terjadi seiring anak tumbuh dan berkembang.
Pastikan untuk mengecek kesehatan Anda dan keluarga secara rutin melalui Good Doctor dalam layanan 24/7. Jaga kesehatan Anda dan keluarga dengan konsultasi rutin bersama mitra dokter kami. Download aplikasi Good Doctor sekarang, klik link ini, ya!