Share This Article
Menelan mungkin terlihat seperti kegiatan yang sederhana, tetapi sebenarnya ini cukup rumit karena mengharuskan otak, saraf, otot, dan kerongkongan bekerja sama dalam waktu yang bersamaan.
Berbagai macam penyakit dapat menyebabkan masalah menelan, salah satu yang umum terjadi adalah disfagia (gangguan menelan) pada penderita stroke.
Baca juga: 5 Fakta CT Scan dengan PACS, Teknologi Terkini untuk Tangani Stroke
Gejala disfagia
Dilansir dari Mayo Clinic, disfagia berarti kamu membutuhkan lebih banyak waktu dan tenaga untuk memindahkan makanan maupun cairan dari mulut ke dalam perut.
Sebagian orang mengalami disfagia dan tidak menyadarinya, hal ini membuat penyakit tersebut tidak terdiagnosis, dan terlambat diobati. Oleh karena itu penting untuk mengetahui gejala-gejala disfagia meliputi:
- Tersedak saat makan
- Batuk atau tersedak saat menelan
- Ngiler
- Makanan atau asam lambung kembali naik ke tenggorokan
- Sakit maag berulang
- Suara serak
- Sensasi makanan tersangkut di tenggorokan atau dada, atau di belakang tulang dada
- Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
- Membawa makanan kembali (regurgitasi)
- Kesulitan mengontrol makanan di mulut
- Kesulitan memulai proses menelan
- Pneumonia berulang
- Ketidakmampuan mengontrol air liur di mulut.
Disfagia pada penderita stroke
Apabila ini hanya terjadi sesekali, maka kemungkinan besar kamu tidak perlu mengkhawatirkannya secara berlebihan. Kondisi tersebut umum disebabkan oleh kebiasaan makan terlalu cepat atau tidak mengunyah makanan dengan benar.
Tetapi disfagia yang terus menerus, bisa saja mengindikasikan kondisi medis yang membutuhkan perawatan serius, termasuk stroke.
Dilansir dari NCBI, dari 100 pasien yang mengalami kecelakaan pembuluh darah di otak, sekitar 50-60 persen memiliki gejala disfagia. Sisanya diketahui memiliki bukti aspirasi atau penurunan kesadaran. Kedua gejala itu merupakan gejala tahap awal stroke yang paling umum terlihat.
Bagaimana stroke menyebabkan disfagia?
Ada 3 jenis menelan, pertama menelan secara tidak sadar yang terjadi kira-kira sekali setiap menit, kedua menelan refleksif yang dipicu oleh rangsangan tiba-tiba, seperti tetesan makanan yang tidak disengaja ke dalam faring, dan ketiga menelan yang terjadi saat makan.
Ketika menelan dipicu secara sadar dan melibatkan kemauan, ada banyak area otak yang diaktifkan. Hal tersebut tidak terjadi ketika seseorang mengalami stroke.
Pada penderita penyakit stroke, biasanya 1 atau lebih area pada otak yang seharusnya aktif saat menelan mengalami kerusakan. Hal inilah yang kemudian akan mengganggu kemampuan seseorang untuk menelan.
Gejala-gejala disfagia juga dapat terjadi jika stroke menyerang batang otak, atau menyebabkan perdarahan di wilayah ini. Terakhir, kerusakan saraf atau otot di sepanjang sumbu deglutitif juga dapat menyebabkan disfagia.
Penanganan disfagia
Berikut adalah beberapa metode perawatan gangguan menelan atau disfagia yang dibedakan berdasarkan jenis gangguannya.
1. Pengobatan untuk disfagia orofaringeal (disfagia tinggi)
Ini biasanya disebabkan gangguan pada saraf, seperti penyakit Parkinson dan stroke. Umumnya metode pengobatan yang dilakukan adalah:
Terapi menelan
Ini akan dilakukan dengan terapis bicara dan bahasa. Individu akan mempelajari cara baru menelan dengan benar. Latihan akan membantu meningkatkan otot dan cara mereka merespons.
Diet
Memberikan beberapa makanan dan cairan, atau kombinasinya, yang lebih mudah untuk ditelan.
Pemberian makan melalui selang
Jika pasien berisiko mengalami pneumonia, malnutrisi, atau dehidrasi, mereka mungkin perlu diberi makan melalui selang hidung (selang nasogastrik) atau PEG (gastrostomi endoskopi perkutan).
Tabung PEG ditanamkan melalui pembedahan langsung ke perut dan melewati sayatan kecil di perut.
Perawatan untuk disfagia esofagus (disfagia rendah)
Umumnya tindakan bedah diperlukan untuk mengatasi disfagia esofagus. Untuk lebih rincinya, kamu bisa melihat penjelasan berikut ini:
- Pelebaran, jika kerongkongan perlu diperlebar (karena penyempitan, misalnya), balon kecil dapat dimasukkan dan kemudian digelembungkan (kemudian diangkat).
- Toksin botulinum (Botox) – biasanya digunakan untuk melumpuhkan otot di kerongkongan yang menjadi kaku (akalasia).
- Jika disfagia disebabkan oleh kanker, pasien akan dirujuk ke ahli onkologi untuk pengobatan dan mungkin perlu operasi pengangkatan tumor.
Dapatkah disfagia sembuh secara spontan?
Beberapa kondisi disfagia diketahui dapat membaik secara spontan dari waktu ke waktu. Hal ini juga berlaku pada kasus disfagia akibat stroke.
Namun, jika sistem terutama yang melibatkan otot lurik, tidak digunakan, maka organ tubuh yang dipakai untuk menelan akan menjadi lemah dan mulai berhenti tumbuh.
Meskipun kemampuan menelan dapat kembali tanpa terapi, otot menelan akan menjadi semakin lemah selama masa tunggu ini. Oleh karena itu, dokter tidak boleh menunda pengobatan dengan harapan gangguan ini bisa sembuh dengan sendirinya.
Terapi menelan sangat penting dalam pengobatan pasien disfagia, karena otot menelan harus dijaga agar tetap bekerja dengan baik.
Konsultasikan masalah kesehatan kamu dan keluarga melalui Good Doctor dalam layanan 24/7. Mitra dokter kami siap memberi solusi. Yuk, download aplikasi Good Doctor di sini!