Share This Article
Hingga kini, HIV/AIDS masih menjadi momok bagi masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Sebab, prevalensinya di tingkat global masih dalam kategori yang mengkhawatirkan.
Belum lagi, usaha untuk bertahan hidup bagi para penyintas menjadi lebih sulit di kala COVID-19 mewabah.
Sayangnya, masih banyak orang yang memercayai berbagai anggapan keliru tentang HIV/AIDS, terutama soal penyebaran dan penularannya. Yuk, cari tahu lebih banyak tentang informasi seputar mitos dan fakta HIV/AIDS dengan ulasan berikut ini!
Sekilas tentang HIV/AIDS
HIV atau Human immunodeficiency virus adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Gejalanya bisa muncul bertahap, bahkan dalam rentang tahunan.
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), orang yang terinfeksi mungkin mengalami gejala mirip flu dalam 2 hingga 4 minggu pertama. Tanda-tandanya bisa berupa demam, menggigil, muncul ruam di kulit, sering keluar keringat dingin di malam hari, dan nyeri otot.
Seseorang yang terinfeksi HIV juga rentan sariawan, mudah lelah, hingga pembengkakan kelenjar getah bening. Kondisi tersebut harus mendapat penanganan serius. Jika tidak, keadaannya dapat bertambah parah dan berubah menjadi AIDS.
AIDS atau acquired immune deficiency syndrome adalah kondisi kronis ketika HIV telah merusak sistem kekebalan hingga titik terendah. Tubuh menjadi tidak mampu melawan berbagai infeksi dan penyakit. AIDS merupakan keadaan yang sangat parah, bisa membahayakan nyawa.
Baca juga: Jangan Diabaikan! Ini Gejala Awal HIV yang Patut Diwaspadai
Prevalensi terbaru HIV/AIDS
Berdasarkan data The Joint United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS), seperti dilansir dari HIV.gov prevalensi HIV di tingkat global hingga tahun 2019 mencapai sekitar 38 juta orang.
Sedangkan di Indonesia sendiri, kasusnya tak kurang dari 640 ribu orang, dengan 38 ribu angka kematian akibat AIDS. Penyakit tersebut tak pandang usia, jenis kelamin, dan status pekerjaan.
Menurut data terbaru UNAIDS, seperti dilansir dari AIDS Data Hub, kasus HIV di Indonesia didominasi oleh lima kelompok utama, yaitu pengguna narkoba injeksi (28,8 persen), pria berhubungan seks sesama jenis (24,8 persen), pekerja seks (5,3 persen), dan tahanan (1 persen).
Mitos dan fakta seputar HIV/AIDS
Hingga kini, masih banyak orang yang memercayai berbagai anggapan keliru tentang HIV/AIDS. Secara tidak langsung, hal tersebut berperan dalam memunculkan stigma negatif pada para penyintasnya, yang pada akhirnya berujung pada pengucilan.
Berikut beberapa mitos tentang HIV/AIDS yang masih dipercaya banyak orang beserta penjelasan fakta di baliknya yang harus kamu tahu:
1. HIV bisa menular lewat kontak fisik
Tak sedikit orang yang memilih untuk menghindari dan menjaga jarak dengan penyintas HIV/AIDS. Alasannya, penyakit tersebut dipercaya bisa menyebar melalui kontak fisik. Padahal, anggapan tersebut hanyalah mitos.
Faktanya, kamu tidak akan tertular HIV dari orang lain hanya dengan sentuhan, bahkan dari keringatnya sekalipun. HIV hanya bisa menyebar ke orang lain melalui darah yang terinfeksi, air mani, cairan vagina, dan air susu ibu (ASI).
2. Nyamuk bisa menularkan HIV
Nyamuk dipercaya bisa menjadi medium untuk menularkan HIV. Serangga tersebut dianggap menjadi perantara penyebaran virus dari darah orang yang sebelumnya diisap. Benarkah demikian?
Faktanya, gigitan nyamuk tidak akan membuatmu tertular HIV. Hal ini disebabkan oleh struktur biologis dari nyamuk itu sendiri. Pertama, HIV tidak bisa menginfeksi nyamuk seperti pada manusia. Kedua, nyamuk tidak punya reseptor yang dapat dijadikan inang dari HIV.
3. HIV menular lewat udara
Salah satu mitos yang masih dipercaya banyak orang tentang HIV adalah penyebaran lewat udara. Ini yang membuat tak sedikit orang memilih untuk menjauhi para penyintas agar tidak tertular.
Faktanya, kamu tidak akan tertular HIV saat menghirup udara meski tanpa menggunakan masker. Mengutip dari Healthline, cairan atau percikan yang keluar dari tubuh akan segera mengering begitu terkena udara. Setelah itu, virus menjadi rusak dan tidak aktif lagi.
Lagi pula, HIV tidak berkembang di air liur manusia, melainkan cairan tubuh seperti darah, mani, dan vaginal fluid.
4. HIV selalu berakhir dengan kematian
Bagi sebagian orang, HIV adalah momok yang sering dihubungkan dengan kematian. Penyakit tersebut dianggap kutukan yang dapat mengancam nyawa.
Faktanya, HIV tak bisa serta-merta merenggut nyawamu. Jika mendapat perawatan yang tepat, kemungkinan besar penyintas bisa hidup lebih lama. Sebaliknya, jika dibiarkan, HIV bisa berubah menjadi AIDS, kondisi yang bisa meningkatkan risiko kematian.
Keterkaitan HIV dengan COVID-19
Para ilmuwan terus melakukan riset untuk mengetahui perkembangan terbaru dari HIV/AIDS, salah satunya adalah tentang keterkaitan dengan COVID-19. Sejumlah kalangan menganggap bahwa orang dengan HIV rentan terinfeksi COVID-19, karena memiliki kekebalan yang rendah.
Anggapan tersebut tak sepenuhnya salah, tetapi juga tidak benar secara mutlak. Badan Kesehatan Dunia WHO menjelaskan, hingga kini, masih belum ada bukti konkret tentang hubungan HIV dengan COVID-19.
Pasien HIV yang rutin menjalani pengobatan antiretroviral tidak memiliki potensi lebih tinggi untuk terkena COVID-19. Risiko terpapar COVID-19 sama besarnya dengan orang yang masih sehat.
Nah, itulah ulasan tentang HIV/AIDS beserta data prevalensi terbaru, mitos dan fakta, hingga keterkaitannya dengan COVID-19. Menjaga tubuh tetap sehat dan membatasi diri dari sejumlah penularan adalah cara terbaik untuk meminimalkan risiko terpapar.
Konsultasikan masalah kesehatan kamu dan keluarga melalui Good Doctor dalam layanan 24/7. Mitra dokter kami siap memberi solusi. Yuk, download aplikasi Good Doctor di sini!