Share This Article
Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Kondisi ini bisa dipicu oleh banyak hal, misalnya konflik di kantor atau masalah keluarga. Jika tidak segera diredakan, stres bisa berubah menjadi depresi. Lantas, apa perbedaan antara stres dan depresi?
Stres dan depresi adalah dua hal berbeda, begitu pun dengan ciri-cirinya. Tidak sedikit yang salah kaprah dengan menganggap keduanya adalah sama. Apa sih yang membedakan stres dan depresi? Seperti apa tanda-tandanya? Yuk, simak ulasan lengkapnya berikut ini.
Perbedaan stres dan depresi
Stres merupakan bentuk reaksi tubuh pada setiap perubahan yang memerlukan respons, baik fisik, emosi, maupun mental. Biasanya, stres akan muncul saat seseorang menghadapi peristiwa tertentu yang membutuhkan dan menyita pikiran atau perhatian lebih ekstra.
Mengutip WebMD, stres tidak selamanya identik dengan hal buruk. Bisa jadi, justru akan membantumu untuk tetap termotivasi, waspada, dan siap menghadapi sesuatu yang akan terjadi.
Stres terus-menerus tanpa ada proses healing bisa berubah menjadi depresi. American Psychiatric Association mendefinisikan depresi sebagai kondisi gangguan suasana hati yang cukup serius. Penderitanya bisa merasakan kesedihan mendalam dan tidak punya minat pada sesuatu.
World Health Organization (WHO) sendiri telah memasukkan depresi sebagai gangguan mental, yang saat ini diidap oleh lebih dari 200 juta orang di seluruh dunia. Berbeda dengan stres, sebagian besar pasien depresi membutuhkan pertolongan medis atau melibatkan psikiater.
Baca juga: Stres Berlebih hingga Sakit? Awas Kena Gangguan Psikosomatis!
Gejala stres dan depresi
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa depresi memiliki tingkatan yang lebih parah jika dibandingkan dengan stres.
Oleh karena itu, tanda-tanda yang muncul juga berbeda, mulai dari tahapan paling ringan hingga terberat. Gejala dari depresi biasanya berlangsung lebih lama daripada stres.
1. Gejala stres
Stres dapat memicu ketidakstabilan hormon di dalam tubuh. Saat pikiran mendapat tekanan, bagian otak bernama hipotalamus mengirim sinyal ke kelenjar adrenal untuk melepaskan banyak hormon.
Hormon tersebut menandakan bahwa kamu sedang menghadapi bahaya atau dalam mode waspada.
Pada tahapan ringan, stres ditandai dengan kepala berat dan hilangnya fokus atau konsentrasi. Tapi jika tidak segera diredakan, kondisinya bisa berubah menjadi lebih kronis, dengan gejala-gejala seperti:
- Detak jantung meningkat
- Penapasan menjadi lebih cepat
- Otot menegang
- Banyak keringat yang keluar
- Peningkatan tekanan darah
- Rasa was-was berlebih
- Gemetar tanpa sebab
- Hilang nafsu makan
- Sulit tidur
- Mudah marah
- Sakit perut atau diare
- Penambahan atau penurunan berat badan
- Gairah seksual menurun
2. Gejala depresi
Mirip dengan stres, depresi memiliki gejala yang dimulai dari tahapan ringan hingga berat. Mengutip dari Mental Health America, depresi ditandai dengan gejala-gejala berupa:
- Menarik diri dari pergaulan
- Sedih berkepanjangan
- Putus asa
- Tidak antusias terhadap sesuatu
- Tidak memiliki minat atau ketertarikan terhadap sesuatu
- Gelisah
- Mudah tersinggung
- Rasa percaya diri rendah
- Selalu merasa bersalah
- Merasa tidak berharga
- Merasa tidak bisa menghadapi kesulitan
- Tidur terlalu sebentar atau terlalu lama
- Ingin mengakhiri hidup
Tanda-tanda di atas biasanya bertahan setidaknya dua minggu sejak gejala awal muncul. Depresi harus segera mendapat penanganan, karena dapat memengaruhi pikiran yang bisa berdampak pada kualitas hidup.
American Psychiatric Association menjelaskan, depresi tidak sama dengan rasa sedih akibat kepergian orang yang dicintai. Saat ditinggalkan oleh orang tercinta, perasaan sedih bisa hilang seiring berjalannya waktu.
Sedangkan pada pasien depresi, kesedihan akan berlangsung lebih lama, bahkan cenderung lebih berat.
Penyebab stres dan depresi
Stres dan depresi bisa disebabkan oleh banyak hal. Mengutip Healthline, keduanya bisa muncul akibat peristiwa yang memicu respons tubuh. Dengan kata lain, stres dan depresi dapat disebabkan oleh faktor lingkungan.
Stres lebih dipengaruhi faktor eksternal. Sedangkan depresi, bisa dari eksternal maupun internal. Depresi dapat terjadi karena faktor keturunan, kerusakan struktur otak, trauma mendalam, penyalahgunaan obat-obatan, hingga dampak dari penyakit serius.
Baca juga: Gangguan Depresi: Jenis, Gejala dan Pengobatan
Mengatasi stres dan depresi
Dilihat dari penyebab dan gejalanya, stres dan depresi sama-sama bisa memengaruhi suasana hati dan pikiran penderitanya. Tapi, pada sebagian kasus, mengatasi stres relatih lebih mudah ketimbang depresi.
Stres dapat diredakan dengan cara mandiri, seperti:
- Tetap berusaha berpikir positif
- Melakukan relaksasi seperti yoga dan meditasi
- Menerima fakta bahwa tidak semua hal bisa dikendalikan
- Kembangkan hobi dan minat
- Pilih makanan bergizi dan nutrisi seimbang
- Tidur yang cukup
- Mintalah dukungan dari orang-orang terdekat
Sedangkan untuk depresi, sebagian besar kasus membutuhkan penanganan lebih serius, di antaranya:
- Konsumsi obat penenang, digunakan untuk menstabilkan suasana hati. Obat-obatan ini meliputi antidepresan dan antipsikotik.
- Psikoterapi, yaitu proses konseling berupa konsultasi dengan psikiater tentang gangguan pikiran dan faktor pemicu depresi.
- Terapi elektrokonvulsif (ECT), yaitu prosedur medis untuk pasien depresi berat, menggunakan stimulasi listrik pada otak di bawah pengaruh bius. Pasien depresi berat biasanya melakukan terapi ini dua hingga tiga kali dalam seminggu.
Nah, itulah perbedaan antara stres dan depresi beserta tanda-tanda serta cara penanganannya. Jika kamu mengalami ciri-ciri seperti yang telah dijelaskan, tak ada salahnya untuk menghubungi psikolog atau psikiater.
Konsultasikan masalah kesehatan Anda dan keluarga melalui Good Doctor dalam layanan 24/7. Mitra dokter kami siap memberi solusi. Yuk, download aplikasi Good Doctor di sini!