Share This Article
Pada dasarnya ciri-ciri autisme pada anak dapat dikenali sejak dini. Agar tidak terlambat mengetahuinya, berikut penjelasan selengkapnya, simak yuk!
Apa yang dimaksud autisme pada anak?
Autisme merupakan gangguan otak yang membatasi kemampuan seseorang untuk berkomunikasi khususnya dalam berhubungan dengan orang lain. Autisme pada anak biasanya dapat terdeteksi pada usia 1-3 tahun ke atas dalam spektrum ringan atau pun parah.
Biasanya anak yang memiliki gangguan spektrum autisme atau autism spectrum disorder (ASD), biasanya menunjukkan sejumlah gejala tertentu hingga akhirnya dapat didiagnosis autistik.
Bahkan, jika autisme pada anak terjadi pada kondisi autistik ringan sekalipun tetap memperlihatkan tanda-tanda yang khas.
Jenis autisme pada anak
Pada anak yang mengidap autisme sangat membutuhkan perhatian dan perlakuan khusus. Untuk itu, berikut ini jenis autisme pada anak yang harus orang tua ketahui, antara lain:
Sindrom Asperger
Jenis austime ini sering dianggap autisme “high functioning” yang berarti autisme dengan kemampuan yang cukup multifungsi.
Pada dasarnya autisme pada anak jenis ini tetap mampu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bahkan pengidapnya juga mampu untuk memahami hal-hal yang terjadi di sekitarnya.
Selain itu, kemampuan bahasa pengidap autisme yang satu ini pun baik dan memiliki rasa empati yang cukup tinggi. Namun, ada beberapa kasus yang menunjukkan bahwa anak dengan asperger syndrome bisa saja tidak memberi respons seperti orang lain.
Kelainan ini muncul sejak masih dalam kandungan dan faktor genetik. Sebagai contoh salah satu anggotanya memiliki sindrom autisme bisa saja memiliki anak dengan jenis-jenis autisme pada anak yang serupa walau dalam spektrum yang berbeda.
Gangguan autis mindblindness
Jenis autisme ini biasanya seringkali disebut dengan mindblindness yang artinya tidak memiliki kemampuan untuk menafsirkan emosi serta tidak memiliki kemampuan untuk memahami permasalahan dari sudut pandang orang lain.
Hal ini dikarenakan pengidapnya merasa seolah-olah memiliki dunianya sendiri dan tidak paham dengan kejadian yang ada di sekitarnya.
Di sisi lain, autisme pada anak jenis ini memiliki kemampuan istimewa di berbagai bidang seperti halnya musik, seni, berhitung yang baik, dan memiliki memori yang lebih tajam dibandingkan anak normal lainnya.
Childhood disintegrative disorder (CDD)
Autisme jenis ini sering disebut dengan sindrom Heller, biasanya perkembangan anak normal hingga usia mencapai di atas 3 tahun mengalami penurunan kemampuan sosial, komunikasi dan keterampilan lain.
Gangguan ini terjadi karena adanya kesalahan pada sistem saraf otak anak dan paparan lingkungan seperti racun atau infeksi dan juga respons autoimun.
Biasanya ditandai dengan keterlambatan perkembangan motorik, bahasa, dan fungsi sosial. Namun, pada awalnya anak dengan jenis autisme ini memiliki kemampuan motorik, bahasa, maupun interaksi sosial yang baik, tetapi lambat laun kemampuan tersebut akan merosot.
Pervasive developmental disorder not otherwise specified (PDD-NOS)
Pada dasarnya gangguan autisme pada anak jenis ini merupakan jenis autisme yang paling rumit, kompleks, dan perlu diagonosa lebih lanjut. Gangguan ini sering disebut Autism Spectrum Disorder (ASD).
Gangguan ini terjadi dengan kondisi dimana ketrampilan sosial, perkembangan bahasa, dan perilaku yang diharapkan tidak berkembang sesuai atau hilang pada masa anak-anak.
Biasanya ditandai dengan ketidakmampuan menanggapi perilaku orang lain, cenderung kaku pada rutinitas, dan kesulitan dalam mengingat sesuatu. Selain itu, yang tampak menonjol dari autisme jenis ini adalah adanya interaksi dengan teman imajinatif.
Ciri-ciri autisme pada anak
Hal ini penting untuk orang tua ketahui agar tidak terlambat menanganinya. Berikut adalah ciri-ciri autisme pada anak, antara lain:
Sulit berkomunikasi baik verbal maupun non-verbal
Ini merupakan ciri-ciri yang paling mudah diketahui pada anak yang mengidap autis. Anak autis memiliki gaya bicara yang khas yaitu gagap, terlambat dan kurang bisa mengerti kata-kata yang sering digunakan oleh orang-orang pada umumnya.
Tidak hanya kesulitan berkomunikasi verbal, anak autis juga kesulitan berkomunikasi secara non-verbal. Salah satu contohnya penggunaan bahasa tubuh seperti menunjuk dan melambai serta tidak melakukan kontak mata saat berbicara.
Tumbuh kembang yang tidak seimbang
Hal ini juga terlihat pada perkembangan yang tidak seimbang pada bayi atau anak autis. Penyebabnya, sistem motorik anak mengalami gangguan, sehingga perkembangan otaknya pun tidak dapat berkembang dengan baik.
Selain itu, anak yang mengidap autis juga cenderung tidak tertarik untuk berinteraksi dengan orang lain. Padahal di usia ini, anak-anak sangat responsif terhadap lingkungan sekitarnya.
Sulit untuk bersosialisasi
Biasanya ciri-ciri autisme pada anak lainnya ditandai dengan kesulitan untuk bersosialisasi dengan anak seumurannya. Penyebabnya, anak autis memiliki dunianya sendiri.
Biasanya akan terlihat saat bermain dengan dunianya sendiri, anak pengidap autis akan mengekspresikan kemampuan bicaranya.
Melakukan aktivitas secara berulang
Anak pengidap autis biasanya akan melakukan kegiatan secara berulang dalam frekuensi yang sering. Contohnya seperti mengepakkan tangan, berputar, dan membenturkan kepala secara berulang-ulang.
Tidak hanya dalam aktivitas yang dilakukan secara berulang, biasanya anak autis akan membicarakan hal yang paling disukai secara berulang kepada semua orang.
Memiliki kemampuan luar biasa dalam satu bidang
Biasanya anak yang mengidap autis memiliki kemampuan yang luar biasa pada satu bidang misalnya menggambar. Hal ini disebabkan karena anak hanya fokus terhadap satu bidang akibat kesulitan beradaptasi dan berinteraksi dengan orang lain.
Emosi yang tidak stabil
Anak pengidap autis tidak dapat mengontrol dan mengendalikan emosi. Ini yang membuatnya akan meluapkan segala emosinya dan biasanya terjadi pada waktu yang tidak terduga dan dalam situasi apapun. Misalnya, tiba-tiba menangis, tiba-tiba menjerit, tertawa tanpa sebab yang jelas.
Penyebab autisme pada anak
Secara umum, penyebab autisme pada anak belum diketahui secara pasti penyebabnya. Tetapi ada beberapa faktor risiko yang menjadi penyebab autisme pada anak, antara lain:
Faktor genetik
Ada beberapa kelainan genetik yang dapat memengaruhi seseorang terhadap autisme. Selain itu, mungkin ada faktor metabolik atau biokimia yang dapat menyebabkan gangguan spektrum autisme.
Tidak hanya itu saja, faktor lingkungan juga diperkirakan berperan sebagai penyebab autisme.
Pestisida
Paparan pestisida yang tinggi juga dihubungkan dengan terjadinya autisme pada anak. Beberapa riset menemukan, pestisida akan mengganggu fungsi gen di sistem saraf pusat.
Hal ini dikarenakan bahan kimia dalam pestisida dapat berdampak buruk secara genetis dan cenderung akan mengalami autisme.
Obat-obatan
Bayi yang terpapar obat-obatan tertentu ketika dalam kandungan memiliki risiko lebih besar mengalami autisme.
Ibu hamil yang mengonsumsi obat-obatan tertentu, misalnya obat antikejang, obat jenis asam valproat (depakene) atau thalidomide (thalomid), dan mengonsumsi alkohol.
Thalidomide merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi gejala mual dan muntah selama kehamilan, kecemasan, serta insomnia.
Usia orang tua saat hamil
Risiko autisme pada anak dapat disebabkan oleh usia dari orang tua. Semakin tua usia orangtua saat memiliki anak, makin tinggi risiko sang anak menderita autisme.
Namun, hal ini belum diketahui secara pasti penyebab autisme, diduga hal ini bisa terjadi dikarenakan adanya faktor mutasi gen.
Komplikasi saat kehamilan
Risiko autisme juga lebih tinggi pada ibu hamil yang menderita diabetes dan obesitas, misalnya kelainan metabolisme yang disebut phenylketonuria (PKU) dan rubella alias campak Jerman, serta bayi yang lahir prematur atau berat lahir yang rendah.
Perkembangan otak
Perkembangan otak juga dapat menjadi penyebab autisme pada anak, pasalnya di area tertentu otak termasuk serebal korteks dan cerebellum yang bertanggung jawab pada konsentrasi, pergerakan dan pengaturan mood, berkaitan dengan autisme.
Selain itu, ketidakseimbangan neurotransmiter, seperti dopamin dan serotonin, di otak juga dihubungkan dengan autisme.
Terapi autisme pada anak
Tentu bukanlah sesuatu yang mudah ketika mengetahui sang buah hati mengidap autisme. Namun, para orang tua dapat menanganinya dengan melakukan beberapa terapi.
Berikut ini terapi autisme pada anak yang dapat dilakukan, antara lain:
Terapi okupasi
Pada dasarnya hampir semua anak autis yang memiliki keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Terapi ini bertujuan mengatur koordinasi motorik halus dan motorik kasar bisa selaras.
Melalui terapi ini, anak diharapkan dapat lebih baik dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, seperti belajar mengancingkan baju, mengikat tali sepatu, atau memegang garpu dengan benar.
Terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot-otot halusnya dengan benar.
Terapi bicara
Semua anak yang mengidap autisme biasanya memiliki kesulitan untuk berbicara dan berbahasa baik verbal maupun non-verbal. Dalam hal ini terapi bicara dan berbahasa akan sangat menolong anak autis.
Terapi ini melibatkan keterampilan non-verbal, seperti melakukan kontak mata, bergantian dalam percakapan, dan menggunakan serta memahami gerakan.
Selain itu, mengajarkan anak-anak untuk mengekspresikan diri menggunakan simbol gambar, bahasa isyarat, atau komputer.
Analisis perilaku terapan (ABA)
Ini merupakan terapi terstruktur yang fokusnya mengajarkan berbagai keterampilan khusus dan berperilaku positif untuk anak autis. Biasanya terapi ini dilakukan dengan memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan hadiah dan pujian.
Selain itu, terapi ini juga mengajarkan anak soal komunikasi, keterampilan sosial, perawatan pribadi, pekerjaan sekolah, merespons orang, hingga mendeskripsikan sesuatu.
Kelas keterampilan sosial
Biasanya terapi ini dilakukan dalam bentuk kelompok atau perindividu seperti di rumah, sekolah, maupun komunitas.
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan cara anak berinteraksi secara sosial dan membentuk ikatan dengan orang lain. Caranya dilakukan dengan belajar melalui permainan peran atau latihan.
Tidak hanya itu saja, peran orang tua juga penting, karena pelatihan orang tua adalah kunci untuk membantu anak meningkatkan keterampilan sosial.
Terapi menunggang kuda
Terapi jenis ini seringkali disebut dengan hippotheraphy karena dilakukan dengan menunggangi kuda yang didampingi dengan terapis. Berkuda merupakan bentuk terapi fisik karena pengendara perlu bereaksi dan menyesuaikan diri dengan pergerakan hewan.
Selain itu, terapi ini juga membantu anak-anak dari usia 5 hingga 16 meningkatkan keterampilan sosial dan berbicara mereka. Bahkan dapat membantu mereka menjadi tidak mudah marah dan hiperaktif.
Selain terapi-terapi yang dapat dilakukan di atas, dukungan orang tua juga sangat penting dalam menangani anak yang mengidap autis. Hal yang paling penting adalah orang tua harus sabar untuk membimbing dan mengajarkan anak yang mengidap autisme.
Konsultasikan masalah kesehatan Anda dan keluarga melalui Good Doctor dalam layanan 24/7. Mitra dokter kami siap memberi solusi. Yuk, download aplikasi Good Doctor di sini!