Share This Article
Pertama kali muncul Januari lalu di Wuhan, Tiongkok, wabah COVID-19 terus menyebar hingga ke lebih dari 200 negara, termasuk Indonesia. Pada awal Oktober, angka kematiannya di seluruh dunia mencapai satu juta jiwa.
Pandemi yang belum berakhir telah mengubah banyak aspek dalam kehidupan, misalnya kebiasaan untuk menggunakan masker. Di sisi lain, para ilmuwan terus berusaha mengembangkan vaksin untuk penyakit ini.
Yuk, cari tahu informasi lengkap tentang COVID-19 dengan ulasan berikut ini!
Apa itu penyakit COVID-19?
COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus. COVID-19 yang merupakan kependekan dari Coronavirus Disease 2019 merupakan penyakit yang menyerang dan memengaruhi saluran pernapasan, terutama paru-paru.
Penyakit ini sangat menular, karena virus pemicunya bisa menyebar ke udara. Transmisi dari orang ke orang membuat kasus COVID-19 terus meningkat dari hari ke hari.
Pada kasus yang parah, seseorang bisa mengalami berbagai komplikasi serius yang dapat membahayakan nyawa.
Apa penyebab COVID-19?
Penyebab utama COVID-19 adalah SARS-CoV-2, salah satu jenis dari virus Corona. Virus dari genus ini bukan pertama kali menyebabkan wabah. Tercatat, ada sejumlah wabah yang merebak dari virus yang sama, salah satunya adalah Middle East Respiratory Syndrome (MERS) pada 2012.
Badan Kesehatan Dunia WHO menjelaskan, Corona merupakan virus yang bersifat zoonosis. Artinya, virus tersebut pertama kali berkembang pada hewan sebelum ditularkan ke manusia.
Setelah orang tersebut tertular, virus bisa bermigrasi ke orang lain (human-to-human). Begitu virus berkembang di dalam tubuh manusia, SARS-CoV-2 bisa menyebar ke orang lain melalui percikan air liur (droplet) ketika bersin, berbicara, atau batuk.
Siapa saja yang lebih berisiko terkena COVID-19?
Semua orang memiliki peluang untuk tertular virus Corona. Hanya saja, ada beberapa golongan yang mempunyai risiko lebih tinggi, di antaranya adalah:
- Tinggal bersama seseorang yang telah terinfeksi
- Terlibat langsung dalam penanganan penyakit COVID-19
- Bepergian jauh, terutama ke tempat yang memiliki kasus tinggi
- Berkumpul dan bertemu dengan orang yang telah terinfeksi.
Hingga kini, para ilmuwan terus melakukan penelitian tentang pola penularan ini. Seseorang yang telah mengidap penyakit atau kondisi tertentu juga diyakini lebih rentan terinfeksi virus Corona, seperti:
- Penyakit jantung
- Gangguan ginjal
- Obesitas
- Radang paru-paru
- Diabetes
- Gangguan pada organ hati.
Apa gejala dan ciri-ciri COVID-19?
Gejala dari suatu penyakit akan muncul ketika virus atau bakteri pemicunya telah menginfeksi tubuh. Dalam kasus COVID-19, gejalanya dapat muncul pada rentang 14 hari setelah paparan awal virus. Hal ini mengacu pada masa inkubasi dari SARS-CoV-2 itu sendiri.
Demam adalah salah satu gejala yang paling umum. Ketika kondisi ini terjadi, sistem imun sedang berusaha melakukan perlawanan terhadap virus. Gejala lain yang bisa muncul setelahnya meliputi:
- Panas dingin
- Batuk kering
- Sesak napas
- Kelelahan
- Menggigil
- Sakit kepala
- Sakit tenggorokan
- Hidung tersumbat
- Kehilangan bau atau rasa
- Mual
- Diare.
Menurut Kementerian Kesehatan, gejala klinis dari penyakit ini bisa diamati dari hari ke hari dengan fase sebagai berikut:
- Hari ke-1: Seseorang yang terinfeksi virus Corona akan merasakan demam, kelelahan, dan batuk kering. Ada pula yang mengalami diare dan mual di perut.
- Hari ke-5: Sesak napas mulai terjadi. Kondisi ini sangat rentan pada orang-orang berusia lanjut atau yang telah memiliki riwayat penyakit lainnya.
- Hari ke-7: Ini merupakan waktu rata-rata pasien memasuki rumah sakit untuk mendapat perawatan.
- Hari ke-8: Pasien mengalami kondisi yang lebih parah, seperti gangguan pernapasan akut. Paru-paru telah dipenuhi cairan dan bisa berakibat fatal.
- Hari ke-10: Ketika gejala memburuk, pasien akan dibawa ke ICU. Pada waktu itu, sebagian kecil dari pasien bisa meninggal dunia.
- Hari ke-17: Setelah menjalani perawatan di rumah sakit selama lebih dari dua minggu, kondisi pasien berangsur membaik. Jika hasil tes dinyatakan negatif, pasien diperbolehkan pulang.
Kasus tanpa gejala
Tak semua orang yang terinfeksi akan menunjukkan gejala. Kelompok ini disebut dengan asimtomatik, orang tanpa gejala (OTG), atau kasus konfirmasi tanpa gejala.
Risiko penyebaran virus dari OTG dengan pasien biasa tidak berbeda. Ini yang kemudian membuat kekhawatiran banyak kalangan. Asimtomatik bisa membuat seseorang tak sadar telah terinfeksi dan menularkannya kepada orang lain.
Menurut sebuah studi di Italia, sebagian besar kasus OTG ditemukan pada anak muda. Berbeda dengan orang lanjut usia, anak muda dipercaya memiliki sistem imun yang lebih kuat. Sehingga, tubuh bisa lebih optimal dalam melawan zat asing yang masuk, termasuk virus Corona.
Sebenarnya, kasus asimtomatik bukan berarti bebas dari gejala. OTG tetap memiliki gejala, tapi bukan di awal waktu. Gejala pada asimtomatik muncul lebih lama, yaitu 24 hari hingga mendekati sebulan pascapenularan.
Baca juga: Kasus Corona Tanpa Gejala Banyak Ditemukan, Seperti Apa Ciri-cirinya?
Apa saja komplikasi yang mungkin terjadi akibat COVID-19?
Jika mendapat perawatan tepat, seseorang yang terinfeksi virus Corona tanpa memiliki riwayat penyakit serius lainnya sangat mungkin untuk sembuh. Sebaliknya, keadaan bisa memburuk jika pasien tidak segera mendapat penanganan, apalagi mempunyai penyakit bawaan.
Beberapa komplikasi serius dari COVID-19 meliputi:
1. Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan yang terjadi pada kantung udara di paru-paru (alveoli). Biasanya, komplikasi ini terjadi ketika virus Corona berhasil berkembang dan menjangkau banyak bagian di paru-paru.
Pneumonia bisa menyebabkan kematian. Oksigen tidak dapat terserap dengan baik ke dalam darah untuk disalurkan ke seluruh tubuh karena kantung udara berisi cairan akibat peradangan.
2. Sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS)
Sindrom gangguan pernapasan akut (Acute Respiratory Distress Syndrome) adalah komplikasi yang paling umum. Mengutip WebMD, komplikasi ini banyak menyerang warga Tiongkok di awal wabah merebak.
Seseorang yang mengalami ARDS akan kesulitan bernapas. Kondisi ini disebabkan oleh penumpukan cairan di alveoli akibat pembuluh kapiler di paru-paru yang rusak dan bocor. Rusaknya pembuluh tersebut adalah dampak dari penyakit lain yang cukup parah, termasuk COVID-19.
Seseorang yang mengalami ARDS biasanya dirawat menggunakan ventilator agar bisa tetap bernapas.
3. Sepsis
Sepsis merupakan komplikasi paling parah, biasanya diawali dengan pneumonia. Kondisi ini bisa terjadi ketika virus pemicunya berhasil menyebar melalui aliran darah, yang menyebabkan kerusakan pada setiap jaringan yang dilewati.
Menurut Johns Hopkins Medicine, sepsis bisa berdampak serius pada organ kardivaskular seperti jantung. Risiko terbesarnya adalah kematian. Bahkan, jika selamat, pasien akan mengalami kerusakan permanen pada paru-paru dan organ penting lainnya.
4. Penggumpalan darah
Komplikasi yang jarang diketahui banyak orang adalah penggumpalan darah. Kondisi ini telah memengaruhi sepertiga dari pasien yang dirawat di ICU. Penggumpalan darah bisa terjadi di kaki (deep vein thrombosis), paru-paru (pulmonary embolism), atau arteri.
Baca juga: 10 Komplikasi yang Bisa Terjadi saat Terinfeksi COVID-19
Bagaimana cara mengatasi dan mengobati COVID-19?
Ada dua jenis penanganan untuk pasien positif, yaitu perawatan di rumah sakit dan isolasi mandiri di rumah.
Perawatan COVID-19 di rumah sakit
Sebelum didiagnosis positif terkena virus Corona, kamu akan menjalani serangkaian tes. Di Indonesia, tes yang sering digunakan adalah tes cepat (rapid test) dan tes PCR (Polymerase Chain Reaction).
Rapid test membutuhkan sampel darah untuk mendeteksi adanya antibodi Imunoglobulin G dan Imunoglobulin M. Imunoglobulin G adalah antibodi yang menyimpan ‘jejak’ infeksi di masa lalu. Dengan begitu, sistem imun bisa memberi perlindungan di masa mendatang dari infeksi yang sama.
Sedangkan Imunoglobulin M merupakan antibodi yang pertama kali diproduksi oleh sistem kekebalan begitu suatu virus atau bakteri berhasil menginfeksi. Antibodi ini akan terbentuk sendiri setelah ada infeksi virus atau bakteri yang berhasil masuk ke dalam tubuhmu.
Jika rapid test menunjukkan hasil reaktif, kamu akan diarahkan untuk melakukan tes lanjutan yaitu tes PCR. Tes ini bertujuan mendeteksi materi genetik dari virus Corona.
Ruang isolasi
Semua pasien positif virus Corona harus mendapat perawatan di ruang isolasi. Penanganannya juga wajib mengikuti standar protokol kesehatan yang telah ditetapkan. Misalnya, setiap dokter dan tenaga medis harus menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti hazmat dan masker N95.
Penggunaan ventilator
Di masa pandemi, keberadaan ventilator atau alat bantu pernapasan di rumah sakit menjadi sangat penting. Tidak semua pasien membutuhkan alat ini, melainkan hanya yang mengalami gejala sesak napas dan komplikasi serius seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Baca juga: Penting! Ini Perbedaan PCR Test dan Rapid Test COVID-19 yang Mesti Kamu Tahu
Cara mengatasi COVID-19 secara alami di rumah
Perawatan kasus positif di rumah ditujukan pada orang-orang yang tidak menunjukkan gejala atau OTG. Sebab, tidak ada keluhan yang harus ditangani secara medis.
Isolasi mandiri bertujuan menekan penyebaran virus dari orang yang telah terinfeksi. Hal yang dapat dilakukan adalah tetap mengonsumsi makanan bergizi untuk meningkatkan sistem imun, serta menjaga kebersihan dengan rajin mencuci tangan.
Apa saja obat COVID-19 yang biasa digunakan?
Mengutip Mayo Clinic, belum ada obat yang benar-benar bisa mengatasi penyakit ini. Para peneliti juga sedang menguji berbagai kemungkinan perawatannya.
Obat COVID-19 di apotek
Meski ada banyak obat antivirus, efektivitasnya masih diragukan untuk menangani COVID-19. Beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, menggunakan antivirus seperti remdesivir untuk membunuh virus Corona.
Untuk perawatan di kebanyakan rumah sakit, proses pengobatannya fokus pada gejala yang dirasakan pasien, misalnya menggunakan obat penghilang rasa sakit seperti asetaminofen dan ibuprofen.
Obat COVID-19 alami
Hingga kini, belum ada satu penelitian yang menjelaskan tentang efektivitas herbal dalam penanganan COVID-19. Di sejumlah negara, termasuk Indonesia, herbal digunakan untuk meningkatkan sistem imun, bukan untuk mengobati COVID-19 itu sendiri.
Agustus lalu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah menyelesaikan uji klinis terhadap imunomodulator yang terbuat dari kombinasi herbal. Selain meningkatkan sistem imun, imunomodulator tersebut diharapkan bisa membantu meredakan gejala pada pasien positif.
Beberapa herbal dan rempah yang dipercaya bisa meningkatkan sistem imun tubuh di antaranya adalah jahe, cengkeh, kayu manis, daun sambiloto, dan serai.
Baca juga: Pandemi Belum Berakhir Minum Wedang Uwuh Jangan Distop, Ini 7 Khasiatnya
Apa saja makanan dan pantangan untuk penderita COVID-19?
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), tidak ada anjuran atau pantangan khusus untuk pasien positif. Sebab, penyakit ini bukan berasal dari makanan, melainkan virus. Hal yang harus diperhatikan adalah aspek kebersihan dari makanan itu sendiri.
Untuk meningkatkan sistem imun, kamu bisa rajin mengonsumsi makanan bergizi yang kaya akan vitamin, seperti buah dan sayuran segar.
Bagaimana cara mencegah COVID-19?
Hingga saat ini, belum ada cara efektif untuk mencegah penularan virus Corona. Para ilmuwan di banyak negara sedang mengembangkan vaksin untuk pencegahan virus tersebut.
Hal yang bisa dilakukan adalah meminimalkan potensi penularannya, yaitu dengan menerapkan protokol kesehatan sesuai anjuran World Health Organization (WHO), seperti:
- Selalu bersihkan tangan dengan sabun dan air sesering mungkin. Jika bepergian, bawalah hand sanitizer yang mengandung alkohol.
- Jaga jarak aman minimal satu meter dari siapa pun, terutama orang yang sedang batuk dan bersin.
- Jika tidak ada urusan mendesak, tetaplah diam di rumah.
- Jika terpaksa beraktivitas di luar, selalu kenakan masker kain.
- Jangan menyentuh mata, hidung, dan mulut dengan tangan. Bisa jadi, ada virus yang menempel pada tanganmu.
- Tutup hidung dan mulut dengan siku tertekuk atau tisu jika kamu batuk atau bersin.
- Jika merasa sakit, tetaplah diam di rumah dan batasi bertemu dengan orang.
- Jika demam tinggi disertai batuk dan kesulitan bernapas, segera cari bantuan medis dari fasilitas kesehatan terdekat. Pertimbangkan untuk menggunakan telepon lebih dulu untuk menghubungi rumah sakit dan ikuti petunjuk yang diberikan.
Vaksin untuk COVID-19
Vaksin sangat diperlukan untuk pencegahan penularan COVID-19. Sayangnya, menurut WHO, hampir bisa dipastikan bahwa tidak ada vaksin untuk COVID-19 pada tahun ini, melainkan mulai pertengahan 2021.
Hingga awal Oktober ini, setidaknya ada 42 jenis kandidat vaksin yang telah memasuki tahap evaluasi klinis. Vaksin-vaksin tersebut diproduksi oleh beberapa perusahan farmasi di sejumlah negara, di antaranya adalah:
- Sinovac (Tiongkok)
- Sinopharm (Tiongkok)
- AstraZeneca (Universitas Oxford)
- Moderna (Amerika Serikat)
- Dynavax (Tiongkok)
- Seqirus (Australia)
- SpyBiotech (India)
- CanSino (Tiongkok)
- BioNTech (Jerman)
- AnGes (Jepang)
- Medytox (Korea Selatan)
Nah, itulah ulasan tentang COVID-19 beserta gejala yang menyertainya. Yuk, patuhi protokol kesehatan untuk meminimalkan dan memutus mata rantai penyebaran virus Corona. Tetap jaga kesehatan, ya!
Konsultasikan masalah kesehatan Anda dan keluarga melalui Good Doctor dalam layanan 24/7. Mitra dokter kami siap memberi solusi. Yuk, download aplikasi Good Doctor di sini!