Share This Article
Menurut data dari WHO, sekitar 50 ribu orang menderita epilepsi atau juga yang kita kenal dengan ayan. Penyebab epilepsi juga beragam dan tidak mengenal usia. Penyakit ini bisa terjadi pada siapapun termasuk anak-anak dan bayi.
Orang dengan epilepsi biasanya akan mengalami kejang mendadak hingga kehilangan kesadaran. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai penyebab epilepsi, simak ulasannya di bawah ini!
Apa itu penyakit epilepsi?
Epilepsi adalah gangguan sistem saraf pusat (neurologis), di mana aktivitas otak menjadi tidak normal. Karena adanya aktivitas tidak normal pada otak, penyakit ini kemudian menyebabkan kejang berulang.
Kejang adalah hasil dari aktivitas neuron yang berlebihan yang menyebabkan kejang tiba-tiba, kehilangan kesadaran, hingga perubahan perilaku tidak normal.
Penyakit yang umum dikenal dengan nama ayan ini dapat menyerang siapapun, pria, wanita, tua, dan muda. Dikutip dari Web MD, ada sekitar 180.000 kasus epilepsi baru setiap tahunnya. Bahkan sekitar 30 persen dari penderita epilepsi adalah anak-anak.
Apa penyebab epilepsi?
Ada banyak faktor yang menjadi penyebab epilepsi dan kadang sulit diidentifikasi. Seseorang mungkin mulai mengalami kejang karena mereka memiliki satu atau lebih hal berikut:
- Kecenderungan genetik. Berdasarkan riset pada 2015, 70 persen penyebab epilepsi adalah genetik.
- Perubahan struktural (kadang-kadang disebut ‘simptomatik’) di otak, seperti otak tidak berkembang dengan baik, atau kerusakan yang disebabkan oleh cedera otak, infeksi seperti meningitis, stroke, atau tumor.
- Perubahan struktural karena kondisi genetik seperti tuberous sclerosis
- Kadar zat yang tidak normal seperti natrium atau gula darah juga bisa menjadi penyebab epilepsi.
Siapa saja yang lebih berisiko terkena epilepsi?
Risiko epilepsi pada bayi paling tinggi pada tahun pertama setelah kelahiran. Risiko epilepsi pada bayi akan semakin tinggi jika lahir terlalu dini atau prematur. Bayi lahir prematur sangat rentan terhadap cedera otak dan rentan terhadap kejang pada minggu-minggu pertama setelah lahir.
Penyebab kejang yang paling umum pada bayi prematur adalah perdarahan otak dan infeksi, meskipun penyebabnya tidak diketahui untuk semua bayi. Bayi dengan berat badan lahir rendah juga berisiko mengalami kejang. Yang kemudian dapat berkembang menjadi epilepsi pada bayi.
Sedangkan untuk bayi yang lahir normal, ada beberapa yang menyebabkan kejang terjadi, seperti:
1. Struktural
Kurangnya oksigen ke otak saat dilahirkan. Ini bisa menyebabkan dua jenis kerusakan otak yang disebut dengan hipoksia perinatal dan displasia serebral atau disgenesis.
Pada hipoksia perinatal, dapat menyebabkan cedera pada otak yang disebut ‘ensefalopati hipoksik-iskemik’ atau terlahir dengan beberapa kerusakan pada otak. Sedangkan displasia serebral atau disgenesis, menyebabkan otak bayi tumbuh dengan tidak normal.
2. Metabolik
Memiliki kadar glukosa, kalsium, atau magnesium yang rendah dalam darah.
3. Infeksi
Mengalami infeksi seperti meningitis atau ensefalitis.
4. Genetik
Kondisi medis, seperti self-limiting familial infantile seizures, atau memiliki kelainan seperti kekurangan GLUT 1, atau kelainan genetik, seperti sindrom Ohtahara.
Bukan cuma anak-anak yang berisiko terserang epilepsi. Berikut beberapa kategori yang memiliki tingkat risiko lebih tinggi terkena epilepsi:
- Sejarah keluarga. Jika memiliki riwayat keluarga epilepsi, mungkin kamu berisiko lebih tinggi mengalami gangguan kejang.
- Cedera kepala. Pernah mengalami cedera kepala sangat berisiko tinggi mengalami kejang epilepsi.
- Stroke dan penyakit pembuluh darah lainnya. Stroke dan penyakit pembuluh darah lainnya bisa menyebabkan kerusakan otak, yang kemudian dapat memicu epilepsi.
- Demensia. Demensia dapat meningkatkan risiko epilepsi pada orang yang lebih tua.
- Infeksi otak. Infeksi seperti meningitis, yang menyebabkan peradangan di otak atau sumsum tulang belakang, dapat meningkatkan risiko mengalami epilepsi.
- Kejang di masa kecil. Risiko epilepsi pada anak meningkat jika pernah mengalami kejang dengan durasi lama atau riwayat epilepsi dalam keluarga.
Apa gejala dan ciri-ciri epilepsi?
Kejang adalah gejala utama dari epilepsi pada anak dan juga orang dewasa. Namun setiap orang bisa mengalami jenis kejang yang berbeda-beda. Berikut beberapa jenis kejang yang umum terjadi.
Kejang parsial
Orang yang mengalami kejang parsial tetap dalam kondisi sadar, dan kejang ini masih dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu:
- Kejang parsial sederhana, dengan gejala pusing, kesemutan dan kedutan pada anggota badan. Serta adanya perubahan indra perasa, penciuman, penglihatan, pendengaran dan peraba.
- Kejang parsial kompleks. Gejalanya berupa tatapan kosong, tidak responsif dan melakukan gerakan berulang.
Kejang umum
Kejang umum masih terbagi lagi menjadi enam jenis yang berbeda, yaitu:
- Absen, dengan gejala tatapan kosong dan melakukan gerakan halus
- Tonik, gejalanya otot menjadi kaku.
- Atonik, gejalanya berupa hilang kendali atas fungsi otot. Bisa membuat orang yang mengalaminya jatuh mendadak.
- Klonik, ditandai dengan gerakan otot wajah, leher atau lengan yang berulang.
- Mioklonik, gejalanya kedutan pada lengan dan kaki secara spontan.
- Tonik-klonik, gejalanya tubuh kaku, gemetar, hilang kontrol kandung kemih atau usus, menggigit lidah dan hilang kesadaran.
Apa saja komplikasi yang mungkin terjadi akibat epilepsi?
Beberapa komplikasi epilepsi yang mungkin terjadi, antara lain:
- Risiko kerusakan permanen atau kematian akibat kejang parah yang berlangsung lebih dari lima menit
- Risiko kejang berulang dan orang tersebut tidak sadarkan diri selama jeda antara satu waktu kejang ke waktu kejang berikutnya
- Kematian mendadak yang tidak dapat dijelaskan pada epilepsi. Kondisi ini hanya menyerang sekitar 1 persen penderita epilepsi
Selain itu, di beberapa tempat orang dengan penyakit epilepsi akan dilarang untuk mengendarai kendaraan bermotor. Karena dianggap berbahaya, kejang bisa kambuh kapan saja, termasuk saat sedang mengemudi.
Bagaimana cara mengatasi dan mengobati epilepsi?
Ada beberapa pilihan perawatan yang bisa dilakukan. Pemilihan perawatan tergantung dari rekomendasi dokter. Dokter akan menganjurkan perawatan setelah melihat keparahan kondisi pasien. Secara umum berikut perawatan yang biasa dilakukan.
Perawatan epilepsi di dokter
- Obat anti-epilepsi (antikonvulsan, antiseizure). Obat -obatan ini dapat mengurangi jumlah kejang yang terjadi. Pada beberapa orang, kejang dapat dikendalikan setelah mengonsumsi obat. Untuk hasil efektif, obat harus diminum persis seperti yang ditentukan.
- Stimulator saraf vagus. Yaitu perawatan menggunakan alat khusus yang bekerja dengan cara menstimulasi saraf pasien. Ini dapat membantu mencegah kejang.
- Operasi otak. Area otak yang menyebabkan aktivitas kejang dapat diangkat atau diperbaiki melalui operasi.
Bagaimana cara mencegah epilepsi?
Epilepsi adalah penyakit yang berhubungan langsung dengan otak. Maka cara pencegahan yang paling penting yang bisa dilakukan adalah menghindari terjadinya cedera otak. Atau berusaha menjaga kondisi otak sebaik mungkin.
Sementara untuk kamu yang sudah pernah mengalami epilepsi, ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mencegah epilepsi datang kembali, termasuk melakukan:
- Menyadari pemicu yang mungkin terjadi dan pelajari bagaimana untuk mengatasi pemicu tersebut
- Manajemen stres yang baik
- Hindari alkohol dan obat-obatan terlarang
- Minum obat sesuai resep dokter
- Kurangi cahaya silau atau lampu berkedip atau rangsangan visual lain
- Makan yang sehat
Jika kamu bertanya-tanya apakah epilepsi menular? Jawabannya epilepsi juga bukan suatu penyakit yang menular. Jika kamu masih ragu dengan pertanyaan apakah epilepsi menular, kamu bisa melihat langsung jawabannya dari situs WHO.
Dalam situs resminya WHO menyatakan bahwa epilepsi tidak menular. Sehingga kamu bisa membantu orang terdekat tanpa terbebani pertanyaan apakah epilepsi menular.
Konsultasikan masalah kesehatan Anda dan keluarga melalui Good Doctor dalam layanan 24/7. Mitra dokter kami siap memberi solusi. Yuk, download aplikasi Good Doctor di sini!