Share This Article
Kebanyakan orang pasti familiar dengan sleepwalking (berjalan sambil tidur), namun bagaimana dengan sexsomnia, apakah kamu pernah mendengarnya? Gangguan tidur ini memang jarang terdengar namun ini nyata adanya.
Sexsomnia atau seks tidur terjadi ketika seseorang melakukan tindakan seksual saat tidur. Kondisi ini tidak boleh disepelekan dan harus segera ditangani. Untuk mengetahui sexsomnia lebih lanjut kamu dapat menyimak ulasan selengkapnya di bawah ini.
Baca juga: Hati-hati! Benturan pada Testis Bisa Pengaruhi Kesuburan, Bagaimana Mengobatinya?
Mengenal lebih dalam tentang sexsomnia
Sama seperti sleepwalking, sexsomnia juga dikenal sebagai parasomnia, yakni suatu aktivitas, perilaku, atau pengalaman abnormal yang terjadi selama tidur.
Dilansir dari Healthline, parasomnia dapat terjadi akibat otak terjebak di antara tahap-tahap tidur. Fase ini dapat membuatmu bertindak seolah-olah kamu sedang bangun saat masih tidur.
Orang dengan sexsomnia mengalami seperti berhubungan seksual saat dalam keadaan tertidur. Perilaku ini berkisar dari masturbasi hingga melakukan hubungan seksual.
Sexsomnia adalah kondisi yang relatif baru, kasus pertama secara resmi dilaporkan pada 1986. Tak hanya itu, kondisi ini juga tergolong langka, bahkan berdasarkan studi pada 2015, hanya terdapat 94 kasus seks tidur yang telah didokumentasikan di seluruh dunia.
Apa penyebab sexsomnia?
Sebagian besar sexsomnia terjadi selama non-rapid-eye-movement (NREM), yakni tahap siklus tidur terdalam.
Penyebab pasti seseorang mengembangkan sexsomnia masih belum jelas. Namun, terdapat beberapa faktor pemicu yang berkontribusi pada kondisi ini, di antaranya adalah:
- Kurang tidur
- Kelelahan yang ekstrem
- Konsumsi alkohol secara berlebihan
- Penggunaan obat-obatan terlarang
- Kegelisahan
- Stres
- Pola tidur yang tidak beraturan
Sedangkan, beberapa kondisi medis yang dianggap sebagai faktor risiko sexsomnia meliputi:
- Obstructive sleep apnea (OSA)
- Sindrom kaki gelisah (restless leg syndrome)
- Gastroesophageal reflux disease (GERD)
- Sindrom iritasi usus besar (IBS)
- Riwayat aktivitas parasomnia lainnya, seperti berjalan atau berbicara sambil tidur
- Penyakit Chron
- Peradangan pada usus besar (colitis)
- Sakit kepala migrain
Dilansir dari Everyday Health, berdasarkan data dari Toronto Western Hospital, pria lebih mungkin mengalami seks tidur dibandingkan dengan wanita. Meskipun demikian, kondisi ini dapat terjadi pada pria maupun wanita.
Gejala sexsomnia
Sexsomnia seringkali menyebabkan gerakan menyentuh diri atau gerakan seksual. Namun, gejala ini juga bisa menyebabkan seseorang mencari keintiman seksual dengan orang lain tanpa disadari. Nah, berikut ini adalah gejala dari sexsomnia.
- Membelai atau mendorong foreplay dengan pasangan di ranjang
- Mendesah atau mengerang
- Masturbasi
- Mendorong panggul
- Melakukan hubungan seksual tanpa sadar
- Orgasme spontan
- Tidak ada ingatan tentang peristiwa seksual
- Tatapan kosong saat melakukan hubungan seksual
- Tidak responsif terhadap lingkungan luar saat sexsomnia sedang terjadi
- Ketidakmampuan atau kesulitan bangun ketika sexsomnia terjadi
- Menolak aktivitas pada siang hari saat sudah sadar sepenuhnya
- Berjalan atau berbicara sambil tidur
Kadang kala, pasangan atau teman sekamar yang pertama kali memerhatikan gejala tersebut. Pasangan seksual mungkin juga memerhatikan bahwa pasangan mereka memiliki tingkat agresi seksual yang meningkat secara tidak normal.
Selain gejala fisik yang terjadi selama episode, sexsomnia juga dapat menimbulkan konsekuensi emosional, psikososial, atau bahkan kriminal yang berbahaya.
Lalu bagaimana cara mengatasi sexsomnia?
Dalam kebanyakan kasus yang dilaporkan, gejala sexsomnia dapat berkurang ketika seseorang mendapatkan tidur yang lebih berkualitas.
Berikut adalah beberapa cara mengatasi sexsomnia seperti yang telah dilansir dari berbagai sumber.
1. Menangani masalah pokok gangguan tidur
Jika sexsomnia disebabkan oleh gangguan tidur, seperti sleep apnea (napas berhenti sementara saat tidur) atau sindrom kaki gelisah, mengobati gangguan yang mendasarinya dapat menghentikan perilaku seksual yang tidak diinginkan.
Misalnya saja sleep apnea, kondisi ini biasanya diobati dengan mesin continuous positive airway pressure (CPAP).
2. Mengubah pengobatan
Jika kamu memulai pengobatan baru sebelum sexsomnia terjadi, mengganti pengobatan dapat menghentikan gangguan tersebut. Kamu dapat berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pengobatan yang tepat.
3. Mengunjungi psikiater atau psikolog
Mengunjungi psikiater maupun psikolog dapat mengurangi rasa malu terkait dengan sexsomnia. Orang dengan sexsomnia dapat mengurangi gejala emosional sekaligus psikososial secara signifikan dengan menjalani sesi konseling bersama dengan pasangan.
Itulah beberapa informasi mengenai sexsomnia. Mendapatkan pengobatan sejak dini merupakan hal yang penting. Maka dari itu, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter ya jika kamu mengalami gejala sexsomnia.
Pastikan untuk mengecek kesehatan Anda dan keluarga secara rutin melalui Good Doctor dalam layanan 24/7. Jaga kesehatan Anda dan keluarga dengan konsultasi rutin bersama mitra dokter kami. Download aplikasi Good Doctor sekarang, klik link ini, ya!